Pekerjaan Theo berjalan dengan baik, waktu terus berlalu dan pekerjaannya juga mulai menyusut. Ia menghela nafas kala tumpukan kertas yang kesekian telah selesai ia revisi, menandai kesalahan dan menaruhnya di tumpukan yang lain.
Selesai dengan tumpukan-tumpukan itu ia beralih ke PCnya, mengetik beberapa laporan bulanan yang nantinya akan ia laporkan ke atasannya sebagai bentuk kerja kerasnya.
Waktu berlalu hingga jarum pendek di jam tangannya menunjukkan angka 6 lebih 15 menit, beberapa menit lagi ia akan menjemput Arielnya. Entah mengapa jika memikirkan Arielnya rasa penatnya berangsur menciut. Ia merasa kembali segar lagi meski pekerjaannya masih membanjir.
"Maaf Theo, bisa kau bantu aku merevisi pekerjaan para anak magang? Tumpukan ini banyak sekali, aku tidak mampu untuk menyelesaikannya sendirian" teman yang berada di sebelah mejanya bersungut padanya. Menampakan wajah lelah yang sangat kentara, Theo tidak tega dan mau tidak mau menerimanya.
"Baik Crish, tapi aku tidak bisa banyak membantu. Jam 7 nanti aku harus pergi. Berikan bagianku" ujar Theo. Dengan wajah yang berbinar Crish memberikan beberapa tumpukan pada Theo dengan senyuman dan semangat yang berlebihan.
"Terimakasih Theo, ngomong-ngomong mau pergi kemana kau? Tidak biasanya kau memotong jam kerja" tanya temannya itu.
Tangan Theo bergerak lincah sambil membaca cepat, melingkari hal-hal yang salah dan beberapa penulisan yang kacau ia coret.
"Hanya melakukan pekerjaan di rumah, aku sudah meminta izin pada ketua devisi" jawabnya.
"Kau mendapatkan izin? Bagaimana caranya? Pria itu sangat keras kau tahu, apa kau membuatnya mabuk?" tanya Crish bertubi. Theo menggeleng sambil tertawa kecil.
"Tidak, trik seperti itu kurang ajar sekali. Aku hanya berbicara baik-baik dan .." ucapan Theo terhenti karena Crish melanjutkannya lebih dulu.
"Dan dia memberimu izin, hanya bicara baik-baik? Luar biasa sekali. Aku pernah berbicara baik-baik juga tapi tidak mendapatkan izin. Terpaksa aku mendapatkan jatah lembur karena izin ku di perhitungkan" begitu lanjut Crish.
"Apa alasanmu waktu itu?" tanya Theo kalem. Ia telah menyelesaikan lembar kedelapan dalam waktu singkat, karena ia ingin mengejar waktu sampai jam 7.
"Aku ingin merawat kucingku yang melahirkan kala itu, kau tahu Remora kucing persia yang waktu itu kuperlihatkan fotonya. Ia di hamili oleh kucing kampung sialan yang mampir ke rumahku waktu itu lalu menghamili Remora dan ketika Remora ingin melahirkan aku ingin membantunya, kemudian aku izin ke Bos, bukannya mendapat izin aku malah mendapatkan jatah lembur. Sial sekali" jelasnya panjang lebar. Tangannya juga turut merevisi hasil kerja anak magang yang sedang bekerja di perusahaan itu.
Theo yang mendengarkan hal itu tertawa pelan.
"Kau mengatakan lelucon itu di hadapannya? Berani sekali kau" ujar Theo. Crish pun balas tertawa mendengar pertanyaan dari teman di sebelahnya itu.
"Aku sungguh berani, tapi waktu itu aku juga khawatir pada Remora dan dengan nekat bernegoisasi dengan Bos" kata Crish.
"Sulit di percaya" balas Theo.
Dengan itu obrolan mereka berlanjut dengan obrolan yang seru. membahas banyak hal yang lucu dan menyenangkan. Theo banyak tertawa sambil menyelesaikan tugas tambahannya itu, begitu Crish yang terus mengucapkan banyak lelucon gila yang mampu membuat Theo terpingkal karena tertawa.
Tidak terasa jam menunjukkan pukul 7 kurang 15 menit. Lembaran dari tumpukan itu tinggal 12 lembar mungkin. Theo langsung berdiri, menyerahkan tumpukan yang telah ia revisi dan yang belum pada Crish. Ia menyimpun berkas yang perlu ia bawa pulang dan membereskan mejanya. Tasnya ia jinjing dan mantelnya ia sampirkan di tangannya.
"Maaf Crish, aku tidak bisa menyelesaikan sisanya. Aku harus pulang, sampai jumpa besok" ujar Theo seraya melambai. Ia juga memberi salam pada siapapun yang ia temui di devisinya.
Menaiki lift ia menekan tombol basement lalu menunggu dalam sabar. Lift itu terus turun, dan berhenti di beberapa lantai untuk menampung yang masuk. Di lantai 5 lift itu kembali berhenti. Lalu pria kaku yang sempat membuatnya berkeringat itu masuk. Ia belum menyadari bahwa ada salah satu bawahannya di sana. Theo memanfaatkan keadaan itu untuk berdiri di pojok lift lalu menunduk.
Ia tahu ia telah mendapatkan izin, tapi aneh rasanya bila ia harus bertemu atasannya itu di keadaan seperti ini. Ia hanya belum terbiasa, jelas ia masih canggung dengan keadaan ini.
Theo adalah seorang pegawai yang tidak akan pulang sebelum waktunya, setidak itu dulu ketika Ariel belum lahir dan masih dalam asuhan Jessica. Namun, sekarang Theo menjadi pribadi yang baru, ia merasa aneh karena ini adalah yang pertama untuknya.
Terlalu banyak pemikiran dalam otaknya membuatnya tidak sadar bahwa ada seseorang yang berdiri di sebelahnya. Pria kaku itu baru menyadari ketika seseorang yang dengan sengaja menghindar itu tertangkap ekor matanya. Ia merasa aneh namun juga lucu.
"Sudah ingin pulang?" tanya pria kaku itu. Theo terperanjat, tubuhnya langsung tegang begitu mendengar suara yang berat namun datar itu. Ia mendongak perlahan dan wajahnya meringis begitu melihat atasannya sedang memperhatikannya sedari tadi.
"Uhm.. Ya" jawabnya singkat.
"Berapa usia bayimu?" tanya Bosnya itu lagi. Theo mengernyit sebentar, aneh saja dengan atasannya yang penasaran dengan hidupnya.
"Ah.. dia masih 4 bulan" jawab Theo. Bosnya itu mengangguk saja sebagai jawaban.
"Dimana kau menitipkannya?" tanya bosnya lagi. Theo merasa terganggu, atasannya yang biasanya tidak banyak bicara itu kini malah banyak bertanya.
"Daycare di dekat sini saja, agar saya enak menjemput dan mengantarnya" jelas Theo. Atasannya itu hanya mangut-mangut saja mendengar jawaban Theo. Setelah itu ia maupun Theo tidak lagi bicara, mereka fokus pada lantai yang semakin turun dan turun.
Pada lantai ke 2 lift berhenti dan beberapa orang keluar dari lift setelah pintu itu terbuka termasuk pria kaku itu. Theo masih menunggu lift itu untuk kembali tertutup dan turun lagi, membawanya ke lantai yang ia tuju. Lagipula ia lega, keadaan canggungnya telah berakhir bersamaan dengan keluarnya pria itu tadi.
Sesampainya di lantai tujuannya ia keluar, agak terburu-buru ketika sadar bahwa jam 7 semakin lewat. Ia dengan langkah cepat menuju mobilnya sebelum akhirnya terhenti ketika mendengar dering dari ponselnya.
Ia mengernyit sesaat kala merogohkan saku celananya, ketika ponsel itu sampai di tangannya ia langsung mengangkat telpon itu. Display name yang tertera adalah Daycare, sudah di pastikan bahwa itu telpon peringatan untuk menjemput Ariel.
"Permisi tuan, apa benar ini orang tua Ariel?" tanya seseorang di seberang sana. Theo sudah was-was, seperti tahu di mana akhir dari obrolan itu.
"Ah, iya" jawab Theo singkat sambil terus berjalan menuju mobilnya. Setelah menemukan mobilnya ia langsung masuk ketempat kemudi, menginjak pedal gas dan memutar mobilnya. Setelah mobil itu sejalur dengan jalanan, ia semakin dalam menginjak pedalnya.
"Maaf menganggu waktu sibuk anda, tapi Ariel harus segera di jemput karena daycare akan segera tutup" jelas sang penelpon. Theo menghembuskan nafas berat.
"Ah, saya mengerti. Saya sedang dalam perjalanan, bisakah anda tunggu sebentar sampai saya sampai? Mungkin sekitar 10 menit" jawab Theo.
Penelpon itu memberikan jawaban "tentu" lalu menutup telponnya. Theo semakin fokus dengan laju kendaraannya sendiri. Ia tidak ingin membuat Arielnya menunggu.
Ariel tunggu Papa. Gumam Theo dalam hati.
TBC...
Bantu saya memperbaiki kesalahan dalam pengetikan. Sekian, semoga kalian menikmati..
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPA
General FictionTheo adalah seorang single Papa. Kesalahannya yang membawanya pada keadaan tersebut. Sehari-harinya ia hanya mengurus bayinya dan bekerja. Tidak ada satu hari yang ia lewatkan selain melakukan dua hal itu. Ia tidak tahu kalau masa lalu menyeretnya...