Sky's house, New York.
Aku bangun lebih awal pagi ini mengingat Sky dan aku sudah menyiapkan rencana lain semalam. Ya, sialnya mobil Sky tiba-tiba berhenti saat kami baru saja akan membuntuti ayahku dan pelacur itu.
Aku berusaha mati-matian untuk menahan diri agar tidak menemui Ayah dan menanyakannya langsung soal wanita semalam karena Sky yang memintanya.
Omong-omong, aku sudah siap dengan kaus hitam polos dan jaket kulit berwarna senada dengan denim jeans di depan rumah Sky. Rumah berlantai dua dengan dinding berdominan hijau tosca.
Setelah mengetuk pintu rumahnya dua-tiga kali, akhirnya Skypun muncul di hadapanku.
Tapi bukan itu yang menggangguku.
Sky terlihat masih mengenakan pakaian tidurnya yang berwarna merah muda dan rambut hazelnutnyapun terurai berantakan melewati pundaknya.
"Carl?"
"Sky?"
Kulihat dahi Sky menekuk seketika. "Apa yang kau lakukan di rumahku pagi-pagi begini, Carl?"
Apa? Dia bilang apa barusan?
Aku sontak mengangkat kedua alisku terkejut. Bagaimana dia bisa melupakan rencananya sendiri di saat seperti ini? "Apa kau sedang bercanda, Sky?" Aku bersedekap. "Kita membuat rencana tadi malam."
Namun Sky justru mengernyitkan keningnya heran. "Tadi malam?"
Mataku hampir lepas dari tempatnya saat melihat reaksi gadis bernetra biru di hadapanku. Dia seolah-olah sangat kebingungan dengan percakapan kami pagi itu. "Ada apa denganmu, Sky?" tanyaku hati-hati. "Kau terlihat agak... aneh."
Iris biru Sky mengembang perlahan, sementara kelopak tipis itu tampak berkedut pelan. Apakah Sky akan menangis? batinku. Kemudian aku buru-buru mengambil sikap dengan menatapnya lekat dan menarik napas panjang. "Begini, semalam ayahku...," Aku mengusap pelipisku pelan saat melihat reaksi Sky tak berubah. "Ah, sudahlah, sekarang sebaiknya kau naik ke motorku karena kita akan bergegas ke suatu tempat," tuturku cepat.
"Semalam mobilmu mogok, jadi kupikir akan lebih efektif membawa motor ini," sambungku. "Sebaiknya kau bergegas dan aku akan menunggu di sini."
Sky menganggukkan kepalanya meski kurasa dia tak sepenuhnya yakin dengan keputusannya barusan. Ia kemudian kembali masuk ke dalam rumahnya dan aku menunggu di atas motor hitamku.
Kurasa itu sekitar lima belas menit hingga Sky kembali dengan cardigan hitam panjang dan celana joggernya. Ia berlari ke arahku dan bisa kulihat ia juga membawa totebag abu-abu di pundaknya.
"Sudah siap, nona casual?"
Sky tersenyum tipis. "Aku ada jadwal yoga sebenarnya hari ini. Tapi kurasa itu bisa menunggu."
Ia kemudian bergerak naik ke motorku saat aku menyalakan mesinnya.
Entah apa yang membuatku berani, tiba-tiba tanganku bergerak menarik kedua tangannya dan melingkarkannya di perutku.
Oh, ini sungguh membuatku gugup dan nyaman di saat bersamaan.
"Carl?"
"Aku, ehm, hanya... hanya tidak ingin kau jatuh," kataku canggung.
Tanpa menunggu Sky kembali bersuara, buru-buru kutancapkan gas motorku menuju Golden School untuk menjalankan ide Sky tadi malam.
Jadi, kami berencana memeriksa ulang semua kegiatan Ben selama di sekolah termasuk teman-teman dan kegiatan ekstranya selama ia diluar pengawasanku.
Dan hanya membutuhkan sekitar sepuluh menit hingga kami sampai di depan bangunan berlantai dua yang dipenuhi kaca. Papan berlapis emas bertuliskan Golden School itupun juga terpampang di pelataran depan, menyambut kami.
"Lain kali, jangan ajak aku menaiki motormu lagi," protes Sky begitu ia turun dari motorku.
Bibirnya mengerucut seketika sementara tangannya sibuk merapihkan rambutnya yang berantakan. "Rambutku tampak seperti singa, bukan?"
Aku terkekeh geli dan menyampirkan helaian rambutnya yang jatuh ke telinga. "Jangan khawatir. Kau tetap akan terlihat cantik dengan rambut berantakanmu itu," godaku.
Dan Sky hanya mendengus pendek. "Menyebalkan."
Kemudian kami berjalan bersama menuju pintu masuk utama sekolah ini. "Rencananya adalah aku akan menemui Nyonya Shane terlebih dulu dan kau bisa mulai mengamati sekitar," kataku mengingatkannya.
Karena Sky sama sekali tidak terlihat ingat dengan rencananya tadi malam.
Aku jadi berpikir, seperti ada sesuatu yang aneh dengan Sky.
"Mari berpencar," tutur Sky dan aku mengangguk mengiyakan.
Ketika Sky sudah terlihat menjauh ke arah utara, seseorang tiba-tiba menepuk pundakku dari belakang. Begitu aku berbalik, aku menemukan seorang wanita paruh baya dengan rambut putihnya tengah tersenyum lembut padaku.
"Nyonya Shane."
"Carl, akhirnya kau datang juga," ujarnya lirih.
Sontak aku mengerutkan kening tak mengerti. "Apa kau sudah menungguku?"
Dan Nyonya Shane mengangguk pelan. "Bahkan sejak hari pertama saat kudengar kabar bahwa Ben menghilang dari rumah."
T H E L O S T B R O T H E R
A novel by
Nurohima
~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Brother (TAMAT)
Misteri / ThrillerCarl Addison kehilangan adik laki-lakinya, Ben Addison tepat dua hari setelah ia dipecat dari pekerjaannya. Pihak kepolisian hampir menutup kasus yang dianggap sebagai kenakalan remaja biasa itu kalau saja Carl, tidak bersikukuh menyanggahnya dan me...