Carl's house, New York.
Kami tenggelam dalam keheningan yang mengganggu. Tapi Carl lebih menunjukkan kekhawatiran pada raut mukanya yang lesu itu.
Kemudian aku beralih pada seorang Daniel Addison, yang kurasa memiliki peran besar dalam hilangnya korban. Aku mencoba menelisik kecurigaanku padanya yang tampak biasa saja sebagai seorang 'Ayah yang kehilangan anaknya'.
"Kenapa kau melihatku seperti itu, detektif?" Tuan Addison tiba-tiba menyadari kegiatanku.
Aku terkesiap tapi tak banyak bereaksi. Jack dan Hendrick yang tadinya sibuk merenung juga langsung menoleh ke arahku penasaran.
"Tidak. Aku hanya penasaran," kataku datar. "Bagaimana seorang ayah yang kehilangan anaknya, bisa sesantai dirimu, Tuan Addison?"
"Aku juga sangat ingin tahu soal itu," timpal Jack, setengah mendesak.
Aku memandangi semua orang bergantian. Tapi ekspresi Carl-lah yang paling mencolok. Ia mendongak, menatap ayahnya dengan serius. Menunggu jawaban yang rasanya dapat memuaskan kekesalannya saat itu.
Namun Tuan Addison hanya menghela napas panjang sebelum akhirnya menggeleng lemah. "Karena Ben bukan anak kandung kami," ucapnya sedih.
"Apa?!" Carl mengernyitkan kening dan bangkit dari sofa berwarna nude itu.
"Carl, tenanglah," pintaku padanya.
Tapi Carl justru mencebik kesal dan menunjuk wajah ayahnya. "Bagaimana kau melakukan ini kepada kami?! Kau tidak pernah memberi tahu aku dan Ibu soal ini!" Ia memekik, tapi masih berusaha menahan suaranya agar tak terdengar lebih keras lagi.
"Aku sudah mengetahuinya, Carl," sela Nyonya Sophia yang membuat keadaan Carl semakin tidak terkendali.
Ia menatap tajam ke arah Ayah dan Ibunya, lalu menyeka wajahnya frustrasi. "Jadi, selama ini dia bukan anak kandung kalian dan kalian merahasiakannya dariku?!" Carl mendengus kasar. "Apa aku tampak bodoh sekarang?"Kulihat Nyonya Sophia ikut bangkit dan berusaha mendekati anak sulungnya itu. "Carl, dengar penjelasan kami," tuturnya lirih.
"Penjelasan apa?!" balas Carl dengan nada tinggi. "Apa lagi yang harus kuketahui di sini?! Kalian membohongiku selama ini. Apa yang--"
"Karena kami mencintaimu, Carl," potong Nyonya Sophia yang kini mulai menitikkan air matanya.
Situasi yang memanas ini harus dihentikan. Aku buru-buru bangkit dan menengahi keduanya. "Mari kita bicarakan ini dengan cara yang lebih baik," ucapku hati-hati.
Namun tatapan nyalang dari iris cokelat kehitaman itu tak bergeming sedikitpun. Ia justru kembali menginterupsiku dan mendesak Nyonya Sophia, "Katakan padaku sekarang. Apa lagi kebohongan yang kalian simpan dariku."
"Hentikan, Carl!" Kali ini Tuan Addison yang bersuara. Ia mendongak, menatap istri dan anaknya bergantian tanpa beranjak dari sofa. "Sudah berapa kali kukatakan, bersikap baiklah di depan semua orang." Nada suaranya dalam dan mengintimidasi, membuat Carl justru semakin terpantik emosinya.
"Apa semua orang sangat berharga bagimu, Ayah?" Carl terdengar sarkas. "Sedangkan aku dan Ben tidak seberarti itu untukmu? Seberapa besar kau ingin mendapatkan simpati masyarakat dan mengorbankan kami? Hm?"
Jack berdeham. "Kurasa sudah cukup." Ia menatap Carl dan Tuan Addison bergantian. "Kami sedang melakukan penyelidikan di sini, bisakah kalian mengikuti prosedurnya dengan baik dan sedikit menghargai kami?"
"Prosedur katamu?" Carl mendelik sinis pada ayahnya sendiri. "Pria ini bahkan tidak peduli dengan hilangnya Ben. Apa kalian masih perlu melakukan itu sekarang?"
"Jaga mulutmu, Carl!" Tuan Addison bangkit dan menatap geram ke arah anak sulungnya itu.
"Sekarang, apa? Bukankah kalian berdua senang akhirnya Ben menghilang?" Carl melihat ayah dan ibunya dengan pandangan jijik. "Jadi kalian bisa berpisah dan kembali pada selingkuhan kalian."
"Dasar anak tidak tahu diri!" Tuan Addison berseru, hampir menampar pipi Carl jika saja Nyonya Sophia dan Jack tidak menahannya. "Harusnya kau bersyukur karena aku mau menampung anak busuk sepertimu di rumahku!"
Nyonya Sophia kembali terisak. "Cukup, Daniel. Hentikan semua ini."
"Kau juga bukan anak kandungku dan seharusnya kau menyadarinya sejak dulu!"
Beberapa saat kemudian, suasana mendadak hening. Tuan Addison tampak menyesali perkataannya, sedangkan Carl terlihat lebih muram kali ini.
Tuan Addison sesegera mungkin menghampiri Carl dan mencoba meraih lengannya. "Carl, maafkan aku. Aku tidak--"
Tapi Carl menarik tangannya kasar dari genggaman sang ayah. "Sekarang kita semua tahu kebenarannya." Lalu tubuhnya berlalu meninggalkan ruang tamu. Kurasa ia kembali ke kamarnya, karena suara pintu yang terbanting keras terdengar di lantai dua kemudian.
Nyonya Sophia jatuh terduduk di lantai dengan air mata yang terus mengalir. Sementara Tuan Addison mengusap wajahnya berkali-kali seraya kembali duduk di sofa.Aku dan Jack hanya saling melempar tatapan lega karena akhirnya perdebatan ini telah usai. Meski akhirnya, masalah ini berakhir dengan cara yang lebih rumit dan kompleks.
Aku baru saja menyandarkan punggungku di sofa dan menghela napas pendek, saat tiba-tiba Hendrick bangkit sambil menatap layar ponselnya. "Aku mendapat kabar bahwa seorang anak yang terluka parah ditemukan di depan rumah sakit beberapa menit yang lalu," katanya waspada.
Sontak aku dan Jack langsung melempar pandangan penuh arti. Aku bangkit dari sofa dan berkata, "Mungkin itu Ben. Ayo temukan dia!" []
T H E L O S T B R O T H E R
A Novel by
Nurohima
~Jangan lupa tinggalkan votes dan komen kalian ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Brother (TAMAT)
Misterio / SuspensoCarl Addison kehilangan adik laki-lakinya, Ben Addison tepat dua hari setelah ia dipecat dari pekerjaannya. Pihak kepolisian hampir menutup kasus yang dianggap sebagai kenakalan remaja biasa itu kalau saja Carl, tidak bersikukuh menyanggahnya dan me...