29

1.3K 190 6
                                    

Meja panjang yang sebelumnya berisikan bahan mentah dan banyak lagi peralatan memasak sekarang sudah berganti dengan berbagai menu makanan yang telah selesai mereka buat. Kini semua mata tertuju pada arah yang sama, makanan.

Haekal yang paling dahulu berdiri dari tempatnya sambil mengedarkan pandangannya mencari makanan yang hendak ia makan dahulu. Baru deh yang lain mengikuti Haekal. Mereka menikmati makanan mereka dengan tenang, seribut apa pun orang di sebelahnya, mereka tidak akan terganggu. Semuanya seakan punya dunianya masing-masing.

Jeno mendekat ke arah Shirlee untuk memberikan dua buah jeruk. "Makan buah juga jangan lupa Shir, walaupun gak suka harus dipaksa sekali-kali," katanya, Jeno masih ingat Shirlee tidak akan makan buah jika tidak ada yang menyuruhnya untuk memakan.

Shirlee mengerjapkan matanya beberapa kali, jantungnya masih berdegup kencang saat Jeno memberinya perhatian lebih. "Makasih," jawabnya lalu segera duduk di tempatnya, tidak mau terjatuh terlalu dalam.

Di saat Jeno dan Shirlee bernostalgia sebentar, ada Felix yang sudah menghabiskan lima potong daging di piringnya. Sekarang lelaki itu sedang menengok kanan-kiri berniat mencuri daging dari orang di sebelahnya. Dengan cekatan Felix mencuri satu potong daging milik Savi yang berada di sebelahnya.

"HEH! APA-APAAN NIH? NGAPAIN LU AMBIL DAGING GUA?????" protes Savi yang sadar pergerakan Felix.

Sayangnya Felix tidak mengindahkan teriakan Savi itu, lelaki itu dengan tidak berdosanya tetap melanjutkan acara makannya seolah tidak ada yang berbicara di sebelahnya. Tentu saja Savi geram, Savi menggoyang-goyangkan tubuh Felix brutal.

"FELIXXXXX! Muntahin daging gua buruan!" sekarang Savi sudah menepuk-nepuk punggung Felix agar lelaki itu memuntahkannya. Namun Felix tetap Felix, lelaki itu hanya tersenyum bodo amat dengan tingkah laku Savi.

"Heh udah. Anak orang bisa muntah beneran lu tepuk-tepuk mulu." Kata Jinan lalu memberikan Savi dua potong daging baru Savi menghentikan aksinya.

Berbeda dengan Felix yang masih mencari daging, Renjun sekarang sudah berjongkok di depan api unggun berniat mengambil ubi jalar yang Jeno letakkan di sana. Setelah berhasil mendapatkan satu ubi jalar, ia kembali ke tempatnya untuk memakan ubi.

"Apaan tuh Jun?" tanya Nayra yang merasa tertarik dengan apa yang Renjun peroleh.

Renjun menyodorkan ubinya yang sudah ia kupas ke Nayra. "Ubi, mau? Kalo mau makannya gini aja aku suapin. Masih panas."

Nayra mengangguk dengan semangat, menyondongkan tubuhnya lebih dekat ke Renjun untuk meraih ubi bakar. Sungguh pemandangan yang pelik bagi seorang Jinan. Dari tempatnya, Jinan melihat itu semua sambil meruntuki perbuatannya dahulu. Coba saja kalau dulu ia mempertahankan Nayra, pasti ia sudah berada di posisi Renjun.

"Kalo kata gua sih gas aja Ji. Cerita kalian belum sepenuhnya berakhir. Tapi ya tunggu kalo ada waktu yang pas ya, jangan asal gas. Renjun masih temen gua." Celetuk Nancy di sebelahnya. Daritadi gadis itu mengikuti arah pandang Jinan yang tertuju pada kedua temannya.

Jinan menoleh kaget ke arah Nancy. "Eh? Liat nanti aja deh Nan. Gua gak mau main rebut-rebut cewek orang. Dia gak mungkin semudah itu biarin gua dapetin ceweknya lagi kalo tau apa yang udah gua lakuin dulu," balasnya dengan nada sendu.

"Iya lah jelas." Jawab Nancy membuat Jinan mengangkat satu alisnya bingung. "Eh gua bilang gitu bukan berarti dukung elu Ji, cuma kayanya emang cerita kalian belum beneran kelar. Kasian sama Renjun gua," lanjutnya memelankan kalimat akhirnya.

Perkataan Nancy malam ini membuat Jinan ingat nasihat Savi tadi siang. Sepertinya apa yang Savi katakan tadi siang ada hubungannya dengan hal ini. Jinan menghembuskan napasnya kasar, ternyata ia ketahuan.

We Hot We Young [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang