"Bye Ariel, bye Papana Ariel" seru salah satu gadis itu ketika pintu daycare terbuka dan sapaan lembut bernanda rindu menyapa gadis tersebut. Theo melambaikan tangannya dan menuntun Ariel untuk melambaikan tangan juga dengan tangan sebelahnya.
Nyaris setengah jam Theo terjebak di daycare bersama gadis gadis manis yang tidak hentinya bermain. Mereka memainkan segala permainan yang ada di daycare, entah boneka atau masak masakan.
Theo memperhatikan mereka tanpa maksud mengganggu, namun gadis gadis tersebut malah melibatkan Theo dalam semua permainan mereka. Karena posisi Theo di sini sebagai perantara antara gadis gadis manis itu dengan Ariel.
"Papana Aliel tolong belitahu Aliel apa dia ingin memakan masakan yang ku masak?" tanya gadis manis yang berkulit gelap. Theo tersenyum dan mengangguk. Tidak tega mempermainkan imajinasi gadis manis itu.
"Anak Papa, ingin masakan yang di masak Marie atau tidak?" tanya Theo lembut ke Ariel, Ariel tidak menjawab. Hanya ber ta ria saja. Theo menyimpulkan sendiri lalu memberitahu gadis manis itu.
"Marie, Ariel bilang dia ingin" katanya. Marie tersenyum dan melakukannya dengan semangat. Memotong sayur plastik dengan pisau plastik. Cukup lama gadis itu sibuk dengan kegiatannya sendiri, Theo hanya tersenyum setiap gadis itu mengoceh tentang resep yang ia buat.
"Kau tidak pulang? Lagipula tinggal Marie, ia tidak akan menangis jika Ariel pulang" tanya seseorang. Theo menoleh sambil menaikkan kacamatanya yang melorot dan tersenyum pada suster tomboy itu.
"Tidak, aku sudah berjanji padanya" jawabnya singkat. Suster tomboy itu menghela nafas, lantas duduk di sebelahnya, mengambil alih Ariel tanpa persetujuan Theo. Theo terdiam, namun membiarkannya.
"Marie akan mengerti, lagipula suster Diana akan mengurus sisanya. Ya kan bayi manis?" gumamnya pada Ariel. Theo masih pada pendiriannya. Ia telah berjanji dan ia tidak ingin menginkari, terutama pada seorang anak. Karena bisa saja janji sekecil apapun akan berbekas dalam ingatan mereka jika di ingkari.
"Tak apa, aku akan menunggu. Lagi pula sudah biasa kan Ariel pulang paling larut" jawabnya. Suster itu mengangguk sambil menciumi pipi gadis kecilnya. Ariel tertawa karena perlakuan suster itu. Di luar penampilannya yang barbar, gadis itu sangat penyayang.
"Kau bisa juga bercanda dengan anak anak" guman Theo. Suster itu mendongak menatap Theo dan mengerutkan alis.
"Permisi, aku akan di tendang dari daycare ini jika tidak bisa bersikap dengan anak anak" jawabnya. Theo terkekeh menanggapi. Suster itu masih saja sibuk bercanda dengan Ariel. Theo memperhatikan sekelilingnya dan tatapannya jatuh pada Marie yang sudah siap dengan piring serta sayuran utuh dari plastik.
Anak itu berjalan dengan hati hati agar makanan hasil karyanya tidak terjatuh. Theo terkekeh, bangun dan membantu Marie dengan piring plastiknya.
"Wah, kau sudah berjuang. Terimakasih makanannya, Ariel pasti suka" ujar Theo. Marie tersenyum senang dan menjawab dengan penuh semangat.
"Aku..aku menambahkan aspalagus di dalamnya, telus..telus aku juga menaluh cincangan bawang putih agal halum. Aku biasakan?" jelasnya. Theo mengangguk paham, lalu menjawab.
"Ariel sedang bermain dengan suster itu, bagaimana kalau ku cicipi terlebih dahulu?" tanyanya. Marie menimbang, lalu tidak lama mengangguk mengiyakan.
Theo mengambil sedok plastik yabg ukurannya tidak lebih panjang dari jari telunjuknya. Pura-pura memotong asparagus plastik itu lalu melayangkan sendok plastik berisi angin itu kemulutnya. Mengunyah 2 kali lalu berekspresi berlebih. Membuat Marie terkekeh dengan tingkah Theo.
"Luar biasa Marie, rasanya sangat luar biasa. Ariel harus mencicipi ini" katanya. Marie mengangguk semangat dan menunjuk Ariel yang tengah tertawa bersama suster tomboy itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPA
General FictionTheo adalah seorang single Papa. Kesalahannya yang membawanya pada keadaan tersebut. Sehari-harinya ia hanya mengurus bayinya dan bekerja. Tidak ada satu hari yang ia lewatkan selain melakukan dua hal itu. Ia tidak tahu kalau masa lalu menyeretnya...