Carl's house, New York.
Cahaya perlahan masuk dan mengusik tidurku. Perlahan tapi pasti, aku mendengar seseorang tidak berhenti memanggil namaku. Suara yang tidak asing dan terdengar khawatir.
Kubuka mataku perlahan dan rasa nyeri langsung berdenyut di kepalaku.
Ada apa ini.
Aku langsung bisa melihat Carl, Nyonya Sophia dan Tuan Addison sedang berdiri mengitariku.
"A--ada apa ini," kataku sembari berusaha bangkit dari kasur dan Carl refleks menopang tubuhku, sementara tangan yang lain mengubah posisi bantal sehingga aku dapat bersandar di sana.
Tuan Addison--yang mengenakan seragam dokternya--tersenyum kepadaku. "Kau memiliki masalah dengan vertigo, Sky." Ia merogoh sesuatu dari saku blazernya dan meletakkannya di atas meja belajar Ben. "Kuberikan kau obat untuk meredakan pening dan juga vitamin. Sebaiknya kau beristirahat dahulu disini sampai benar-benar merasa pulih," katanya ramah.
Akupun tentu mengangguk mengiyakan. "Terima kasih, Tuan Addison," tuturku.
Lalu Nyonya Sophia berjalan mendekat dan mengusap lenganku pelan. "Kalau begitu, beristirahatlah, Sky. Karena kami harus bergegas pergi." Ia kemudian melirik Carl yang ada di sebelahku. "Carl akan menjagamu. Iya, 'kan, Carl?"
Carl mendongak kaget dan menggambarkan kenapa-harus-aku melalui gerakan mulutnya, tapi Nyonya Sophia buru-buru melotot ke arahnya dan yang bisa dilakukan Carl adalah mengangguk pasrah.
Aku menatap Nyonya Sophia dan Tuan Addison bergantian. "Maaf sudah merepotkan kalian, Nyonya Sophia, Tuan Daniel."
Nyonya Sophiapun membalasnya dengan senyuman hangat di bibirnya. "Beristirahatlah, Sky." lalu berbalik meninggalkan kamar bersama Tuan Daniel Addison.
Yang menarik perhatianku setelahnya adalah ekspresi Carl yang dingin dan mencebik beberapa kali. Ia tampak menahan kesal di sebelahku.
"Ada apa, Carl?" Tanyaku penasaran.
Carl langsung menoleh dan kembali duduk di tepi jendela kamar Ben. "Bukan urusanmu." Ia menjawabku dengan ketus.
Tak lama setelahnya, suara deru mobil milik Tuan Addison dan Nyonya Sophia terdengar dari luar jendela Ben. Sepertinya mereka benar-benar sudah pergi menjauh dari rumah ini. Karena kudengar, suaranya semakin menghilang.
Akupun buru-buru bangkit dari ranjang dan menghentikan dramaku barusan. Ya, sejujurnya kepalaku tak lagi merasakan sakit dan aku langsung merapihkan pakaianku secepat mungkin. "Mereka sudah benar-benar pergi, bukan?"
Carl menengok ke bawah dan menatapku bingung. "Kurasa begitu. Kau mau kemana?"
Akupun mengetikkan pesan kepada rekanku, Jack, sebelum kembali pada iris cokelat Carl. "Kita harus bergegas, Carl. Surat itu mengarah pada pesan tersembunyi tentang ayahmu," tukasku tegas. "Ben pasti mengetahui sesuatu tentang ayahmu."
Namun Carl justru menekuk dahinya dalam dan menghampiriku. "Hey, kau ini baru siuman. Apa kau tahu, kau pingsan selama lebih dari semalaman? Aku tidak akan bertanggung jawab kalau kau pingsan di jalan, ya. Masa bodoh denganmu kalau itu terjadi," katanya ketus.
"Kita harus menemukan Ben atau setidaknya petunjuk yang mengarah pada lokasi Ben saat ini, Carl." Aku menegaskan setiap kalimatku padanya.
"Lalu apa rencanamu?" Carl mendengus kesal. "Kita bahkan tak tahu apa-apa."
Dan saat mati kami bertemu, kuputuskan untuk mengeluarkan sesuatu dari kantung pantsuitku yang sejak awal kusembunyikan.
Alat bantu Ben;yang ikut terselip di kolong meja belajar Ben.
Mata Carl membelalak tak percaya saat ia melihatnya sendiri. Iapun meraih alat bantu tersebut dan menatapnya geram. "Bagaimana ini terjadi ... Ah, Sial! Sudah kubilang, Ben pasti diculik," ucap Carl berapi-api. "Lalu, bagaimana sekarang? Kita harus menemukannya!"
Aku setuju dengan itu dan mengatakan kepadanya bahwa kemungkinan besar Daniel Addison mengetahui sesuatu tentang penculik Ben atau mungkin
.. dialah yang menculik Ben."Tidak mungkin, Sky," sanggahnya cepat. "Dia adalah seorang dokter yang sangat menjaga kredibilitasnya. Dia tidak mungkin melakukan sesuatu untuk mengotori nama baiknya sendiri, terutama setelah dirinya mengajukan diri untuk naik sebagai anggota dewan internasional kota New York."
Dahiku mengerut seketika. "Tuan Daniel berpolitik juga?"
"Ya, kupikir dia sedang berusaha untuk memperkaya dirinya sendiri atau apalah itu." Carl mengedikkan bahunya malas. "Aku tidak tahu dan tidak berniat tahu."
Akupun menarik napas berat dan menatapnya lurus-lurus. "Carl, kita harus bergerak cepat sekarang."
"Aku tahu. Tapi bagaimana?"
"Kita harus mencari tahu soal ayahmu dan baik buruk hasilnya nanti, kau harus menerimanya, Carl." []
T H E L O S T B R O T H E R
A Novel by :
Nurohima
~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Brother (TAMAT)
Mistério / SuspenseCarl Addison kehilangan adik laki-lakinya, Ben Addison tepat dua hari setelah ia dipecat dari pekerjaannya. Pihak kepolisian hampir menutup kasus yang dianggap sebagai kenakalan remaja biasa itu kalau saja Carl, tidak bersikukuh menyanggahnya dan me...