Pemandangan alami begitu nyata didepannya, hijaunya dedaunan dipohon pinggir jalan dan cerahnya langit dengan diisi oleh awan-awan yang cantik membuat kota Jakarta itu teramat sangat sempurna dimatanya.
Sudah dua jam ia berjalan dengan menyeret koper berwarna biru muda dengan perasaan yang gelisah.
Namanya Gladien Arvie Hezel, anak gadis satu-satunya dari keluarga Arvie. Satu tahun yang lalu, ayahnya meninggal. Dan kini mendengar kabar bahwa ibunya akan menikah lagi dengan atasannya dikantor.
Sebentar lagi Gladien mempunyai Ayah baru. Ia tidak tahu pasti, namun ia ingat dengan nama ayah barunya itu, Parker.
Gladien tidak bodoh. Ia tahu siapa keluarga Parker dan apa tujuan ibunya menikahi keluarga tersebut.
Terlihat gedung yang menjulang tinggi didepan mata Gladien dan sebelum memasuki hotel yang ibunya pesan, Gladien sempat berhenti dan menghela napas.
Lalu berjalan dan menemui pegawai hotel itu, sangat ramah. Dan Gladien langsung diantarkan kearah ruangannya.
"Kamarmu disini nona," pelayan itu memandang Gladien dengan sopan.
"Terima kasih," Balas Gladien, pelayan itu tersenyum lalu meninggalkan Gladien sendiri didepan kamarnya.
Ia memijat pelipisnya agak sedikit sakit. Lalu ia memasuki kamarnya dan langsung berbaring diatas ranjang.
"Benar-benar hari yang panjang," Gumam Gladien sebelum benar-benar tertidur dengan pulas.
Pagi tiba, deringan ponsel membuat Gadis itu meringkuk dan meraba pakaiannya mencari ponsel.
"Bangunlah, hari ini jangan lupa, Jam sembilan," Ujar seseorang dari seberang telepon.
Mata Gladien akhirnya terbuka lebar, dan membaca nama seseorang yang kini tengah menelponnya.
Belum sempat dibalas, pintu kamar terbuka dan menampilkan tiga pelayan yang begitu cantik dan rapih kini memandang Gladien dengan tampilan berantakan.
"Ada apa?" Tanya Gladien, kepada mereka bertiga.
"Nyonya menyuruh kami untuk meriasmu nona," Ujar salah satu pelayan.
"Yah terserah kalian. Aku ingin mandi," Ucap Gladien.
Dengan malas Gladien berjalan kearah kamar mandi. Matanya sekilas membaca nametag mereka bertiga.
Setelah mandi, salah satu pelayan yang tadi datang kekamarnya, menyodorkan pakaian berwarna biru dongker yang sangat seksi, untuk Gladien pakai.
Cukup menguras waktu untuk merias Gladien yang notabennya jarang sekali memakai makeup.
"Kau sangat cantik, nona," Teresa - salah satu pelayan memuji gladien dan ia hanya melempar senyum pada ketiga pelayan yang membantunya tadi.
"Terima kasih," Ujar Gladien.
Setelah membantu Gladien merias diri, ketiga pelayan tadi keluar dan meninggalkan Gladien yang kini tengah menatap dirinya dipantulan cermin.
Sudah jam delapan lewat sepuluh menit. Gadis yang sudah bersiap-siap untuk pergi keacara ibunya itu sedikit mengelus dadanya dan berlatih untuk tidak gugup untuk nanti. Setelahnya, Gladien berjalan keluar untuk keruang utama yang digunakan untuk pesta pernikahan ibunya.
Hari ini semua orang tampak bersemangat. Saling berbicara dibelakang karena penampilan ibunya yang memakai baju pernikahan yang sangat pas ditubuhnya.
"Dia sangat cantik," Ujar salah satu perempuan yang tengah meminum - minuman yang sudah disediakan pihak hotel.
"Aku dengar anaknya sangat berprestasi."
Wajah Gladien langsung memerah, detak jantungnya semakin tidak bisa dikontrol. Bukan karena dengan ucapan perempuan yang sedang duduk bersama Gladien tadi. Namun, karena suara panggilan dari arah depan. Arah ibunya berada.
![](https://img.wattpad.com/cover/171481494-288-k869740.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pervert Brothers ( End ) Revisi
De Todo⚠️warning 18+ Kedua orang tuanya koma setelah pernikahan baru beberapa hari itu dijalankan dengan baik. Kejadian dimana kedua orang tuanya harus di rawat dirumah sakit membuat seorang gadis disalahkan begitu saja. Ketiga kakaknya yang benar-benar me...