•4

1.2K 191 17
                                    

Sicheng engga kuat melihat pemandangan di depannya.

Kun, dengan wajah yang berseri, sedang bercanda dengan Yukhei. Badannya dipeluk dari belakang oleh Taeil dan dipangkuannya terdapat Chenle yang ikut bercanda dengan para Gege-nya itu.

"Uwuwu Winwinie cemburu yaaa." Suara menyebalkan memutuskan kontak mata Sicheng dengan pemandangan panas itu. Sicheng merasakan pipinya dicubit dan dia tahu siapa manusia mengganggu itu.

"Diem Yuta-hyung." Kata Sicheng kecil, tapi mengintimidasi. Yuta tertawa, jelas menikmati penderitaan mantannya itu. Sicheng terpaksa harus duduk tepat bersebrangan dengan Kun saat makan bersama ini. Dan untuk memperburuk keadaan, Yuta kebetulan duduk di sebelahnya, membuat otaknya nyaris meledak di tempat.

"Emang belum minta maaf?"

"Udah ih..." Sicheng jadi malas melakukan apapun sekarang. Belasan makanan take out yang mereka rencanakan dimakan bersama langsung terasa eneg di perut Sicheng.

"Lah terus kok masih kayak gini? Atau jangan-jangan.." Yuta mendekat dan menempelkan dagunya di atas bahu Sicheng. "Kamu lebih milih aku daripada Kun ya."

"Ngimpi!" Sicheng menjatuhkan bahunya, sengaja agar Yuta terselip dari sana dan kepalanya membentur meja. Pizza yang ada di tangan Sicheng langsung dikembalikan ke dalam kotak, hanya satu gigitan yang menghiasinya. Beberapa orang memerhatikan Sicheng, sisanya sibuk berbicara sendiri.

Sicheng tidak peduli. Dia terlalu panas.

Berbeda dengan Kun, yang terlihat sudah berhenti berbicara. Dia melihat Sicheng dengan takut, dan kasihan.

"Sicheng.." panggil Kun kecil. Sangat kecil, bahkan hanya Chenle saja yang mendengarnya.

"Aku kenyang." Kata Sicheng datar dan bangun dari meja makan, berjalan ke arah kamarnya. Dia tahu pasti Taeyong bakal mengekori dirinya untuk memberinya nasihat atau sekedar menegur karena etikanya barusan, tapi Sicheng tidak peduli.

Ketika dia sampai di kamarnya, seseorang memegang tangannya. Meski Sicheng ragu kenapa tangan Taeyong tiba-tiba lembut begini, dia tetap berbicara.

"Udahlah hyung, aku nyerah. Mungkin Kun-ge udah engga mau sama aku lagi."

"Yakin?" Barulah ketika mendengar suara temannya yang sedikit berat itu, Sicheng menengok. Ada Jaehyun yang memegangnya.

"Yakin mau nyerah sama Kun-hyung? Kun-hyung yang baik itu? Kun-hyung yang selalu ada buat kita semua? Kun-hyung yang hanya mau memberikan gestur jilatan anak kucing kecil kepada pasangannya saat orang lain tidak melihat?"

Mata Sicheng membulat. Dia menatap Jaehyun tidak percaya.

"Iya. Iya aku liat. Engga, bukan aku doang yang liat. Iya, kita semua setuju engga akan ngomongin itu karena kita tahu betapa dahsyatnya Kun-hyung kalau ngambek. Dan ga, itu engga sekali terjadi. Ada pertanyaan lagi?" Terang Jaehyun seolah-olah dia mengerti apa saja yang ada di kepala Sicheng saat itu juga dan mampu menjawab semuanya. Jaehyun memegang kedua bahu Sicheng dan menatapnya dalam-dalam.

"Kamu engga boleh nyerah sama Kun-ge, karna Kun-ge juga sebenarnya masih sabar nungguin kamu."

Tiba-tiba wajah Kun muncul di pandangan Sicheng. Senyumannya. Tawanya. Cara bicaranya. Gesturnya. Badannya yang sedikit berisi. Harum shamponya. Rasa kulitnya saat menyentuh kulit Sicheng tanpa balutan apapun-

Tidak akan seumur hidup Sicheng mau menyerahkan semuanya itu kepada orang lain selain dirinya.

"Yaudah!" Entah dari mana datangnya semangat itu. Sicheng menggenggam keras tangan Jaehyun. "Ayo bantu aku!"

Perfume AftertasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang