DCKD 41

5.4K 301 19
                                    

Ketika aku sibuk membahagiakan diri bersama kenangan, kenapa ragamu yang menyakitkan kembali datang?

(Rama Dewantriyo)

____
Selamat membaca
____

Malam itu, pesawat mendarat dengan mulus di bandara I G Ngurah Rai. Setelah benar-bener berhenti, awak pesawat menjulurkan anak tangganya yang menumpahkan ratusan manusia. Ada yang sendiri, berpasang-pasang, atau gerombolan. Lantas seperti segerombol semut yang ditimpakan bom, mereka menyebar dengan tujuan masing-masing.

Sambil menggandeng Fifah, Irfan melaju ke arah parkiran depan di mana sedan hitam biasa menunggu kepulangannya.

Mereka masuk mobil, setelah itu mobil langsung menembus jalan raya dengan kecepatan sedang.

"Kamu capek?" suara Irfan memecah kesunyian.

Fifah tak menjawabnya. Lagi-lagi ia hanya menyandarkan kepalanya di bahu Irfan.

Meski teramat lelah, sebab merasa menjadi sosok yang harus melindungi istrinyalah, Irfan jadi sulit untuk terlelap. Ia kembali mengusap puncak kepala Fifah.

"Kenapa akhir-akhir ini kamu jadi manja sekali," gumam Irfan.

Mobil berhenti tepat di depan hotel. Turun dari mobil, Irfan menautkan jemarinya dengan telapak tangan Fifah yang sempat terkesiap. Cepat-cepat ia mendongak untuk memastikan raut wajah Irfan.

"Gandengan mulu," keluh Fifah.

"Sssttt! Cukup sekali saya kehilangan kamu dan jangan sampai hal itu terjadi lagi di lain waktu."

Fifah tersenyum.

Mereka menaiki satu persatu anak tangga dan dari dalam sana sudah tampak dua Resepsionis yang selalu siap menyambut tamunya.

Salah satu dari mereka yaitu yang berambut pendek sebahu menatap pasangan itu dengan penuh kebencian. Tentu hal itu tidak disadari oleh Irfan maupun Fifah.

"Janet, berikan saya kunci untuk sebuah kamar yang tinggi."

"Kamar harga tinggi?" kedua alis Janeta saling bertautan dan keningnya berkerut. Sekilas bola matanya menangkap tangan Irfan yang bergandengan erat dengan gadis berjilbab di sampingnya. Siapa dia?

"Bukan harganya, tapi letaknya."

"Oh i-iya baik, Pak."

Tak lama kemudian Janeta mengambilkan kuncinya. Hingga Irfan dan perempuan itu menghilang di balik lift pun Janeta masih terbengong-bengong.

"Menurut lo cewek kecil itu istrinya?" tanya Janeta.

"Ya, dia istrinya," jawab Lufi singkat dan jelas sambil mengecek beberapa dokumen.

"Ish! Kenapa dia mau nikah sama cewek itu? Lo liat sendiri kan Luf, tingginya aja nggak lebih dari gue. Bener-bener cebol dah tuh cewek!"

"Net! Nggak boleh gitu!" sanggah Lufi.

Dada Janeta bergerak naik turun. Merasa tersakiti. "Nggak boleh gitu apanya?"

"Yaa nggak boleh ngejek gitu. Masih inget kan kalo diri kita nih belum tentu lebih baik dari orang lain. Apalagi orang yang kamu ejek barusan. Dia berhijab, sopan, pantaslah jadi istrinya bos Irfan."

Janeta berdecak kesal. "Tau dari mana kalo dia emang beneran istrinya Pak Irfan?"

Lufi menghela napas. Rasa-rasanya ... makin hari Janeta makin menyebalkan saja.

Dengan Cinta-Nya Kucintai DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang