Matahari berganti bulan, suasana dirumah tersebut kembali menghangat. Karena hadirnya Gladien dan sang Ibu.
Namun, malam ini ibu gladien tidak dirumah. Ia sedang mengambil pesanan ditemannya. Hanya ada Parker, Gladien, dan ketiga kakaknya, Edgar, Nathaniel dan Alden.
"Besok kamu sudah bisa sekolah lagi. Ayah sudah menangani surat kepindahanmu." tutur tuan Parker pada anak gadisnya.
"Makasih, om." Balas Gladien dengan senyuman.
"Jangan sungkan-sungkan, panggil saja ayah. Oh ya besok kamu ikut Alden kesekolah, ya." Parker berbicara santai sambil membaca koran yang telah ia beli waktu pagi.
"Tidak usah. Aku sudah tahu jalanan kesekolahku. Lagian aku tidak mau menyusahkannya." Tolak Gladien halus.
"Tidak-tidak. Ayah tidak mau kamu kenapa-napa dijalan. Jakarta itu keras, berbeda dikampung. Sekalinya kamu bingung, maka orang lain akan mengambil kesempatan dari kamu. Jadi, Ayah mohon kamu mau ikut Alden besok, ya?" ujar Parker menaruh koran yang ia baca pada meja didepannya.
"Alden pamit yah." Suara berat itu langsung menghentikan pembicaraan mereka berdua. Alden langsung meninggalkan mereka diruang tamu dengan tatapan kesalnya.
"Mau kemana kamu?!" Ayahnya yang tahu tujuan anaknya langsung menghentikkan pergerakan Alden.
"Tidak usah perduli. Urus saja urusanmu yang sekarang." Dan dengan tidak sopan, Alden membalas. Membuat Gladien sedikit kesal karena sikap Alden yang tidak tahu sopan santun.
"Kukira kau sopan, ternyata hanya anak kemarin yang tidak tahu etika berbicara." Kedua orang itu langsung melihat kearah Gladien berada.
Gladien memasang wajah marahnya kepada Alden.
"Siapa kau?!" Alden mendekat pada Gladien. Namun, tangan ayahnya langsung menahan lengan bocah yang siap akan maju kearah gladien itu.
"Jaga ucapanmu Alden! Ayah tidak suka kamu berbicara seperti itu pada Gladien." Ayahnya hampir saja menampar pipi kanan Alden. Namun, tangan Gladien menahannya. Lalu menyuruh ayahnya untuk tidak melakukan apapun dengan gelengan kepala.
Tubuh Alden mendekat tanpa ditahan oleh siapapun, termasuk kedua kakaknya. Nathaniel dan Edgar hanya menonton dari lantai dua. Seperti sedang memikirkan hal yang sama. Nathaniel dan Edgar tersenyum mengerikan.
"Ini akan menjadi tontonan kita setiap hari, kak." Ujar Nathaniel dari arah kamar tamu.
"Kau benar. Rumah ini tak akan sepi lagi." Balas Edgar melipatkan kedua tangannya didada.
Tubuh Alden mendekat dan memeluk Gladien yg tengah menatapnya tajam. Tubuh Gladien menegang seketika. Berani-beraninya seseorang memeluknya tanpa seijin darinya
Tangan Alden mengusap bagian belakang tubuh Gladien. Tatapan Gladien mengendur, ia tak lagi marah. Ada apa dengan tubuhnya?
"hati-hati, kau bicara dengan seseorang yg tidak kau tahui sifat aslinya" Alden membisikkan kalimat itu sebelum Ayahnya menarik tubuh Alden agar menjauh
"Maafkan Alden gladien, Nathaniel bawa Gladien kekamar tamu!" titah sang ayahnya dari arah bawah
Nathaniel buru-buru berjalan kearah ayahnya berada. Ia mempersilahkan Gladien untuk mengikutinya kekamar tamu
Setelah mereka berdua berjalan kearah lantai dua. Suara tamparan terdengar begitu saja diindra pendengaran mereka berdua
Gladien sempat terhenti dan melihat kearah Ayahnya berada
"Ayo" titah Nathaniel pada perempuan didepannya untuk menjauh dari ruang tv
Gladien menghiraukan ucapan Ayah dan saudara tirinya. tiba Gladien didepan kamar yg harus ia pakai saat ini. Yaitu kamar tamu
KAMU SEDANG MEMBACA
Pervert Brothers ( End ) Revisi
Random⚠️warning 18+ Kedua orang tuanya koma setelah pernikahan baru beberapa hari itu dijalankan dengan baik. Kejadian dimana kedua orang tuanya harus di rawat dirumah sakit membuat seorang gadis disalahkan begitu saja. Ketiga kakaknya yang benar-benar me...