•27

671 108 32
                                    

"Ha? Gila ya?!"

Mana mungkin Sicheng melakukannya 'kan? Dia pasti sudah gila. Apalagi dia berkata jujur seperti itu. Sicheng tidak berkata apapun, dan hanya menarik tangannya ke arah antrian.

"Kun-ge."

Kun mengangkat wajahnya dan melihat ke arah Sicheng. Sejak kapan mereka sudah berada di dalam kapsul? Kun menunduk dan menatap kopinya yang basah. Pasti es di dalamnya mencair.

Kenapa Kun merasa takut?

"Tadi cuman bercanda." Kata Sicheng langsung. Kun mendengus dan membuang mukanya, melihat ke arah pemandangan di luar.

"Tahu kok.."

"Kalau tahu kenapa takut?" Sicheng menyender di bangkunya. "Inget, di sini aku mencoba memperbaiki hubungan kita."

Kun cemberut dan mendecak.

"Jangan ngomong seolah-olah cuman kamu yang berusaha membuat hubungan ini tetap jalan, Sicheng." Dia berusaha sekali menahan kekesalannya. Dia pikir dia hebat? Kalimatnya tadi justru membuat Kun semakin kesal.

Sicheng sendiri malah ikut cemberut. Dia merasa tidak bersalah dengan perkataannya, karena memang itu tujuan dia membawa Kun jalan ke sini. Dia memegang tangan Kun paksa. "Kun-ge, liat aku."

Kun diam.

"Cepat liat aku."

Masih tidak bergerak. Sicheng mendengus. "Berusaha apanya. Kita sama-sama egois ternyata."

"Egois gimana? Aku egois di mana, Sicheng?" Ketika Kun melihat ke arah Sicheng, matanya sudah berkaca-kaca. Pasti susah menahan tangis sambil melihat pemandangan indah di luar.

Kenapa mulut Sicheng lebih cepat berbicara ketimbang otaknya untuk memproses?

Kapsul mereka mulai melambat. Setahunya, Ferris Wheels berputar tiga kali, di mana masing-masing kereta akan mendapat momennya di puncak dalam waktu tiga menit. Sicheng harus memanfaatkan kesempatan itu baik-baik.

Sayangnya, kenyataan tidak seperti itu.

Kapsulnya sudah berada di puncak, tapi Sicheng masih diam saja. Dia sendiri merasa kesal dengan dirinya, apa yang membuatnya susah mengeluarkan kata maaf dan menumpahkan semuanya?

Pada akhirnya, sejujurnya yang takut di sini cuman Sicheng aja.

Dia takut mengakui kalau dia menikmati ciumannya dengan Yuta saat itu. Dia takut mengakui kalau dirinya kapan saja bisa digantikan oleh orang lain. Dia takut, karena dia sadar banyak sekali yang dapat memperlakukan Kun dengan baik.

Pada akhirnya Sicheng terlalu lama berpikir. Kapsul berhenti, dan mereka turun. Kun menghapus air matanya dan berjalan duluan. Taman hiburan sudah sepi saat itu.

Sicheng yang melihat Kun berjalan pelan langsung jalan dan memegang tangannya.

"Aku minta maaf, ge. Kamu jangan nangis lagi."

Kun menggeleng dan menutup wajahnya. Dia sudah menangis ternyata.

"Nggak bisa. Aku sakit."

'Kan. Udah salah besar ini Sicheng.

"Kamu sakit karena aku? Aku minta maaf kalau gitu. Beneran. Udah aku nyerah, aku nggak mau kehilangan Gege. Aku takut."

"Bukan Win, ih.." Kun terisak kembali. "Aku sakit...aku sakit karena aku engga bisa kehilangan kamu. Aku egois, aku merasa kalau aku marah ke kamu, kamu bakal cemburu dan mengingatkan aku kalau aku cuman milik kamu seorang. Aku juga sakit karena aku engga bisa marah sama kamu."

Sicheng hatinya melembut. Memang benar oknum Qian Kun ini ada saja caranya untuk membuat Sicheng jadi tidak tega dan semakin menyayanginya. Dirasa juga Sicheng mulai lelah, kemudian dia memeluk Kun. Kun terisak di dadanya.

"Yaudah yaudah. Kita pulang aja sekarang."

"Ya emang mau pulang!" Sahut Kun kesal sambil memukul dada Sicheng. "Emang mau ke mana lagi?!" Loh, jadi marah gini dia. Aduh gemes jadinya.

"Ya siapa tahu kamu mau ke hotel apa gimana." Sicheng menyengir, kemudian dipukul kembali oleh Kun.

"Ngaco!" Wajah Kun sudah memerah kembali. Sicheng menempel kan keningnya pada milik Kun, dan dia Kun menatapnya. Sicheng membalas tatapannya dan tersenyum. Kun meneguk ludahnya, merasa gugup, namun ketika Sicheng memajukan bibirnya untuk mencium Kun, pemuda itu langsung tenang dan membalas ciuman Sicheng kembali. Dia bahkan sampai melingkarkan tangannya di leher Sicheng, dan Sicheng sendiri sudah memegang pinggang kekasihnya itu.

Kun melepas ciumannya terlebih dahulu karena dia baru ingat kalau mereka masih di luar. Sicheng tersenyum melihat wajah panik dan menggemaskan dari Kun. Dia memeluk Kun dan mencium lehernya.

"Yakin gak mau mampir ke hotel dulu?"

Perfume AftertasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang