DCKD 22

5.8K 323 6
                                    

"Hari minggu yang seharusnya buat jalan-jalan, seneng-seneng bareng temen atau keluarga di rumah, tapi temen-temen rela datang kemari untuk shalawatan. Itu adalah bukti cinta," ucap seseorang di atas panggung.

Beberapa kamera broadcast juga sudah berdiri kokoh dengan tripodnya di tiap sisi dinding bagian belakang untuk merekam moment tersebut, lengkap dengan kameramennya. Sebagai dokumentasi.

"Kalo bukan karena cinta, kita tidak akan ada di sini. Kalo bukan karena cinta, kita tidak akan dipertemukan di hari ini. Semoga ... kita termasuk golongan umat Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasalam yang mendapat syafa'atnya di yaumil akhir. Allahumma?"

"Aamiin ...." jawab orang-orang di Auditorium secara serempak.

"Oke, kita niatkan shalawat kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam. Bersihkan hati dari segala perbuatan maksiat. Niatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata'ala."

Laki-laki itu pun mulai membimbing orang-orang yang ada di Auditorium untuk membaca surah al-fatihah dan berkirim doa kepada ulama-ulama, syekh, sahabat Rasulullah ... sebagai pembukaan. Setelah itu, ia serukan dengan semangat kalimat, "Shalu 'ala nabii Muhammad!"

Lantas seisi ruangan menjawab, "Allahumma shalli 'alaih!"

Tabuhan rebana kembali menggema. Suaranya memantul kesana kemari yang tersalurkan oleh salon dan menembus ventilasi-ventilasi udara. Bahkan mereka-mereka yang ada di luar ruangan pun mampu mendengar tabuhan rebana tersebut.

Ketika salah seorang laki-laki di antara mereka yang tampil di panggung mulai mendekatkan miknya ke depan mulut, sontak kaum hawa di Auditorium itu kembali berteriak. Terlebih saat suara vokalnya mulai terdengar. Terbayang seperti apa teriakan ratusan orang di dalam Auditorium, bukan?

Assubhubada min thol'atihi
Wallai lu daja min wafratihi
Fa aqa-ar rusula fadlan wa'ala
Wa hadaa subulan bidi laa latihi

Bulu kuduk Fifah berdiri. Baru pertama kali ia dengar nada suara yang merdu diikuti nada-nada tinggi per akhir kalimatnya. Itu sungguh menggugah!
Membuat Fifah penasaran dan bertekad melupakan kedongkolannya.

Di antara tangan-tangan yang diulurkan ke udara dengan layar ponsel di genggaman mereka, Fifah julurkan kepala sedikit mendoangak tuk melihat ke arah panggung.

"Aaaa Masyaa Allah! Fifah! Dia ganteng banget ...." ungkap Nisa demikian. Berulang kali gadis itu menaik turunkan kepalnya, entah kanan atau kiri, ia julurkan kepalanya untuk melihat sang idola.

Nisa merangkul Fifah kemudian ia tuding sosok di atas panggung. "Itu Fah! Kamu liat nggak si?"

Fifah mengernyit kesal karena di depannya ada orang yang menghalanginya untuk dapat menyaksikan idola si Nisa. "Nggak keliatan, Nis! Ketutupan."

Nisa berdecak kesal. Tanpa menyerah dan dengan tekad yang kuat untuk membuktikan bahwa dengan bersamanya Fifah tidak akan bosan, ia kembali membimbing sahabatnya untuk mendapatkan celah. Betapa terkejutnya Fifah begitu ia lihat sosok yang dimaksud Nisa!

Laki-laki berpeci putih, baju koko senada, megang mik, dengan pandangan sedikit ditundukkan ke bawah dan kata Nisa di antara anggota hadroh yang lainnya, lelaki itulah yang paling tampan!
Dada Fifah bergemuruh. Napasnya sesak hingga ia tak kuasa akhirnya menutup mulutnya yang ternganga karena tak percaya.
Itu kan ...

"Irfan??" celetuk Fifah.

Nisa terbelalak, kagum.

"Masyaa Allah ... Memang benar-benar terkenal dia tuh ya! Aku kira kamu nggak tau, Fah," ujar Nisa.

"A-apa?! Nggak tau? Kayaknya kamu yang nggak tau deh, Nis. Dia itu kan ... calon suami A ..." Fifah tidak sempat menyelesaikan ucapannya yang terucap di dalam hati lantaran Nisa cepat-cepat berucap, "Bener-bener suami idaman banget! Kalo dia ngekhitbah aku, tanpa pikir panjang lagi, aku langsung terima dia Fah! Aaaa ... gantengnya ...."

Dengan Cinta-Nya Kucintai DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang