Chapter ini hanya chapter spesial. Tidak ada hubungannya dengan cerita inti kalaupun ada hanya akan ada detail kecilnya , ini hanya side part saja tidak lebih. Silahkan di nikmati dan semoga dapat menghibur kalian yang sedang bosan karena harus #dirumahaja.
***
Theo menghela nafas ketika Jessica dengan santainya mendobrak pintu apartemennya. Di kedua tangannya telah penuh oleh beberapa kantung belanja. Theo tidak mau ambil pusing dengan apa yang sedang di bawa oleh Mama dari anaknya itu.
Theo menguap, kala ia lihat jam di dinding masih menunjukkan pukul 7 pagi. Sungguh wanita yang berdedikasi, bahkan waktu saja di tekan habis olehnya. Suara berisik Jessica menggema sepanjang ruang tamu yang ia lewati. Theo mendesis, demi apapun tetangganya masih nyaman di kasur masing masing. Terlebih ini hari libur, orang bodoh mana yang menyia-nyiakan waktu libur paginya jika bukan untuk tidur.
"Jessica, pelankan suaramu. Ini masih pagi" desis Theo. Jessica mendengus, meletakkan kantung belanjaanya di samping sofa. Ia lalu pergi kedapur sebelum akhirnya keluar dengan segelas air.
"Dimana bayi cantikku?" tanyanya.
"Di kloset, aku menenggelamkannya semalam karena dia berisik" jawab Theo enggan. Mendengar hal itu Jessica melempar bantal sofa dengan sangat kuat ke arah Theo. Theo mengaduh nyaring dan menatap Jessica.
"Lucu sekali Theo, tidak cocok untukmu. Coba lagi nanti" katanya. Theo mendengus seraya mengusap tengkuknya yang hampir patah karena lemparan maut wanita itu.
"Dimana bayiku Theo? Atau kau mau yang lebih sakit?" ancamnya. Theo berdecak sebelum menjawab.
"Di kamar, mungkin sedang menikmati waktu mpoonya" jawab Theo sambil berjalan ke arah sofa, ia duduk di samping Jessica sebelum akhirnya menidurkan dirinya di sisi sofa yang kosong.
"Dia mpoo dan tidak menangis?" tanya Jessica agak terkejut.
"Banyak hal yang terjadi, dia bahkan tidak memangis jika penuh, dan hanya menjulurkan lidahnya ketika haus. Ah, bayiku yang pintar" jelas Theo. Jessica yang mendengar hal itu menghangat.
Sungguh, awalnya ia tidak yakin namun iya percaya. Theo tidak sebrengsek itu ingin membunuh bayi yang ia kandung. Jessica tahu persis jika Theo tidak akan tega. Maka dari itu ia dengan berani memberikan pilihan. Karena apapun pilihan yang ia berikan, Theo akan mengorbankan hidupnya untuk bertanggung jawab.
"Kau cukup handal sekarang, aku saja masih tidak tahu apa apa tentang mengurus bayi" kata Jessica setelah meneguk air di gelasnya.
"Aku pun, aku hanya tau cara menyayanginya. Tapi semakin kesini rasanya aneh jika rutinitas ku berubah barang sedikit. Ariel sudah menjadi komponen pentingnya. Aku menyukai kala harus memandikannya setiap pagi, lalu mengganti popoknya kala ia merasa penuh, memberinya susu kala ia haus. Atau hal lain yang melibatkannya" jelas Theo. Jessica menatap Theo kagum.
Ini kali ketiga Jessica merasa terpesona oleh pria di sampingnya. Semasa kuliah dulu, pria yang nyaris tertidur di sampingnya itu sudah menjadi primadona di kampusnya. Cerdas, tampan, cekatan, dan selalu perfeksionis di setiap kondisi. Jessica pun mengaku hanya orang bodoh saja yang tidak akan tertarik dengan Theo.
Dia yang juga menjadi primadona semasa kuliahpun merasa tertantang untuk mendekati Theo. Berbekal kemampuan komunikasi yang luar biasa cerdik, Jessica bisa mendekatinya. Bukan keinginannya bisa sampai mendapatkan Ariel di tengah pendekatannya dengan Theo.
Ia adalah wanita yang menjunjung tinggi kesuksesan di masa yang akan datang. Ia ingin bahagia dengan hasil jerih payahnya, ia ingin berkarir dan mengejar mimpinya setinggi yang bisa ia raih. Tujuannya mendekati Theo adalah sebagai batu loncatan. Namun, ia tidak pernah tahu jika kecelakaan bisa terjadi dengan begitu cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPA
General FictionTheo adalah seorang single Papa. Kesalahannya yang membawanya pada keadaan tersebut. Sehari-harinya ia hanya mengurus bayinya dan bekerja. Tidak ada satu hari yang ia lewatkan selain melakukan dua hal itu. Ia tidak tahu kalau masa lalu menyeretnya...