Pekerjaan Theo berantakan. Sejak keluar dari ruangan bosnya ia menjadi tidak fokus dan malas bekerja. Semua mata para karyawan yang satu devisi dengannya menatapnya dengan tatapan pilu. Bagaimana bisa seorang yang rajin seperti Theo mendapat teguran dari bos kaku itu?. Begitu pikir mereka.
Bagi mereka Theo adalah pria yang agak pendiam dan pekerja keras. Mereka selalu melihat Theo dalam keadaan yang paling sempurna. Tidak pernah terlambat kecuali pagi tadi, tidak pernah mengulur waktu hanya untuk mengumpul laporan, setiap meeting Theo selalu memberikan ide cemerlang yang dapat merubah pergerakan lambat di devisi mereka. Theo itu seperti sari terdalam dalam sebuah buah. Dan betapa teganya atasannya itu mencampuri sari murni itu dengan apapun yang ia katakan.
Mendadak satu devisi membenci pemimpin mereka.
Theo termenung di tempat duduknya. Ia menatap ponselnya yang bersandar pada PCnya. Di dalam ponselnya ada sebuah gambar Ariel kecilnya. Gambar itu ketika Arielnya masih berusia 2 bulan dan Jessica tidak sengaja mengambilnya bertepatan dengan Ariel yang tersenyum menunjukkan gusi merahnya. Setiap kali Theo melihat gambar penuh gula itu ia merasa damai dan tenang. Satu-satunya hal yang membuat Theo bertahan. Sebuah kesalahan yang tidak pernah ia sesali, sebuah kesalahan yang tidak pernah ia benci. Arielnya adalah dunianya.
Lama Theo manatap gambar itu sampai rasa hangat di hatinya mulai terasa. Ia tersenyum lembut dan fikirannya melayang pada bayi mungilnya yang mungkin saja sedang bermain dengan gadis kecil yang kemarin. Theo ingin cepat pulang lalu bermain dengan Arielnya. Ketika memikirkan pulang dan bayinya mendadak semangatnya terbakar. Ia mulai mengambil ponselnya, mencium layar itu sebentar lalu menidurkannya. Setelah mengantongi ponselnya ia mulai menyalakan PCnya dan mulai mengetik laporan miliknya. Sesekali ia membantu Crish untuk merevisi pekerjaan mahasiswa magang.
Melihat perubahan Theo, Crish tidak bertanya. Crish tahu Theo adalah orang yang moody. Mungkin saja atasan mereka membicarakan hal yang sensitif sampai Theo merasa kacau seperti tadi. Lalu entah apa yang Theo lakukan, ia kembali menjadi dirinya yang biasanya. Crish senang akan hal itu. Wajah Unmood Theo benar-benar mengerikan. Wajah manisnya itu menekuk, ujung matanya yang agak lancip itu menekuk kebawah, pangkal hidungnya mengerut, bibirnya berkedut, dan bola matanya agak memerah. Itu tampilan Theo yang paling mengerikan, memang jarang terlihat tapi lebih baik jika memang tidak terlihat sama sekali. Karena sejujurnya, Theo tidak cocok untuk bersedih. Wajahnya terlalu santai untuk melakukan hal yang seperti itu.
Waktu berlalu dan Theo kembali di sibuki dengan banyak hal. Membuat laporan adalah hal yang ia prioritas kan. Karena ketika laporan bulanan selesai ia akan merasa bebas dan dapat membantu karyawan lain untu menyelesaikan pekerjaan mereka. Theo memang gila bekerja. Semenjak punya Ariel di hidupnya yang ia kenal hanya bekerja, mencari uang untuknya dan Arielnya. Hanya itu, hanya itu.
Asik mengetik laporan di PCnya Theo di kejutkan dengan dering ponselnya. Agak terburu ketika mengambil ponsel yang ia kantongi di kantung celananya. celananya memang agak sesak, dan menarik benda kotak itu memang agak susah. Ketika sudah mendapatkan ponselnya, ia melihat dial nama yang ada di layar.
Di sana tertulis DAYCARE dengan huruf balok, tujuannya agar ketika mendapat telpon dari dial ini Theo akan langsung menjawabnya tanpa pikir panjang meskipun masih dalam jam kerjanya. Ia mengangkat telpon itu. Theo hanya berfikir santai, mungkin persediaan popok yang sering di gunakan Ariel habis, atau asinya sudah tandas, atau hal lainnya.
Theo selalu menganggap daycare akan selalu menjaga anaknya dari hal apapun. Theo percaya karena dari staf maupun anak-anak yang di titipkan di sana terlihat dari keluarga yang baik-baik dan tidak kacau. Jarang ada anak yang berkelahi karena para pengasuh melakukan tugas mereka dengan baik meskipun Theo yakin bayarannya tidak sebanding. Biasanya yang bekerja sebagai pengasuh adalah seorang wanita atau pria yang memiliki hati yang lembut dan pemikiran yang cerdik. Dan menjadi orang seperti itu sangat sulit.
Theo selalu mencoba menjadi peribadi Papa yang lembut seperti yang di lakukan pengasuh laki-laki di daycare itu. Ia mencoba dan terus mencoba. Memang kelihatannya mudah namun ketika di praktikan cukup sulit. Meskipun Arielnya belum bisa apa-apa, ia hanya ingin berlatih. Agar ketika Arielnya sedang dalam masa membangkannya Theo bisa memperingatkan dengan bahasa lembutnya.
Theo mengangkat telpon itu dengan perasaan yang biasa saja, karena ia yakin apa yang akan di sampaikan oleh penelpon di daycare adalah keperluan Ariel yang habis. Popok yang di sediakan di daycare mungkin saja tidak cocok dengan Arielnya.
"Benar ini Tuan Theo Papanya Ariel?" tanya orang itu di sebrang dengan suara yang menggebu. Theo mendengar ada hal yang tidak beres di sini, ia berusaha setenang mungkin menjawab.
"Iya, saya sendiri" jawabnya. Penelpon itu menghela nafasnya lalu melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan.
"Maaf mengganggu waktu anda Tuan, tapi ini sungguh mendesak. Ariel tiba-tiba demam, kami pihak daycare tidak tahu apa yang menjadi penyebab Ariel demam. Kami baru menyadari Ariel demam ketika ingin memberikannya susu. Maaf atas keterlambatan kami memberi kabar. Jika tidak menganggu kesibukan anda-- " Theo memutus telpon begitu saja. Mendadak fikirannya di penuhi oleh bayi kecilnya.
Arielnya sakit.
Bayi kecilnya sakit.
Putrinya sakit.
Ini pertama kalinya dalam 4 bulan kehidupan Ariel, Ariel sakit. Theo tidak mungkin tidak khawatir. Ketika pertama kali sakit bayinya itu sedang jauh darinya. Theo merasa menyesal begitu saja. Ia seperti Papa yang tidak berguna sama sekali, bahkan ketika bayinya sakit ia malah bekerja.
Ia sontak berdiri dan menyambar kunci mobil serta dompet dan ponselnya. Crish yang melihat keburu-buruan teman di sebelahnya hanya bisa mengerutkan alis. Theo terlihat kalut lagi setelah sekian lama ia terlihat baik-baik saja hari ini. Papa muda itu berjalan agak cepat hampir berlari. Belum mencapai pintu keluar Crish memanggil namanya.
"Theo!"
Theo menoleh dengan cepat dan menunjukkan wajah cepatlah aku terburu-buru .
"Ada apa? Mengapa kau terburu-buru?" tanya Crish lagi. Theo berbalik melanjutkan jalannya tadi, sambil berjalan ia menjawab pertanyaan Crish.
"Bayiku demam Crish, ia butuh aku" katanya lalu menghilang di balik pintu keluar.
Crish membatu sesaat. Tadi Theo bilang bayinya. Kapan?, kenapa?, bagaimana?, siapa?. Banyak pertanyaan di dalam kepalanya saat ini. Ia tahu itu bukan urusannya sama sekali, tapi sungguh Crish penasaran setengah mati.
Theo memang terlihat seperti introvert. Banyak yang tidak bisa menebak apa isi kepala pria muda berusia 24 tahun itu. Ia terlihat santai dari luar namun orang tidak tahu apa isi kepala dan hatinya. Banyak yang mengira Theo hanya gila bekerja dan kehidupannya sebatas rumah dan kantor. Ketika tahu Theo sudah punya seorang bayi mendadak Crish gagal menjadi seorang teman yang baik. Bukan karena apapun yang Theo lakukan hingga ia mendapatkan seorang anak, tapi bagaimana beratnya mengurus anak yang pastinya Theo lakukan seorang diri.
Dengan itu ia berusaha menjadi berguna. Theo sudah banyak membantunya, kini giliran dia yang membantu Theo. Ia berjalan menuju ruang ketua devisi, mengetuk pintunya. Dan setelah mendapatkan izin ia masuk.
"Maaf menganggu Bos, saya hanya ingin menyampaikan bahwa Theo Mc'Coline izin keluar sebentar. Saya tidak tahu apa masalahnya tapi ia bilang bayinya sakit. Saya hanya ingin menyampaikan itu" katanya lalu pamit dari sana.
Setidaknya hanya sebatas itu saja bantuannya. Ia tidak bisa membantu banyak karena ia hanya seorang teman sekantor saja. Kehidupan pribadi tidak ada sangkut pautnya.
TBC...
Bantu saya menemukan kesalahan dalam pengetikan.
Terimakasih sudah menunggu. Semoga chapter ini bisa menemani kalian dalam menunggu waktu berbuka. Sekian..
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPA
General FictionTheo adalah seorang single Papa. Kesalahannya yang membawanya pada keadaan tersebut. Sehari-harinya ia hanya mengurus bayinya dan bekerja. Tidak ada satu hari yang ia lewatkan selain melakukan dua hal itu. Ia tidak tahu kalau masa lalu menyeretnya...