DCKD 26

5.8K 301 6
                                    

Sudah beberapa hari berlalu, Irfan masih tinggal di rumah. Meski tidak enak hati pada Ayahnya yang menganggap putranya sendiri seperti orang asing, ia mulai berpikir keras untuk mencari kerjaan. Apapun itu! Demi janjinya pada seseorang nun jauh di sana. Bahkan, niatnya ia akan meminjam uang kepada Baim. Tapi, Irfan yakin Baim tidak akan tega. Dan kalau Irfan ke rumah kakeknya di Bogor ... apa jadinya?

Pagi itu, rumah kedatangan tamu tak diundang. Adalah seorang wanita berhijab dengan stelan celana jeans panjang beserta kaos panjang putih yang dilapisi rompi. Tingginya sepadan dengan Irfan. Jika ia mengenakan higheels, ia akan menang tinggi badan dari pada Irfan. Yeah, tipe feminim seperti gadis itu memang lebih berpotensi untuk masuk ke jajaran model. Dan jika dilihat dari belakang ia tampak sangat elegan. Bahkan terkesan modis.
Sepertinya Ibu sangat akrab dengan perempuan itu. Siapa dia? pikir Irfan demikian.

Karena rasa penasarannya itu, ia menghambur ke arah mereka. "Selamat pagi."

Secara bersamaan, dua wanita itu menoleh ke belakang seraya mengulas senyuman. Keduanya menyiratkan kebahagiaan yang berbeda dengan masing-masing tangan mereka bertumpang di samping pinggang. Tangan mereka benar-benar belepotan oleh tepung cokelat. Beberapa loyang berisikan bahan biskuit pun masuk ke dalam oven.

"Hei! Pagi, sayang," sapa Ibunya.

Sejenak Irfan tertegun pada perempuan yang sejak tadi berkutat dengan Ibu. Tanpa ragu seperti halnya ia tatap Fifah, kali ini terang-terangan Irfan ingin tau siapa sosok di hadapannya. Toh siapa tau itu Laura sepupunya yang di Surabaya. Tapi ... kayaknya bukan deh! Irfan seperti pernah lihat gadis di hadapannya ini, tapi ... di luar dugaan, bibir Irfan menggumam.

"Salsa ya?"

Girang bukan main reaksi perempuan itu. Ia menghambur ke arah Irfan seraya merentangkan kedua tangan. Hendak memeluknya. Namun, Salsa benar-benar memudarkan senyumnya ketika di dalam dada terbersit luka kecil yang telah lama pergi justru kini kembali. Dua langkah ke belakang Irfan membiarkan Salsa memeluk angin.

Hening di antara mereka. Salsa tertegun sejenak memandang Irfan solah-olah bertanya, "Why?"

Irfan diam. Salsa pun demikian. Tak lama, senyumnya terbit seolah telah lupa dengan kejadian barusan. Ya, Salsa memang pandai menghibur diri.

"No problem," gumam Salsa pelan.

Ia segera memamerkan deretan gigi putihnya, mengekor di belakang Irfan kemanapun laki-laki itu melangkah. Berbincang-bincang sok akrab, bercerita tentang dunia, berusaha menyenangkan Irfan dengan segala cara, tapi, Irfan berusaha menjauh dengan sikap dinginnya.

Bukan Salsa namanya kalau ia tidak berusaha semaksimal mungkin untuk mendapat apa yang ia inginkan.

Beruntung, bersamaan dengan Salsa yang baru mendaratkan bokongnya di samping Irfan, bel rumah berbunyi. Secepat kilat sekaligus menghindar dari Salsa, Irfan berlari ke ruang depan, meninggalkan Salsa yang lagi-lagi merasa terluka. Gadis itu memandangi punggung bidang yang menghilang di balik ruangan. Ia hembuskan napas, berusaha mengabaikan kejadian barusan dengan mengganti chanel televisi menjadi kartun Spongebob Squarpants.

Cklek!

Begitu pintu depan dibuka, menyembulah seorang laki-laki berambut klimis.

"Weeeyy Bro!" sapanya. Seperti biasa, ia selalu meraih lawan bicaranya ke dalam pelukan akrab ketika pertama bertemu. Masih sama seperti dulu ketika mereka bergabung di klub mobil balap.

Kali ini ia tidak mengenakan jas seperti saat pertama kali Irfan jumpai. Tidak juga mengenakan fantovel laki-laki yang begitu hitam karena tiap hari disemir. Melainkan hanya celana jeans panjang agak longgar di bagian bawahnya dengan kaos oblong biasa dengan bawahan sepatu kets.

Dengan Cinta-Nya Kucintai DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang