PART 13 : SEYAKIN ITU

9 4 0
                                    

Sudah seminggu sejak penutupan Highschool Festival tapi acara itu masih hangat diperbincangkan oleh anak-anak sekolahan. Apalagi di sekolah Vanya, beberapa kali Vanya sempat mendengar pujian-pujian untuk acara Highschool Festival yang membuat Vanya tersenyum.

Berbeda dengan Vanya yang hanya tidak sengaja mendengar, Arga lah yang sering mendapatkan ucapan pujian dan kata selamat karena mereka tau Arga adalah wakil ketua pelaksana. Oh! Jangan lupakan Dion. Ialah orang yang paling semangat menggembor-gemborkan Highschool Festival di sekolah Vanya. Berteriak-teriak seakan membuat anak-anak yang tidak nonton acara penutupan itu menyesal. Kelakuannya itu membuat Vanya selalu tertawa. Dan tersenyum mengingat ialah orang yang membantu Danu dalam bertanggung jawab atas lampu panggung yang dipecahkannya. Semenjak saat itu Danu nampak menjadi seorang yang pendiam. Mungkin malu terhadap Dion karena waktu pemilihan panitia, Danu lah orang yang paling tegas menolak Dion. Tapi ternyata, dengan baik hatinya Dion membantu Danu.

Begitulah hidup. Kadang sesuatu yang kita kira yang terburuk ternyata itu adalah yang terbaik. Sebaliknya, apa yang kita kira terbaik malahan itu adalah yang terburuk. Jangan terlalu cepat menilai sesuatu karena kita tidak tau apa yang terjadi sedetik kemudian.

Sudah seminggu juga para panitia Highschool Festival tidak berkumpul kembali. Tapi mereka tetap berhubungan melalui grup chat. Ada saja yang dibahas di grup itu apalagi kehadiran Dion yang selalu membuat lelucon. Pekerjaan juga belum sepenuhnya selesai, seperti anak dokumentasi yang harus membuat after movie, bendahara yang harus membuat laporan keuangan, dan juga sekertaris yang masih sibuk mengurus surat menyuratnya.

Itu yang membuat mereka terus berhubungan. Arga yang selalu muncul untuk mengingatkan deadline pekerjaan seakan menghantui. Berhubung Arga satu sekolah dengan Vanya, maka Arga yang setiap harinya mengingatkan dan membimbing Vanya membuat laporan. Sedangkan Abra tak pernah sekalipun muncul di grup dan tak sekalipun memulai obrolan pribadi pada walaupun Vanya hanya sekedar mengingatkan pekerjaan. Padahal Vanya tau, Abra terus berhubungan dengan Arga dan mengawasi pekerjaan para panitia. Ia yang sering kali menyuruh Arga untuk mengingatkan after movie dan laporan ke grup panitia. Vanya tau karena tidak sengaja ia melihat chat yang muncul di ponsel Arga saat mereka berdua sedang membuat laporan. Vanya merasa seperti ada yang kurang selama seminggu ini.

Tapi hari ini tepat bel pulang sekolah terdengar, dengan khas semangat 45 Vanya berjalan menuju gerbang sekolah meninggalkan teman-temannya yang mengajaknya untuk pergi malam mingguan.

"gak bisaaaaaa, gue hari ini ada penutupan panitia. dadah, gue duluan yaaa" ucap Vanya kala meninggalkan kelas tadi. Vanya sudah tak sabar untuk bertemu panitia-panitia yang sudah Vanya anggap keluarga kedua. Ia rindu mereka. Oh bukan, ia hanya rindu satu orang. Senyum manis Vanya mengiringi langkahnya menuju gerbang.

Mobil sedan Altis yang Vanya kenali sudah bertengger tidak jauh dari gerbang sekolah. Vanya yang memang sudah berpesan kepada ayahnya melalui WA untuk menjemputnya tepat waktu itu langsung menghampiri mobil dan tanpa menunggu lama, mobil itu melaju meninggalkan sekolah.

"ayah ingetkannn hari ini mau nganterin Vanya kemana????" Vanya bertanya kepada ayahnya yang sedang menyetir.

Ayah sedikit menoleh kepada Vanya "loh, emangnya kamu mau pergi kemana?"

"hah? Ihhhh ayah mah kan kemarin Vanya udah bilang mau pembubaran panitia.. ayah gima-"

"iyaiya anakku sayang, ayah inget kok.. mau ke rumah Dion kan? Ayah bercanda sayang"

Vanya yang tadinya cemberut menatap ayahnya dengan kesal, akhirnya melebarkan senyumnya lagi.

"gitu dong.."

"ayah kira udah selesai panitia-panitiaannya. Ayah kangen tau, kamu lebih sibuk dari ayah sekarang" ucap ayahnya dengan nada protes.

"engga ayah.. abis ini udah selesai kok.. Vanya janji abis ini waktu Vanya buat ayah aja. Vanya juga bentar lagi lengser dari jabatan OSIS kok, tenang aja." Ucap Vanya dengan senyum yang tak kunjung lepas sambil menatap ke Sang ayah. Setelah itu fokusnya kembali ke ponsel di tangannya. Melihat grup panitia yang sudah heboh karena mereka akan berkumpul malam nanti.

Seperti biasa, ia tersenyum sendiri melihat obrolan-obrolan di grup itu. Penuh dengan candaan.

Tak terasa ia sudah sampai di rumahnya. Vanya turun dari mobil untuk membuka pagar coklat rumah itu. Setelah itu, ayahnya menjalankan mobilnya hingga masuk ke garasi.

Setelah menutup kembali pagar rumah, Vanya pun masuk ke dalam rumah dan langsung membersihkan diri.

Karena waktu yang tersedia masih panjang menjelang acara pembubaran panitia, Vanya memutuskan untuk bersantai dulu dengan novel di tangannya serta wajah yang sudah terbalur masker. Ayahnya yang melewati ruang tamu hanya menggeleng-gelengkan kepala sambari iseng menggelitiki telapak kaki Vanya yang terjulur melewati sofa. Karena kelakuan ayahnya itu, Vanya berteriak kencang dan menyebabkan hamster yang di pelihara dirumah Vanya menoleh sambil memegang keju mereka. Tidak, hanya bercanda.

***

Vanya menoleh ke jam dinding di kamarnya. Sudah pukul 6 lewat 34 menit. Setelah memoleskan liptint dengan tipis ke bibirnya, Vanya mengambil slingbag-nya kemudian berjalan keluar dari kamarnya. Sambil turun dari tangga dengan terburu-buru, ia memanggil-manggil ayahnya.

Sesuatu yang datang dari arah dapur mendarat tepat di kepalanya membuat dia mengaduh.

"Headshoot!" 

Sambil memegang kepalanya yang sehabis ditimpuk, Vanya memandang datar kearah ayahnya yang sedang bersorak gembira seperti ketika ia melihat tim bola kesukaannya memasukkan bola ke gawang.

Vanya kemudian mengambil barang yang jatuh tergeletak di lantai. Kotak teh instan yang sudah kosong disertai dengan pipet yang masih berada di tempatnya. Kemudian dia menatap datar ayahnya yang masih mengangkat tangan tinggi merasakan euforia sehabis menimpuk anaknya dengan kotak teh yang telah ia minum.

"suruh siapa teriak-teriak? Emangnya di sini hutan?" ucap ayahnya yang sudah menurunkan kedua tangannya dan mencomot bakwan di tudung saji. Kemudian pria itu berjalan mendahului anaknya yang masih menatapnya datar.

"let's go!" pria yang memakai kaos oblong hijau dan celana sebatas lutut berwarna cream itu berjalan dengan santainya.

Setelah Vanya menggeleng-geleng melihat tingkah ayahnya, ia membuang kotak teh tersebut ke tempat sampah. Kemudian ia berjalan cepat mengikuti ayahnya keluar rumah.

Setelah menempuh perjalanan hampir 20 menit, Vanya akhirnya sampai di kediaman Dion. Seorang wanita paruh baya yang Vanya yakini sebagai salah satu pembantu di rumah itu langsung menyuruh Vanya ke halaman belakang tempat acara dilaksanakan.

Rumah Dion dan halaman belakangnya hanya dibatasi oleh kaca besar yang dapat digeser. Belum sampai Vanya melewati kaca itu, ia sudah mencium harum bumbu barbeque. Ternyata tempat tersebut sudah sangat ramai dan mereka sudah memulai kegiatan mereka.

Vanya tidak menyangka halaman rumah Dion yang pernah ia datangi saat siang hari akan seindah ini saat malam hari. Rumput yang hijau, terdapat banyak lampu-lampu kecil bergelantungan, bunga terdapat dimana-mana, dililitkan di pohon, dililitkan di tiang gazebo, daun-daun menjalar memenuhi dinding di sekeliling halaman yang menjulang tinggi, gazebo putih yang terletak di ujung halaman bersinar terang, di depan gazebo tersebut ada karpet yang terdapat banyak bantal. Juga dilengkapi dengan seorang lelaki yang sedang duduk lesehan di karpet tersebut sedang bermain gitar. Sempurna.

Dengan serius Abra memetik senar-senar gitar itu dengan lembut saking lembutnya Vanya tidak dapat mendengar nada apa yang dimainkannya. Tertutupi oleh suara dari teman-temannya yang sedang tertawa, berlarian dan berkelahi mengenai apa yang akan dimasak setelah sosis.

"Vanyaaaaaaa" Jeha yang sedang berkelahi dengan Dion tiba-tiba mengacuhkan Dion dan berlarian ke arah Vanya membuat orang yang berada di sekitar tempat pembakaran sosis menoleh ke arah Vanya. Begitu pula laki-laki yang sedang memegang gitar itu. Ia sedikit mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk melihat senar. Jarinya masih memetik gitar lembut dan mulutnya seakan sedang bernyanyi.

Jeha memeluk erat Vanya. Kangen katanya karena sudah seminggu tidak berjumpa. Setelah itu mereka berdua menuju ke arah tempat barbeque.

***


Believe in MAGIC [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang