37

1.1K 160 2
                                    

Semalam, Savi baru saja memutuskan Jibran, lewat panggilan telepon. Setelah selesai bilang putus, gadis itu cepat-cepat mematikan sambungan teleponnya, buru-buru memblokir semua akun media sosialnya dari Jibran, berharap lelaki itu tidak menghubunginya lagi.

Hal itu berhasil membuat Savi uring-uringan semalam sampai pagi ini, sampai lupa kalau ia harus pergi ke sekolah. Kalau saja sang kakak tidak mengingatkannya untuk pergi sekolah, mungkin Savi akan tetap uring-uringan tidak jelas di atas kasurnya.

Jam di dinding kamar Savi sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Savi sudah yakin kalau ia sudah pasti akan telat kalau berangkat sekarang pun. Ia memilih sedikit bersantai daripada terburu-buru.

"HEH! LU MAU SEKOLAH APA ENGGAK SIH ANJIR? DARITADI DANDAN MULU. MAU KE SEKOLAH APA MAIN????? UDAH SETENGAH TUJUH SAVIIII." Teriak Sachi, kakak perempuan Savi begitu melihat adik satu-satunya sedang memoleskan lipbalm dengan santainya.

"GAK USAH TERIAK JUGA DONG KAK. Gua udah telat, mau cepet-cepet kaya apa pun pasti bakal telat. Jadi ya udah, santai aja kali." Balas Savi santai sambil memoleskan liptint.

Sachi geram melihat tingkah adiknya, gadis itu menyeret Savi paksa keluar dari kamarnya, tidak lupa menenteng tas Savi yang sudah disiapkan di sebelahnya.

"GAK BISA! BURUAN KE MOBIL GUA ANTER. LANJUTIN DI DALEM MOBIL AJA." Teriak Sachi sekali lagi membuat Savi meronta-ronta dalam genggamannya, namun gadis itu tidak bisa berbuat banyak selain menuruti semua yang dilakukan kakaknya.

Di dalam mobil, Savi tidak melanjutkan dandannya karena memang sudah selesai sebelum diseret Sachi. Gadis itu memilih curhat masalah pacarnya dengan sang kakak.

"Hadeh, goblok bener lu jadi cewek. Elu yang dibodohin gua yang ngerasa goblok banget." Komentar Sachi setelah mendengar semua cerita Savi.

Savi mengerucutkan bibirnya, menghadap ke arah Sachi sepenuhnya. "Kak, kok jahat sih????? Hibur gua dong, bukan digoblok-goblokin."

"Kalo emang goblok ya pantes digoblok-goblokin. Udah sana turun, lain kali jangan telat mulu. Bisa-bisa dikeluarin dari sekolah." Kata Sachi mengusir Savi membuat gadis itu berdecak pelan.

Savi turun dari mobil Sachi dengan langkah berat. Gerbang sekolah hari ini sepi. Tidak ada tanda-tanda Pak Kumis bahkan Pak Satpam yang biasanya mengomeli Savi tidak ada di tempatnya. Gerbang sekolah juga terbuka lebar.

Tentu saja kesempatan itu membuat Savi bisa masuk dengan aman. Gadis itu tidak perlu berpikir panjang untuk berjalan ke kelasnya, melewati lapangan sekolah dimana banyak anak Pancasila yang sedang berada di luar sedangkan Savi baru saja sampai.

"HEH! GUA TELAT ANJIR. Tapi kok lapangan masih rame? Bu Siti juga gak masuk?" tanya Savi heboh begitu memasuki kelas.

"Biasanya juga telat." Celetuk Felix yang sedang asik dengan handphone-nya di depan kelas.

"Lix, tadi liat Kak Jibran gak?" tanya Savi.

Felix mengalihkan pandangannya dari layar handphone-nya, menatap Savi penuh kebingungan. "Tadi mau berangkat sama gua Sav, tapi orangnya gak mau. Jadinya berangkat sendiri," balasnya membuat Savi tidak kalah bingung.

Savi menepuk jidatnya begitu sadar pertanyaannya sangat tidak masuk akal ia tanyakan ke Felix. "Anjir bego banget dah gua."

"Emang." Tambah Felix sambil menepuk-nepuk kepala Savi dengan telunjuknya, meninggalkan gadis itu sendirian di depan kelas.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
We Hot We Young [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang