"Semua masalah pasti ada jalan keluarnya, sabar itu kuncinya untuk menyelesaikan masalah"
-Icis-》》》》
Author:
Devih_LestariHappy reading!
Kalau masih ada typo, mohon koreksinya👃》》》》
Pulang sekolah tidak membuat Vei senang. Karena Vei tidak ingin pulang ke rumah yang mana ada orang asing di dalamnya. Namun, sore ini Vei tidak tahu harus ke mana, maka pulang lah satu-satu nya yang harus Vei lakukan.
Vei mengucapkan salam ketika masuk rumah. Balasan salam pun Vei terima dari Bibi Yuni yang baru saja turun dari undakan tangga.
"Loh Vei, kok baru pulang? Ayasha sudah dari tadi loh pulangnya."
"Jangan sok perhatian." balas Vei dengan kejam sambil menatap tajam wanita paruh baya itu.
"Eh, Lo jangan kurang ajar ya! mama gue nanya baik-baik." serobot Ayasha yang tidak terima ibunya diperlakukan seperti itu dari atas tangga teratas.
"Urusin aja mama Lo yang sok perhatian itu." tanpa peduli perasaan Bibi Yuni, Vei pun melenggang pergi menaiki tangga.
"Yaakkk!" teriakan marah Ayasha yang tidak di pedulikan oleh Vei.
"Udah Aya... mama nggak papa kok. Mungkin Vei lagi capek aja" tenang Bibi Yuni kepada anaknya. Semakin membuat Vei muak.
"Cihh..." desisan Vei yang merasa perhatian bibi Yuni itu palsu. Dengan keras Vei menabrakan bahu nya pada Ayasha yang Vei lewati.
"Dasar gak tahu diri! Udah di perhatiin malah ini balasan Lo?!" marah Ayasha.
"Udah Aya... nggak papa. Mending kamu bantu mama masak buat makan malam." sepertinya Bibi Yuni tidak ingin memancing keributan. Namun Vei merasa apapun yang keluar dari mulut wanita tua itu adalah palsu.
"Dia itu ngeselin Ma. Ngapain lagi malah baik sama dia, dia nya aja gak tahu diri." Sungut Ayasha sambil menuruni undakan tangga. Vei yang masih mendengar itu hanya menyungging kan senyum sinis. Vei benci mereka.
》》》》
Ketukan di pintu kamar Vei, mengganggu konsentrasi Vei yang sedang belajar. Dia memang sudah memberontak, di kelas pun malah memilih tidur. Tapi Vei masih belajar jika di dalam kamarnya, Vei.. hanya tidak ingin siapa pun melihatnya. Melihat dirinya belajar. Ingat, dia sedang memberontak. Tapi Vei tidak ingin menjadi bodoh begitu saja.
"Vei... ini Ayah. Ayah masuk ya.." meski tidak di jawab, Vei tahu ayahnya akan tetap masuk. Tidak peduli kalau ayahnya akan melihatnya sedang memegang buku, Vei tetap mencoba fokus pada buku dan pulpen yang digenggamnya.
Suara pintu di buka terdengar oleh Vei yang duduk di depan meja belajarnya itu.
"Kamu lagi belajar? Ayah mengganggu ya?" tanya ayah yang tetap tidak di jawab Vei, mencoba fokus dengan buku pelajaran. Vei mengabaikan ayahnya, Ia merasa ayahnya mendekat ke arahnya saat ini.
Terdengar jelas derap langkahnya yang ringkih namun pasti. Pegangan Vei semakin kuat pada pulpennya. Kini Vei benar-benar merasa ayahnya telah berada di sampingnya.
"Masih belajar? Udah waktu nya makan malam. Kamu makan dulu ya...?" pinta ayahnya dengan pelan membelai puncak rambutnya.
Perlakuan itu yang membuat Vei memejamkan mata keras. Hal ini mengingatkannya pada ibunya.Dulu, ibunya yang selalu datang mengingatkan nya makan malam dan ini juga yang selalu ibunya lakukan padanya, membelai puncak rambutnya.
"Kamu makan dulu ya..."
"Nggak...." balas Vei dengan suara bergetar.
"Kenapa?" entah jawabannya atau suaranya yang kini bergetar yang tengah ayahnya tanyakan.
"Nggak. Kalau mereka masih ada di sana." jawab Vei dengan pasti smabil menatap tajam ke depan. Yang dibayangkannya adalah wajah Bibi Yuni dan Ayasha, Vei mengeraskan hatinya.
"Mereka? maksud kamu Yuni sama Ayasha? Kamu jangan begitu.. mereka kini menjadi keluarga kita." jelas Ayahnya, mencoba menenangkan.
"Nggak." Vei melepaskan tangan kasar ayahnya yang masih berada di puncak kepalanya . "Vei nggak akan pernah nganggap mereka keluarga. Itu karena mereka memang bukan keluarga Vei." sentak Vei begitu kasar. Hatinya bergemuruh menahan marah.
"Vei!!! Jaga ucapanmu! Ayah sudah menikah dengan Yuni. Artinya, dia juga udah jadi keluarga kita. Dia ibumu!"
"Nggak! Dia bukan ibu ataupun siapa bagi Vei." mata Vei memerah. Ibunya hanya satu. Wanita tua yang ada di bawah sana bukanlah ibunya.
"ini yang Vei nggak suka. Kenapa ayah nikah lagi?!" tanya Vei keras meminta penjelasan. Dia benar-benar tidak mengerti ayahnya."Ini juga buat kamu Vei... Kamu butuh seorang Ibu."
"Nggak!" balas Vei dengan cepat. Ia menatap nyalang ke mata ayahnya. "Vei nggak butuh mama lagi. Mama udah pergi. Gak ada yang bisa gantiin mama buat Vei. Termasuk dia." lanjutnya sambil menekankan setiap kata yang keluar. Vei ingin ayahnya tahu, bahwa dia memang tidak pernah dan tidak akan pernah suka dengan keputusan gila ayahnya ini.
"Veiii!" sentak Ayahnya, Ia begitu tak percaya bahwa Vei bisa bersikap seperti ini.
"Vei benci ayah. Vei tahu, ayah menikah lagi karna tidak mencintai mama. Makanya ayah dengan gampangnya menikah lagi. Vei benci ayahhh!" teriak Vei dengan keras sambil menahan tangis. Vei tidak ingin mempercayai apa yang Ia katakan.
"Veiii jaga ucapanmu!"
"Pergi! Ayah pergii! Vei nggak mau ketemu Ayah! temuin aja keluarga ayah. Vei benci!" dengan perasaan marah dan tangis yang akhirnya ia keluarkan. Vei berbaring ditempat tidurnya, membelakangi ayahnya dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Vei yakin isakannya pasti terdengar oleh ayahnya. Tapi Vei tidak peduli. Vei ingin ayahnya tahu bahwa Ia benar-benar tidak suka dengan keputusan ayahnya yang menikah lagi. Terlebih, itu Bibi Yuni! Ibunya Ayasha!
Vei benci dengan ayahnya yang selalu menyebut Bibi Yuni dan Ayesha itu keluarganya. Rasa sesak memenuhi paru Vei. Isakannya semakin terdengar keras.
Vei membenci kenyataan ayahnya yang tidak lagi mencintai ibunya, yang artinya, ayahnya juga sudah tidak lagi mencintainya. Setidaknya itulah yang dipikirkan oleh benak kecilnya seorang Vei.
¤¤¤¤¤
Ig Author:
@iisnrjnh227
@devih_lestari
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Story: VEI (COMPLETED)
Teen FictionHidup seorang Vei Amara tidak lagi sama semenjak kematian ibunya. Tidak ada lagi Vei yang hangat, ramah, selalu memberi aura bahagia untuk setiap orang disekitarnya, yang ada hanyalah Vei yang dingin, cuek, dan pendiam. Ayahnya kembali menikah de...