DCKD 19

6.2K 285 6
                                    

Fifah kesal bukan main. Kalian tau? Ini pertama kalinya Rio berbicara begitu. Maksudnya apa? Cowok itu mungkin tidak tahu kalau hal seperti itu justru menjatuhkan harga diri seorang Fifah di hadapan Rina. Apa kata orang kalau mereka-saudara-tapi tidak akur?

Di atas kasur, Fifah berbaring. Setelah membuka jendela kamarnya dan membiarkan angin sepoi masuk, ia angkat amplop birunya tinggi-tinggi kemudian ia baca tulisan di depannya.

Untuk Fifah. Gadis itu teperanjat. Sejenak ia kembali membaca dengan saksama tulisan di bagian depan amplop itu dan masih tertera tulisan 'Untuk Fifah'.
Dari siapa ini? Tidak ada nama pengirimnya! Dengan kesal, Fifah robek perekat amplop lalu ia baca tulisan di dalamnya. Biasa saja. Isinya hanya dua buah pertanyaan dan satu buah pernyataan.

Siapa nama lengkap kamu?
Siapa nama lengkap Ayah kamu?
Saya Irfan-nya (calon suami) kamu.

Astaghfirullahal'adziim ...

Sudah kesal ditambah kesal lagi? Kenapa tidak sekalian datang kemari dan langsung tanyakan hal ini? Kenapa harus melalui surat yang ternyata tidak sebagus amplopnya?

Menyebalkan! Rutuk Fifah demikian.
Tapi nyatanya, walaupun kesal, ia jawab juga dua pertanyaan itu dan ia pun menulis satu pernyataan baru.

"Lain kali, kalo cuma mau nanya begini, dateng aja ke rumah! Nggak usah sok romantis tapi dalemnya zonk!" beginilah tulisan yang Fifah tulis setelah menulis dua jawaban atas dua pertanyaan itu.

Dengan kesal, ia lipat kertas itu dan dimasukannya dalam amplop. Akan tetapi, tunggu!
Sebuah kertas menyembul dari dalam amplop. Bukan kertas yang barusan Fifah lipat! Tapi kertas berjenis lain!

Ternyata masih ada sebuah kertas yang sama di dalam amplop! Fifah ambil kertas itu dengan perasaan yang lebih kesal sebab ia yakin isinya akan sama buruknya dengan kertas pertama.

Begitu dibuka, sketsa sepasang anak manusia hasil goresan pensil tergambar di sana. Sang perempuan mengenakan gamis panjang menjuntai dengan sebuket bunga nan indah di genggamannya menatap ke bawah. Sementara si laki-laki berbaju syar'i jongkok seraya membetulkan tali sepatu wanita di hadapannya.

Dengan saksama Fifah perhatikan gambar itu. Bagus sekali .... gumamnya.

Tak terbayang bagaimana Irfan menggambarkan dua sketsa yang begitu indah. Tentu saja! Fifah langsung memberi cap bahwa calon suaminya itu pandai menggambar.

Fifah terenyuh. Entah kenapa seketika itu juga rasa kesal yang tiada tara menjadi sirna. Soal Rio ... ia lupakan. Fifah jadi begitu serius memerhatikan gambar itu. Tak terasa hingga detik berganti menit dan berganti menjadi jam, angin sepoi menerpa hingga ia terlelap dengan kertas bergambar sepasang anak manusia yang didekap di dada.

***

Turi putih
Turi putih
Ditandur ing kebon agung
Ono cleret tibo nyemplung
Mbok iro kembange sopo ... Mbok iro kembange sopo

Tandurane tanduran kacang, kacang lanjaran ning lapangan
Esih cilik podo dolanan, uwis gede aja pacaran ....

Di masjid pondok pesantren, bersama iringan genjring yang ditabuh beberapa orang santri, darbuka yang ditabuh Zihro, bedug yang ditabuh Farhan dan kecrek yang ditabuh Wahyu, Irfan berlatih vokal. Sebagai vokal kedua setelah Raihan, tugas Irfan adalah melantunkan nada-nada tinggi. Maka dari itu Irfan begitu menjaga apa-apa yang dimakan supaya suaranya tetap bagus.

"Ssstt!! Ssstt!!" Seorang santri membungkukkan badan dan sedikit memberi kode di ambang pintu. Namun, yang diberi kode-Irfan-masih konsentrasi latihan.

Dengan Cinta-Nya Kucintai DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang