•25

700 112 34
                                        

"Engga ngerti lagi deh sama kamu, Sicheng." Jaehyun mengurut hidungnya. Rasanya dia mau muntahin kembali kopi yang dia minum sebelumnya. "Mau kamu apa 'sih?"

"Aku cuman mau Kun-ge merhatiin aku aja. Itu doang. Susah banget emang?" Sicheng merentangkan badannya di atas kasur Jaehyun.

"Ya-" Jaehyun capek. Sicheng ini batu banget, rasanya mau Jaehyun pukul gitu aja sampai pingsan abis itu dicemplungkan ke dalam danau Toba. "Kamu tahu?" Jaehyun membuka smartphone nya dan mengecek sesuatu di dalam sana.

"Tiga hari lagi efek parfum itu bakal hilang."

"Terus? Baguslah." Sicheng engga perlu capek-capek lagi jadi pawang Kun. Nanti Kun bakal sama dia terus, ya 'kan.

Jaehyun mendecak.

"Kalau kamu engga bisa bikin hubungan kalian baik lagi kayak dulu, parfumnya bakal berefek kebalikan."

"HA?!" Sicheng langsung bangun. Matanya melotot, lebar gitu. "Boong ya?"

"Ngapain aku boongin kamu? Kurang kerjaan banget." Jaehyun cemberut. Lagi-lagi dikira pembohong, Jaehyun engga kayak gitu orangnya. "Dan siapa yang tahu, bisa jadi kali ini hubungan kalian engga cuman merenggang?"

Sicheng beneran melotot sekarang. Takut dia sekarang. Engga kebayang gimana jadinya hidup tanpa dimanjain Kun. Tanpa dicium Kun. Tanpa melihat senyum dalam hari-harinya. (Dasar lebay.)

"Yah Jaehyun gimana dong?"

"Tau ah. Kamu udah dibantuin waktu itu, malah egois lagi." Jaehyun melipat tangannya. Rasanya bantuan dia jadi sia-sia, 'kan.

"Jae- Jaehyun jangan gitu dong." Sicheng mengurut dadanya. "Aku panik nih."

"Terus? Kamu bikin Kun-hyung nangis, bahkan sampai nampar kamu. Kurang kejam apa kamu? Mau dimaafin kayak gimana lagi? Aku 'sih kalau jadi Kun males, lebih baik aku pergi ke orang yang bakal perlakukan aku lebih baik." Skak mat. Kata-kata Jaehyun benar-benar menusuk hati Sicheng yang batu itu. Eh tunggu, memang dia punya hati?

"Terus aku harus gimana Jaehyun?" Sicheng mengusap wajahnya. "Aku panik seriusan."

"Kamu panik baru sekarang? Haloo kemarin-kemarin ke mana aja?" Jaehyun menggelengkan kepalanya. Suruh siapa posesif banget 'kan ya? Namanya juga masih sepasang kekasih, harusnya Sicheng sadar dong kalau Kun juga punya privasi, punya bagian dari dalam dirinya yang mau egois, dan harusnya Sicheng sadar keberadaan dia bisa digantikan kapanpun Kun mau kalau Kun berani.

Sicheng memukul dadanya yang terus berdetak kencang. Dia ga bohong soal panik, dia berusaha menenangkan dirinya sekarang. Jaehyun sejujurnya kasihan melihat Sicheng, tapi ya bagaimana? Itu salah dia sendiri. Harus dia yang perbaiki sendiri. Cukuplah campur tangan Jaehyun sekarang.

"Minta maaf engga akan semudah itu, Win. Sadar dong kamu." Jaehyun menepuk pundak Sicheng dan mengelusnya. "Pelan-pelan ngomong sama Kun. Ajak dia pergi ke mana gitu. Tapi jangan jauh-jauh, dia mau debut soalnya."

Sicheng menghela nafas dan menutup matanya. Sebentar, Sicheng mau tidur dulu untuk mencerna otaknya.

"Hei, jangan tidur di kasurku!"

Ah.

.

.

.

Sicheng mengusap lehernya dengan kasar. Berulang kali dia mengangkat tangannya, namun diturunkan kembali. Banyak juga yang sudah melewatinya, namun tak ada satu pun yang berani mengganggu.

"Masuk mah masuk aja engga usah berdiri di depan gitu dong, ngeri."

Sicheng memplototi orang yang baru saja berbicara itu, "Apa 'sih Ten-hyung."

"Ya kamu yang apa? Ngapain di depan kamar Kun sama Lucas, hayo." Ten menyilangkan tangannya. Sicheng memutarkan bola matanya.

"Bukan urusan Ten-hyung, pergi sana."

"Heh bocah-" Ketika Ten akan mengangkat tangannya, tiba-tiba pintu di depan Sicheng terbuka. Ten mendengus dan pergi, pasti tidak ingin melihat drama lagi.

Sicheng melihat ke arah Yukhei yang berdiri di depannya dengan wajah was-was. Pasalnya wajah Yukhei sendiri seperti terlihat tidak suka melihat keberadaannya.

"Kenapa hyung?" Tanya Yukhei. Sicheng mengintip ke punggung Yukhei, gelap.

"Mana Kun-ge?"

"Nangis, engga mau ketemu siapapun."

"Termasuk aku juga?"

"Terutama hyung."

Sicheng memicingkan matanya. Apa-apaan ini. Benarkah sikapnya yang sebelumnya emang keterlaluan? Tapi dia 'kan yang ditampar. Dia yang.. ah yasudah lah, sepertinya emang dia yang bener-bener salah kali ini.

"Ya udah minggir, aku mau ketemu dia."

"Engga boleh." Yukhei menghalangi pintu dengan tubuh besar serta tangannya yang panjang.

"Kok gitu?" Sicheng tentu merasa tersinggung.

"Kun-ge yang bilang sendiri, kalau Win-ge engga boleh ketemu sama dia." Jawab Yukhei, sekarang alisnya sudah sedikit menukik.

"Yukhei, aku lagi engga bercanda. Buruan minggir."

"Ga bisa!"

Sicheng mendecak dan menggelitik Yukhei secara tiba-tiba, membuat wajah Yukhei yang garang berubah merah dan langsung tertawa lebar.

"GELI HYUNG GELI!" Yukhei sebenarnya tak masalah digelitik, tapi kelitikan itu adalah salah satu kelemahannya, yang membuat dapat tertawa hebat dan lelah kemudian. Sicheng tahu itu. Makanya Sicheng kelitik terus sampai akhirnya Yukhei terjatuh dan memeluk dirinya sendiri dan tertawa lemah. Sicheng tersenyum miring.

"Makanya jangan macem-macem." Sicheng pun berjalan masuk ke dalam dan menyalakan lampu. Kun yang sedang menggulung dalam selimutnya di atas kasurnya sendiri langsung bangun dan menatap Sicheng.

"Ngapain kamu di sini?" Tanya Kun, terdengar panik. Sicheng memutarkan bola matanya kemudian dia berjalan ke arah Kun dan mengangkatnya langsung setelah membuang selimut nya.

"Sicheng kamu mau ngapain?! Lepasin aku!" Kun berusaha bergerak tapi Sicheng udah keburu gotong dia di atas bahunya, kemudian pergi dari kamar itu. Mengabaikan Yukhei yang masih tergeletak di atas lantai karena masih merasakan geli di badannya.

Beberapa member ada yang menangkap pemandangan itu, namun tidak melakukan apapun karena merasa, yah, malas saja jika berurusan dengan Sicheng.

Sicheng membawa Kun serta sepatunya keluar, kemudian menurunkannya. Dia memegang tangan Kun agar tidak kabur, kemudian menjatuhkan sepatu milik Kun di depannya.

"Pake." Kata Sicheng singkat. Kun menatap sepatunya dengan sebal.

"Buat apa?"

"Oh, kamu mau nyeker? Atau lebih suka aku gendong kayak tadi?"

Kun langsung menggeleng. Enak saja, sakit tau digendong seperti tadi. Perutnya terkena bahu Sicheng yang bidang itu. Kun akhirnya memakai sepatu itu, kemudian memakai masker yang dikeluarkan Sicheng.

"Mau ke mana 'sih.. kenapa 'sih kamu engga sadar kalau aku kecewa sama kamu?" Tanya Kun ketika Sicheng mulai menarik tangannya untuk berjalan.

"Sadar kok aku. Makanya mau ngajak jalan, mau memperbaiki semuanya. Kun-ge mau 'kan?"

Kun cemberut.

"Kamu pikir dengan jalan-jalan bisa buat aku maafin kamu?"

Sicheng tersenyum di balik maskernya, kemudian mengusap rambut Kun, "Lihat aja nanti."

Perfume AftertasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang