DCKD 39

5.7K 346 28
                                    

Rasanya ... aku tidak berhenti.

Kau tau? Sekali berhenti, lelah begitu terasa. Begitu terasa, aku enggan mengulang dan sisanya tinggal kelebatan bayang yang tidak sepatutnya dikenang.

(Zihro)

____

Selamat membaca ☺
____

Gemerlap cahaya terang benderang terpancar dari sebuah gedung menjulang tinggi nan mewah.

Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan pintu masuk hotel, lantas keluarlah seorang lelaki berkemeja putih yang berjalan mendekati pintu masuk.

Dua security di depan pintu sedikit menundukan tubuhnya begitu Irfan melewati mereka. Pintu berlapis kaca itu otomatis terbuka, udara AC menguar menyejukan badan.

"Selamat datang dan selamat malam pak Irfan. Jadwal meeting yang sudah dijanjikan akan diadakan esok pagi pukul delapan tepat, pak. Untuk berkas-berkasnya sudah disiapkan semua dan ada beberapa yang belum ditanda tangani oleh bapak."

Irfan terus melaju menuju sebuah kamar bernomor 204, yaitu sebuah kamar yang diklam sementara sebagai kamarnya. Sementara ia membiarkan Janeta si Resepsionis berikut asistennya bicara panjang lebar sambil mengekor di belakangnya.

Janeta tersentak hampir menabrak dada bidang Irfan yang ternyata sudah berbalik 180 derajat pasang wajah datar di daun pintu kamar.

"M-maaf, pak." Janeta meneguk ludah, gugup. "Jadi lanjutnya biar saya jel-"

"Saya mau istirahat! Bisa dilanjut besok kan?"

"Tapi pak masih banyak hal yang harus bapak tau mengenai pembahasan besok saat meeting."

Beberapa langkah Irfan mundur kemudian ia menutup pintu. Lagi-lagi Janeta meneguk ludah. Ia pun berbalik arah, kembali menuju meja resepsionis serta menghela napas.

"Gila ya si bli Irfan. Kucel-kucel masih keliatan ganteng juga," tukas Janeta.

Lufi, temannya membelalak. Dalam hati terbersit doa semoga saja pendengarannya salah tangkap. Ya, sejauh ini kerja bersama Janeta, belum pernah ia mendengar kalimat itu. Atau ... bukan jadi masalah juga jika ia belum pernah mendengarnya. Hanya saja ... beberapa hari yang lalu kendali hotel di bawah pemimpin ditiadakan sebab Irfan akan melangsungkan pernikahan.

"Inget, Net! Dia tuh penganten baru. Berarti udah jadi suami orang."

Seperti tersinggung, Janeta langsung nyeletuk, "Yee emang kenapa. Orang cuma bilang ganteng doang."

Lufi menghela napas, dadanya diliputi kelegaan. "Syukurlah kalau sekedar kagum. Semoga nggak lebih dari itu yaa,"

"Semoga," jawab Janeta seraya mengulum senyuman, menyurutkan senyuman yang sudah terkembang di bibir Lufi.

***

I

rfan terkapar di atas kasur. Sejenak ia pejamkan mata, rasakan penat yang bercampur dengan rindu dalam dada. Ia teringat istrinya. Sedang apa kiranya, sedang rindu juga atau tidak, sedang baik-baik saja atau tidak.

Allah, semoga ia yang telah kau tetapkan sebagai bidadari bagi anak-anak kami kelak.
Lindungi ia Ya Allah ... bahagiakan ia ... jaga dia selagi hamba-Mu yang dilimpahkan tanggung jawab besar ini sedang tidak di sisinya.

Dengan Cinta-Nya Kucintai DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang