PAPA [17] -Up To U-

5.5K 441 4
                                    

Theo di adili. Begitu sampai di kantor setelah menitipkan Ariel seseorang memberi tahunya. Ia di panggil oleh ketua devisi tanpa tahu kesalahannya. Ia belum pernah telat mengerjakan laporan atau apapun itu. Ia bekerja keras sejak menjadi seorang Papa. Jelas Theo tidak tahu apa kesalahannya.

Setelah meletakkan tas dan mantelnya ia berjalan ke arah ruangan ketua devisinya itu. Merasa tidak melakukan kesalahan apapun, Theo yakin itu hanya pembicaraan ringan tentang rapat atau semacamnya. Ia mengetuk pintu itu beberapa kali lalu mulai menekan gagang pintu sambil mendorongnya.

Atasannya itu sedang duduk dengan ekspresi datarnya. Tangannya bergerak lincah di atas keyboard PCnya. Saking fokusnya ia tidak merasa terganggu dengan kedatangan Theo.

Theo medekat lalu berdehem ketika tepat di depan meja atasannya itu. Ketua devisinya itu mendongakkan kepalanya lalu menatap Theo, memberikan gestur ringan untuk menyuruh Theo duduk. Atasannya itu menurunkan PCnya  agar tidak menghalangi tatapannya. Theo manarik nafasnya lalu bertanya.

"Apa ada hal penting sampai saya di panggil kemari?" tanyanya. Pria di depannya itu menatapnya tajam. Theo mengerutkan alisnya, ia masih tidak tahu apa kesalahannya sampai harus di tatap sebegitu tajamnya oleh atasannya.

"Kau menerima pesanku kan?" tanyanya. Theo mengangkat alisnya. "Semalam" lanjut pria di depannya itu. Theo makin bingung.

Ia mengingat-ingat. Semalam ia hanya mengirim pesan untuk Jessica di akun pribadi media sosialnya. Selain itu.. ah pesan email entah dari siapa. 

"Pesan yang mana?" tanya Theo memastikan. Pria itu menghela nafasnya lalu membuka PCnya. Menggesek tangannya di atas mousepad lalu memutar PCnya setelah mengklik berapa kali.

Theo melihat halaman awal email di PC itu. Ia melihat namanya dan sebuah pesan di bawahnya. Tanpa subjek dan pesan "Bagaimana keadaan putrimu?". Theo mengerutkan dahinya. Ia lupa bahwa orang ini juga tahu keadaannya sekarang. Theo tersenyum canggung begitu selesai melihat pesan itu.

"Maaf, saya tidak tahu itu anda" kata Theo. Pria itu membalik PCnya lagi. Lalu menjawab.

"Aku dengar putrimu sakit kemarin, jadi aku bertanya keadaannya. Jika masih sakit aku ingin menjenguknya" jelas pria itu. Theo melambaikan tangannya seraya memggeleng.

"Tidak, tidak perlu. Ia hanya demam, lagipula panasnya sudah turun. Bahkan ia sudah bisa tersenyum lagi bersama teman-temannya di daycare" kata Theo. Pria itu mengangguk sebagai jawaban.

"Ku fikir sakitnya parah sampai kau lupa izin langsung padaku." kata atasannya itu. Theo mengangguk, ia ingat betul kemarin tanpa fikir panjang langsung berdiri dari kursinya. Bahkan tidak membawa barang-barangnya dan membiarkan Crish yang menyampaikan izinnya.

"Maaf, kemarin saya sangat khawatir" jawab Theo sambil tertunduk. Bayangan ia di pecat masih berterbangan di kepalanya.

"Tidak masalah, selagi kau bisa memenuhi pekerjaanmu tanpa telat itu sudah cukup. Aku memberimu kebebasan tapi juga tanggung jawab. Kau adalah satu dari pengecualian dari peraturan yang ku buat" jelas pria itu. Theo memgangkat kepalanya, menatap atasannya itu.

"Anda yakin?" tanyanya. Pria itu mengangguk yakin.

"Tapi.. kenapa?" tanyanya lagi.

"Karena aku juga penasaran dengan hidupmu. Bagaimana rasanya punya seorang anak di usia muda sepertimu. Ah! Aku bahkan belum memilikinya walaupun satu" jelas atasannya itu. Theo mengerutkan alisnya. Hanya itu, hanya itu alasannya.

"Anda bercanda kan?" tanya Theo.

"Untuk apa aku bercanda?"

"Untuk mempermainkan saya. Menjadikan saya seolah-olah yang paling spesial di antara karyawan lainnya"

PAPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang