Kantor pusat kepolisian kota New York.
Aku tak dapat melepas pandanganku dari sisa uap panas yang mengepul pada permukaan cangkirku sore itu. Pahitnya bahkan tak lagi terkecap di lidahku karena pikiranku sedang kalut.
Mataku seolah buta dari sekitar dan telingaku mendadak penuh dengan suara-suara yang seperti keluar dari benakku sendiri setelah Carl berkata bahwa di halaman selanjutnya, Ben menulis, "Jangan percaya pada apa yang kau lihat. Kebenaran yang sesungguhnya berasal dari keyakinanmu sendiri, Carl."
"Aku tidak bisa memecahkan teka-teki ini," kataku bermonolog.
Sampai tiba-tiba seseorang duduk di hadapanku dan melambaikan tangannya tepat di depan wajahku. "Apa kau sedang sibuk, Sky?" Itu Jack. "Kau bahkan belum menyentuh kopimu sama sekali," ujarnya.
Jack tengah menggunakan kaus hitam polos super ketat yang membuat otot kekar dari brisep dan trisepnya tercetak jelas sore itu. "Apa keadaanmu baik-baik saja, Sky?" Dan aku hanya bisa tersenyum pahit untuk menanggapinya.
Tidak berminat berbicara dengannya saat itu.
Jack berdeham. "Omong-omong, kau sudah dengar kabar bahwa Tuan Paul menutup kasus hilangnya Ben Addison, bukan?" Jack mengangkat satu alisnya.
Aku mengangguk, tak terlalu menggubrisnya.
"Kurasa ini adalah waktu untukmu berhenti, Sky." Jack menatapku lurus-lurus. "Aku sangat mengkhawatirkanmu."
Aku balik memandangnya. "Aku tidak bisa, Jack."
"Kudengar Tuan Addison melakukan sesuatu terhadap Tuan Paul sehingga atasan kita itu menutup kasus ini." Jack mencondongkan tubuhnya padaku. "Kurasa mereka menyembunyikan konspirasi besar-besaran di dalam dan ini bukan hal yang baik untukmu."
Keningku berkerut dalam "Tapi kurasa aku akan tetap membantu Carl, sebagai seorang teman, kurasa," ucapku. "Aku memiliki hak untuk itu, bukan?"
Jack menghela napas berat dan menggeleng tak percaya di hadapanku. "Aku hanya tidak ingin kau dalam bahaya."
"Aku bisa menjaga diriku sendiri, Jack," timpalku lugas. "Jadi berhentilah mencemaskanku."
Lagi-lagi pria bermata kecokelatan itu hanya dapat mendengus pendek untuk meresponsku. Ia kemudian meletakkan selembar kertas di atas meja kerjaku.
"Apa ini?" tanyaku sembari meraih kertas tersebut dan mulai membacanya.
Jack menggumam pelan. "Aku tidak bisa membantu banyak. Tapi ini adalah catatan rekening koran dari kartu kredit Nyonya Sophia." Aku membulatkan mataku antusias. "Ada beberapa yang janggal dari catatan itu. Nyonya Sophia tampaknya membeli obat tidur dalam dosis yang banyak beberapa kali melalui situs daring dengan kartu kreditnya."
Aku meraih tangan Jack dan menggenggamnya. "Jack, kau sangat membantu. Terima kasih," kataku seraya tersenyum padanya.
Ia tampak hanya menyeringai tipis dan sirna seketika saat melanjutkan, "Berjanjilah padaku bahwa kau akan menjaga dirimu untukku, Sky."
Aku mengangguk cepat dan beranjak dari kursi. "Aku harus memastikan sesuatu," kataku memberi tahu.
Namun tubuh Jack tiba-tiba bangkit dari kursi. "Aku akan mengantarmu." dan mendekatiku.
"Tap--"
"Aku tidak menerima penolakan, Sky," potongnya.
Akhirnya, kuputuskan untuk menghargai Jack dengan membiarkannya ikut bersamaku. Kami berdua-pun menuju suatu tempat bernama Bone Town, tempat yang tertulis pada situs daring dalam rekening koran Nyonya Sophia.
Jaraknya sekitar tiga puluh menit dari kantor dan letaknya sangat terpencil. Ia bahkan tak berbentuk seperti sebuah bangunan komersil atau bahkan rumah sekalipun. Bangunan yang dipenuhi seng berkarat dan tembok yang separuhnya sudah mengelupas itu tampak lebih mirip seperti gudang bekas yang sudah lama ditinggali pemiliknya.
Tempat apa ini?
"Tempat ini lebih menyeramkan dari rumah hantu," kata Jack begitu kami berhenti di depannya.
Aku mengangguk cepat. "Ini benar-benar aneh. Mengapa seorang yang berkelas seperti Nyonya Sophia harus berurusan dengan tempat mengerikan seperti ini."
Kami kemudian turun dari mobil dan memperhatikan keadaan sekitar.
"Tidak ada kamera pengawas di sekitar sini," tukasku.
"Jalanan ini juga termasuk jalan alternatif yang tidak banyak dilalui orang," timpal Jack. "Rumah terdekat berada sekitar lima belas meter dari sini. Bukankan tempat ini cukup terasing jika dibandingkan dengan yang lain?"
Aku dan Jack saling melempar pandangan bingung. "Bagaimana Nyonya Sophia bisa tahu bahwa tempat, oh atau, gubuk tua ini menjual obat-obatan?" tanyaku serius.
Jack mengedikkan bahunya cepat. "Entahlah. Bagaimana jika kita masuk dan mencari tahu sendiri?" []
T H E L O S T B R O T H E R
A Novel by
Helloimaaa
~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Brother (TAMAT)
Tajemnica / ThrillerCarl Addison kehilangan adik laki-lakinya, Ben Addison tepat dua hari setelah ia dipecat dari pekerjaannya. Pihak kepolisian hampir menutup kasus yang dianggap sebagai kenakalan remaja biasa itu kalau saja Carl, tidak bersikukuh menyanggahnya dan me...