Theo sampai di apartemennya bersama kedua orang tunya. Ia menyeret kantung kantung belanjaannya yang bertambah banyak. Sebelum pulang ibunya kembali menyeretnya ke dalam supermarket. Mengambil beberapa bal popok, mainan, baju Ariel, kaus dan kemeja baru untuk Theo, serta makanan kesukaan Theo dengan jumlah yang banyak. Theo tidak habis fikir, ibunya selalu menjejalkan apapun yang ia lihat dan sekiranya Theo suka. Theo dan ayahnya hanya menggelengkan kepala, bahkan sang ayah terlihat beberapa kali memeriksa dompetnya. Takut takut kartu hitamnya tertinggal di rumah utama.
Ketika Theo mengingatkan untuk tidak terlalu berlebihan ibunya selalu mengancamnya dengan membawa nama bayinya. Theo tidak bisa menolak kala ibunya berkata bahwa jika asupan Theo tidak seimbang maka ibunya akan menyeret cucu pertamanya ke rumah utama dan membiarkan Theo di kota itu sendirian. Theo total tidak mau, bayinya adalah bagian dari dirinya. Ia tidak ingin berpisah barang beda kilometer dengan Ariel.
Wajah ayahnya tertekuk sambil ikut menenteng kantung belanjaan itu. Theo paham perasaan ayahnya. Sekarang ayah dan anak itu sedang menatap ke arah yang sama. Ke arah ibunya yang sedang bermain dengan Ariel. Begitu sampai ibunya meninggalkan ayah dan anak itu, ia menggendong Ariel sayang dan memanjakannya. Ibunya mulai bermain bersama Ariel, sesekali mengecupi pipinya gemas. Theo terenyuh, dan sang ayah yang berada di sebelahnya menatap ibunya penuh cinta. Sudah sejak lama istrinya tidak terlihat sebahagia itu. Semenjak anak semata wayang mereka memilih tinggal di kota sendirian demi mengejar mimpi.
Namun, bukan gelar dan piagam yang didapatkannya. Malah bayi berusia 5 bulan yang sangat lucu. Tak apa, ayahnya butuh makhluk menggemaskan dalam hidupnya yang monoton.
"Ayah, maaf" gumam Theo ketika masuk ke dalam dapur dan meletakkan bahan makanan di atas meja pantri. Ayahnya menggeleng sambil terkekeh.
"Untuk apa? Bayi yang kau hasilkan? Kita sudah membahasnya tadi, jangan khawatir. Aku dan Elein menyayanginya. Kau tidak perlu takut kami akan membecinya" ujar sang ayah sambil menepuk bahu anaknya.
"Bukan, bukan itu. Aku sudah paham tentang hal itu. Tapi ini-" kata Theo sambil menunjuk deretan kantung belanja. Ayahnya melihat ke arah telunjuk anaknya sebelum akhirnya tertawa lepas.
"Hey nak, jangankan ini. Saat kau masih sekolah dasar dan meminta mainan sialan seharga hampir separuh harga mobil pun aku berikan. Kau itu anakku, anakku satu satunya. Kau fikir untuk apa membangun perusahaan sampai bangunannya hampir membelah langit jika tidak ingin membahagiakan putra dan istriku tercinta" jawab sang ayah jumawa. Theo menggeleng, sifat yang paling ia kesal dari ayahnya muncul tiba tiba. Harusnya tadi ia tidak perlu bertanya atau sekedar meminta maaf.
"Ngomong-ngomong nak, mendekatlah sebentar. Ada yang ingin ku bicarakan" kata sang ayah. Theo mengernyit, ia menatap ayahnya. Tidak yakin namun langkahnya membawanya mendekat. Sang ayah mengambil posisi menyamping. Mendekatkan bibirnya dengan telinga sang anak, lalu menutup sekitarnya dengan kedua tangan.
"Bagaimana rasa menjebol seorang gadis? Ey, ayah tidak menyangka kau dewasa secepat itu nak. Jika bayinya menggemaskan seperti Ariel, berarti kau pintar mendapatkan paras wanita. Apa dia seksi?" tanya sang ayah. Theo menghirup nafas dalam sebelum akhirnya melepaskan suaranya ke permukaan.
"IBU!! AYAH BERTANYA PADAKU YANG TIDAK TIDAK!" teriak Theo yang membuat sang ayah sigap menutup mulut sang anak.
"KLEIIIIIN! BERHENTI BERTANYA YANG TIDAK TIDAK!!" jawab sang ibu dari ruang tamu membuat sang ayah menghela nafasnya.
"Hee, anak dan istri sama sama hebohnya" ujarnya sebelum akhirnya menyusul sang istri di ruang tamu.
Theo terkekeh di belakang ayahnya. Jujur ia rindu suasana rumah yang seperti ini. Dulu ketika ia masih menengah pertama, rumah rasanya sangat sesak dengan teriakan sang ibu dan tawa sang ayah serta rengekan Theo. Ayahnya memang sibuk setengah mati, sehingga waktu mereka berkumpul hanya pada malam hari. Di malam hari mereka masih sempat makan malam bersama dan menukar cerita. Theo anak yang penurut dulunya, entah mengapa ketika kuliah dia melenceng cukup jauh. Bahkan sampai menghamili seorang wanita. Ia menggeleng kan kepala sambil memasukkan bahan bahan makanan yang ia beli pada lemari dapur dan kulkasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPA
General FictionTheo adalah seorang single Papa. Kesalahannya yang membawanya pada keadaan tersebut. Sehari-harinya ia hanya mengurus bayinya dan bekerja. Tidak ada satu hari yang ia lewatkan selain melakukan dua hal itu. Ia tidak tahu kalau masa lalu menyeretnya...