Day 3 - Meet up

2.8K 395 36
                                    

New York, 2018.

Aku menyesap batang rokokku yang ketiga, atau keempat. Entahlah. Jelas sekali, aku hanya membiarkan kepulan asapnya membawa semua beban di kepalaku menembus tirai keemasan yang baru diganti Ibu minggu lalu.

Aku sudah tidak peduli dengan betapa apek dan berantakannya kamarku.

Aku hanya ingin tinggal di dalamnya dan menjauh dari semua orang.

Kalender yang menggantung di dinding kamar memberi tahuku bahwa hari ini adalah hari ketiga setelah hilangnya Ben dari rumah dan hari kelima setelah aku kehilangan pekerjaanku.

Dan lihat? Polisi itu tidak kembali. Mereka sepertinya sudah mengubur kasus Ben dalam-dalam, seolah Ben memang tak pernah ada di dunia ini.

"Carl?" Tiba-tiba suara Ibu terdengar dari balik pintu. "Kau harus keluar dan makan. Ibu sudah menyiapkan sup wortel kesukaanmu," katanya parau.

Aku tahu dia sedih. Begitupula aku. Yang berbeda hanyalah dia dapat berpura-pura kuat, sementara aku tidak.

"Kumohon keluarlah," pintanya lirih.

Aku memang merasa kasihan padanya. Tapi aku tidak bisa keluar dan berpura-pura kuat di hadapannya.

Aku berbeda dengannya.

Ia mengetuk pintu kamarku beberapa kali;masih mencoba.

"Carl, kau harus makan dan menjaga dirimu sendiri," katanya lagi. "Kudengar akan ada detektif yang datang hari ini."

Aku menoleh ke pintu. Benarkah?

"Aku akan menunggumu di dapur, kurasa dia akan--"


Ting.. Tong..


Ting.. Tong..


Suara bel di rumahku tiba-tiba berbunyi. Perasaanku mendadak gugup. Itukah detektif yang akan menangani kasus Ben?

Aku buru-buru beranjak dari kasur dan meraih sweater abu yang kugantung di balik pintu dan keluar menyusul Ibu ke lantai bawah.

Namun aku tidak langsung menemui detektif itu dan memilih menunggu di tangga saat kudengar Ibu menyapanya--dengan akrab.

"Sky? Bagaimana kabarmu?"

Sky? Nama yang tak asing.

Benarkah itu detektif yang akan menangani kasus Ben? Tapi percakapan mereka justru terdengar seperti ramah-tamah seorang tetangga baru.

Aku hendak kembali ke kamarku, saat tiba-tiba Ibu muncul dan memergokiku. "Carl?"

Aku berbalik, menatapnya datar. "Aku... aku mau ke dapur," bohongku.

Namun Ibu justru tersenyum. "Turunlah, Carl. Kau harus menemui seseorang."

Seseorang?

Akupun memutuskan untuk memecah rasa penasaran ini dengan melangkahkan kakiku menuruni tangga dan menghampiri Ibu.

"Dia menunggumu di sofa," kata Ibu memberi tahu. "Lihat, dia bahkan membawakanmu susu segar dari kedai Paman Chuck." Ibu mengangkat kantung susu yang ada di tangannya ke udara. "Kau temui dia dulu, Ibu akan ke dapur menyiapkan ini. Bersikap baiklah kepadanya, Carl."

Dan tubuhnya yang ramping itu berlalu meninggalkanku yang masih memendam penasaran di dasar tangga. Mataku kontan menyisir sekeliling dan kulihat seseorang duduk di sofa.

Seorang gadis?

Apakah dia detektif yang akan menangani kasus Ben untukku atau hanya sekadar tetangga baru yang datang menyapa?

Akupun berjalan menghampirinya. Aku belum bisa melihat wajahnya karena dia tengah duduk membelakangiku.

Rambutnya berwarna hazel sepunggung dan dibiarkan terurai melewati kedua pundaknya.

Tampak tidak asing.

Aroma apel bercampur strawberry dari tubuhnya langsung menyeruak masuk ke indera penciumanku saat aku berdiri tepat di belakangnya.

"Hey," kataku.

Dan gadis itu menoleh cepat ke arahku.

Wajahnya seputih porselen, bibirnya terpoles pemerah bibir sementara kedua matanya sebiru langit.

Tapi bukan itu yang menarik perhatianku.

Gadis ini...

Bukankah dia...

"Bukankah kau adalah tetanggaku?"

T H E  L O S T  B R O T H E R
A Novel by
Nurohima
Update secepatnya hihi


The Lost Brother (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang