12

1.6K 242 10
                                    

Desember itu identik dengan musim hujan. Hujan selalu datang hampir setiap hari sampai bisa mengakibatkan banjir di banyak wilayah. Khusus hari ini, bukan hujan deras dengan petir yang bersahutan, justru matahari sedang bersinar dengan cerah.

Saking cerahnya banyak siswa Pancasila yang rebutan mencari tempat di dekat AC untuk menyejukkan diri. Cuacanya beneran sepanas itu.

Savi sedari tadi sudah grasak-grusuk tidak bisa fokus mendengarkan penjelasan Bu Siti, guru Biologinya. Alasannya sudah jelas, AC kelas tidak mempan untuk dirinya. Makanya gadis itu merasa sangat kepanasan. Savi mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas, memperhatikan temannya satu-persatu, mencari seseorang yang berada dalam kondisi sama dengannya.

"Ada yang mau keluar gak?" tanyanya sedikit berbisik ke arah meja belakangnya yang diisi oleh Shirlee dan Nancy.

Keduanya menggeleng mantap, "mager keluar gua, panas banget di luar." Kata Nancy, Shirlee menganggukkan kepalanya setuju.

Biasanya mereka berdua, Nancy dan Shirlee paling semangat kalau diajak keluar kelas. Izinnya ke kamar mandi tetapi sebenarnya hanya lewat depan kamar mandi lalu jalan keliling sekolah. Pencetusya Shirlee, pasti kalau diajak keluar sama Shirlee ujung-ujungnya jadi keliling sekolah. Yang lain jadi ikut keterusan.

Savi mendengus pelan, "keluar yuk Nay, gua gak bisa konsentrasi nih." Kali ini ia mengoyangkan tubuh Nayra yang sedang memperhatikan Bu Siti dengan tenang.

"Ih lagi serius nih gua, keluar sendiri sana." Jawab Nayra dengan mengibaskan tangannya mengisyaratkan agar Savi diam.

"Sama gua aja deh Sav, ayo cabut." Dari kursi paling belakang, terdengar suara Heera yang bersemangat akan keluar kelas.

Savi menengok ke arah Heera dengan senyuman mengembang di bibirnya, "mantap, lu izinin ke Bu Siti ya."

"Iya udah ayo keluar." Heera berdiri dari tempat duduknya, berjalan ke depan kelas meminta izin ke kamar mandi bersama Savi.

Setelah keluar kelas Savi menengok ke Heera. "Mau ke mana?" tanyanya.

"Ya mana gua tau Minah? Kan elu yang ngajakin gua keluar." Balas Heera sewot.

"Muter ke arah parkiran aja deh, ngabsen motor-motor."

Heera mengerutkan dahinya bingung, "kuker bener anjir. Tapi boleh lah."

Keduanya benar-benar berjalan ke arah parkiran. Savi juga benar-benar mengabsen motor yang ada. Mengomentari semua yang menurutnya perlu dikomentari. Gak jelas banget pokoknya.

"Eh Sav, ini motor lu kan?" tanya Heera ke Savi yang hanya dijawab anggukan kepala. "Bentar, kok ada teh poci Sav? Tadi pagi beli lupa diminum? Eh tapi ini masi dingin," katanya yang sudah mengambil teh poci untuk diberikan ke Savi.

"Ini kayanya dikasi Kak Jibran deh." Kata Savi yang kini memegang cup teh poci ukuran besar itu.

"Lah? Katanya udah putus? Masih bucin aja buset." Balas Heera lalu pergi meninggalkan Savi.

"Loh, Vi, kamu kok di sini?" kedua gadis yang diketahui sedang izin membolos itu menoleh kompak ke sumber suara. Ternyata itu Jibran, mantan Savi.

Beruntunglah mereka ketahuannya sama Jibran yang sudah tahu gimana kelakuan Savi dan teman-temannya. Kalau bukan pasti yang lain mikir aneh-aneh sama kedua gadis ini.

"Hah? Iya Or, aku tadi izin ke kamar mandi sama Heera." Jawab Savi, Jibran menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Savi terdiam sebentar, ia salah memanggil nama mantan pacarnya itu. Seharusnya ia mengubah panggilannya, Oreo, dengan panggilan biasa. Ia lupa kalau mereka sedang dalam masa break. Iya, jadinya Savi meminta break untuk sementara waktu. Katanya mau menata hati lagi.

We Hot We Young [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang