21 - I Hate You

11.5K 383 3
                                    

Gadis itu hanya terduduk diam dijok belakang. Disampingnya ada sosok yang dikenalnya, Alden.

Seperti biasa, Nathaniel yang mengemudikan mobil dan Edgar hanya duduk diam sesekali melirik kearah Gladien.

"Ada apa?" Ujar gadis itu memecahkan keheningan.

Alden hanya diam. Nathaniel yang bersuara.

"Siapa orang tadi?" Tanyanya dengan dingin. Gladien hanya diam, dan memikirkan apa yang dimaksud oleh kakaknya itu.

"Ck, sudah tuli ya?" Edgar terkekeh.

"Aku tidak mengerti dengan pertanyaan kakak." Balas Gladien masih menundukan padangannya.

"Teofil Rafael, apa dia pacarmu? ah maskudku mantanmu yang dulu berselingkuh?" Wajah Gladien mendongak seketika. "Bagaimana kakaknya tau tentang masalalu dirinya?"

Alden melirik dan menaruh tatapan kesal. "Berhenti!" Titah Alden masih menatap gadis disampingnya.

Nathaniel melirik Alden melalu kaca didepan sana. Ia tidak mau Alden bertambah kesal. Lantas, ia memberhentikan mobilnya dijalanan yang terlihat sepi.

"Bisa tinggalkan kita berdua?!" Alden kini, meninggikan suaranya. Ia masih menatap gadis disampingnya dengan kesal.

Gladien melirik kearah Alden, dengan perasaan gugup. Gadis itu mencoba bertanya pada Alden namun, pergerakan Alden yang mengganti posisinya duduk disupir kemudi. Membuat alis Gladien saling terpaut.

"Kau mau apa?"

Gladien masih melihat pergerkan Alden yang membuatnya resah. Mobil menyala membuat dua orang tadi tersentak kaget.

"Yak Alden!! Kau mau kemana!?" Nathaniel mengetuk jendela didepannya. Dengan pandangan sangat dekat dengan jendela, ia melihat Alden hanya diam tanpa membalas.

"Buka pintunya!!" Edgar kini mengetuk-ngetuk jendela disampingnya. Gladien yang merasa was-was, mencoba membuka pintu. Namun, sudah terkunci oleh orang didepannya.

"Yak Alden, kau mau kemana? huh?" Gladien mulai gelisah. Ia juga meminta tolong untuk dibukakan pintu, namun, sekali lagi Alden sekarang tengah marah besar. Ia hanya diam dan menjalankan mobilnya.

Laki-laki itu langsung menginjak gasnya asal, Nathanial dan Edgar berdecak kesal melihat Mobil Alden semakin jauh.

"Sudah gila, buka pintunya!! Turunkan aku disini!!"

Gladien lagi-lagi mencoba membuka, namun usahanya nihil. Pintu tak kunjung terbuka dan lelaki didepannya kini semakin seram.

"Alden, aku tidak tahu apa masalahmu. Kita bicarakan baik-baik, oke?" Kini suara Gladien melembut. Ia mencoba menenangkan dirinya dan bertanya baik-baik pada orang yang didepan sana.

Tidak ada jawaban, Alden masih memompa sisa emosinya ketika gadis dibelakang sana terlalu banyak bicara.

"Sungguh, Alden. Jika kamu memberitahuku, dimana letak kesalahanku. Aku mungkin bisa menjelaskannya dengan perlahan." Sudah hampir lima belas menit lamanya, Alden diam.

Gladien berdecak, ia memandang kearah jendela. Dimana matanya tidak tahu dimana ia berada sekarang?

"Kita mau kemana?"

Mata Gladien masih menyapu bersih lingkungan yang dilaluinya. Sungguh! Bahkan gadis itu baru tiba dijakarta satu bulan yang lalu. Ia tidak terlalu hapal dengan jalanan indonesia.

"Alden, cukup!! Aku tidak tahu masalahmu dimana? Coba lah buka suaramu, hmm?" Anggap saja, Gladien tengah bernego agar lelaki didepan sana angkat bicara.

Bunyi nada telpon didalam sana terdengar, Alden melirik kearah handphonenya. Ia mengerutkan alis, keadaan handphonenya tengah mati.

"Aku kirimkan lokasinya lewat Sms"

Alden melirik kejok belakang dan mendapati Gladien tengah berbicara ditelpon, entah dengan siapa?

Lelaki itu memberhentikan mobilnya mendadak. Membuat tubuh Gladien yang tidak memakai sabuk pengaman, agak terjerembab kedepan.

Gadis itu mematikan telponnya sepihak. Ia mendengus kesal menatap Alden dengan marah.

"Kenapa mendadak?!" Gladien sudah jengah dengan sikap Alden akhir-akhir ini.

"Berikan Handphonemu!" Bukan meminta namun, Perintah mutlak dari mulut Alden, ia memandang gadis itu dengan dingin menunggu gadis itu menyerahkan ponselnya sekarang juga.

"Untuk apa?"

"Tidak usah banyak bicara. Berikan atau aku bisa berbuat nekat?" Yap! pilihan yang diberikan Alden selalu begitu. Gadis itu merasa takut, sehingga lebih memilih memberikan benda perseginya terpaksa.

Alden lega, kini gadisnya bisa diatur. Ia langsung membuka jendela samping dan melempar benda persegi panjang itu kejalanan.

Gladien yang melihat itu, langsung menjerit kesal.

"Alden!!" Teriaknya, emosinya kini kalut. Ia mencoba membuka pintunya untuk mengambil ponsel yang dibuang.

Lagi-lagi ia telat untuk keluar, Alden lebih dulu menjalankan mobilnya dan melaju dengan kencang.

"Aku benci padamu, Alden!!" Gertakkan gigi Gladien terasa sangat kesal. Alden hanya diam, memikirkan tujuannya. Entah kemana?

Tbc

Pervert Brothers ( End ) RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang