15

1.5K 193 12
                                    

Kantin sekolah yang biasanya selalu dipenuhi oleh murid Pancasila, mendadak sepi siang ini. Alasannya karena hampir seluruh murid sedang asik menonton berbagai lomba class meeting sampai lupa untuk mengisi perutnya. Kesempatan ini justru digunakan oleh keenam gadis 11 IPA 3 untuk mengisi perutnya, sekaligus merasakan suasana kantin yang sunyi.

"Pesen apaan nih? Gua pesenin." Tawar Shirlee yang tumben banget menawarkan diri.

"Bayarin aja deh Shir. Gua bisa pesen sendiri." Sahut Savi yang baru saja duduk tapi sudah asik sama handphone-nya.

"Enak aja! Udah untung gua mau pesenin. Bakso aja ya, enam. Minumnya apa?"

"Baksonya lima aja Shirlee, Heera gak ikutan dia mau pergi sama gua." Kata seorang lelaki yang tiba-tiba duduk di sebelah Heera.

Heera menengok ke arah lelaki itu dengan tatapan bingungnya. "Hah?" hanya itu yang keluar dari mulut Heera saking bingungnya.

"Gak lupa kan sama janji lu tadi?" tanyanya menatap Heera sambil tersenyum manis kemudian mengedarkan pandangan ke teman Heera yang lain. "Heera sama gua dulu ya makannya," lanjutnya lalu menarik lengan Heera pelan untuk diajak pergi dari kantin.

Kelima cewek yang ada di sana masih bengong melihat Heera dan Jeri yang sudah menghilang dari area kantin. Banyak sekali pertanyaan yang muncul di kepala mereka, yang pasti mereka semua menanyakan sejak kapan Heera dekat dengan Jeri. Bahkan Sasha yang pernah mendengar curhatan tentang Jeri atau Shirlee yang sempat menangkap basah Jeri memperhatikan Heera saja tidak tahu kalau mereka sudah sedekat ini.

Sepanjang perjalan menuju parkiran, lengan Heera tidak lepas dari genggaman Jeri. Sampai Heera menghentikan langkahnya baru Jeri sadar lalu melepaskannya.

"Eh, maaf, lupa." Kata Jeri meminta maaf terlebih dahulu. Takut Heera tidak suka dengan perlakuannya yang tiba-tiba.

"Enggak, enggak gitu. Gua cuma mau tanya, ini mau kemana sih? Kok ke arah parkiran?" tanya Heera.

Jeri tersenyum simpul, lega karena Heera tidak keberatan kalau lelaki itu menggenggam lengannya. "Mau minta traktiran lah."

"Terus?" tanya Heera yang masih belum paham dengan maksud Jeri.

"Traktirnya ke luar sekolah. Kapan lagi bisa bolos sekolah." Kata Jeri lalu berjalan lebih dahulu ke parkiran untuk mengambil motornya.

Rasanya Heera mau nolak saja kalau diajak ke luar sekolah. Tapi benar kata Jeri, kapan lagi bisa bolos sekolah walaupun sebenarnya bukan bolos juga. Kalau lagi class meeting gini memang banyak murid Pancasila yang memilih mencari makan di luar dengan syarat harus menutupi seragam sekolah. Untung Heera sudah hafal, setiap hari gadis itu selalu memakai jaket ke sekolah.

Heera menunggu Jeri di pinggir parkiran sambil memperhatikan gerak-gerik Jeri yang sedang memakai hoodie-nya. Gadis itu baru sadar kalau Jeri memiliki daya tarik yang berbeda dengan lelaki lain.

Sesampainya Jeri di depan Heera, lelaki itu menyodorkan helm bogo warna hitam ke Heera. "Ini helmnya. Bisa naik sendiri gak?" tanya Jeri siapa tahu Heera butuh bantuan untuk menaiki motor Jeri.

"Bisa kok." Jawab Heera yang diam-diam mengomel dalam hati.

Sekadar informasi saja, motor Jeri hari ini Kawasaki KLX 150. Jadi wajar banget Jeri tanya, soalnya naiknya agak susah. Bukan mau modus. Kalau yang waktu diantar pulang itu pakai motor Scoopy, jadi gampang naik gak perlu ngomel dalam hati dulu. Motor Jeri hampir setiap bulan ganti, jadi tidak heran kalau lelaki itu sering membawa motor yang berbeda.

Di perjalanan, tidak ada yang memulai percakapan. Lagian tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di tempat yang Jeri inginkan.

Mereka berdua sekarang berdiri di depan KFC. Heera menoleh ke arah Jeri dengan sebal. Pikir Heera tadi Jeri bakal minta traktir di kantin saja. Jadi ya gadis itu santai, gak taunya ke KFC. Mana Heera sedang tidak membawa uang banyak.

We Hot We Young [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang