09. Autumn Leaves

5.1K 637 12
                                    

I'm holding on, I know it's wrong
But I can't see your side.

Peter Manos.

       

        

        
        

        

        

        

        

        

        

       

        

       

Seokjin tidak marah, ia mengerti.

Soal perdebatannya dengan sang Ayah, Seokjin tahu bagaimana perasaan Ayahnya jadi ia kelewat mengerti.

Tapi malam itu saat Seokjin baru saja kembali dari kelas sorenya, ia dikejutkan dengan sang Ayah yang sudah siap dengan makan malam. Makan malam buatannya.

Seokjin melambatkan langkah menuju meja makan, "Apa ada yang akan datang?" mendengar pertanyaan Seokjin, Sejin tersenyum. Kemudian mengangguk, "Dan sekarang sudah datang."

Dengan refleks yang lumayan cepat, Seokjin langsung menoleh ke arah pintu. Mencari orang yang mungkin Ayahnya maksud, tapi tidak ada siapapun. Maka Seokjin kembali menatap Ayahnya, memberi tatapan tanya sembari berkata, "Aku..?"

Sejin tertawa cukup keras melihat tingkah putranya itu, "Kenapa bingung begitu? Ayo duduk."

Seokjin akhirnya duduk walau masih dalam mode tidak mengertinya, dan entah kenapa rasanya jadi canggung.

   "Jin..." Seokjin yang sebelumnya memilih memperhatikan semua makanan di meja karena canggung, akhirnya menatap sang Ayah.

   "Ayah minta maaf ya, kau tahu saat itu seharusnya Ayah tidak marah-marah padamu."

Sejin hanya tersadar kalau ia takut ditinggalkan, tapi yang ia lakukan malah menyakiti Seokjin. Satu-satunya yang ia miliki. Dan Sejin lumayan lega melihat Seokjin yang kini tersenyum padanya, "Aku sungguh tidak masalah, Ayah. Aku mengerti,"

Dan setelah itu kembali canggung lagi. Maka Seokjin memilih untuk melakukan sesuatu, mengajak Ayahnya agar mulai makan. Mana mungkin Seokjin bilang masakan Ayahnya tidak enak, faktanya lumayan enak. Walau memang tidak mungkin ditandingkan dengan masakan sang Ibu.

Seokjin sudah mulai belajar, belajar agar terus terbiasa dengan keadaan. Semisal tiba-tiba terpikir tentang Ibunya dan Jungkook, ia tidak mau itu mempengaruhi dirinya.

   "Tapi, Jin..." di sela-sela suapannya, Seokjin kembali menatap sang Ayah. "Apa kau merasa seperti.....Ayah melarangmu?" Seokjin bisa melihat kalau Ayahnya ragu saat memulai pembicaraan, "Untuk berhubungan dengan Jungkook dan Haeri."

Seokjin juga mengerti tentang perasaan Ayahnya yang satu ini, merasa hanya Seokjin yang saat ini bisa ia percaya. Merasa takut juga kehilangan Seokjin, "Ayah tidak pernah melarang kan?" Balas Seokjin.

   "Kalau aku mau, aku bisa dengan mudah menemui mereka. Tapi Ayah tahu aku memilih untuk tidak,"

Itu disebut ego, tapi otak cerdas Seokjin tidak mengetahuinya. Entah tidak tahu atau berusaha mengabaikan. Ketika rasa rindu dan cintanya lebih kecil dari perasaan sakit dan kecewa, sehingga tidak ada celah bagi Seokjin untuk menyadari perasaan terdalamnya itu.

.

.

.

.

.

Yoongi hanya berpikir semuanya sudah terlalu jauh jika ia harus tetap menjadi satu-satunya yang tahu.

Belum lama Yoongi tahu kalau Jungkook itu benar-benar sendiri, saat ia berkesempatan untuk mengantar bocah itu pulang dan mampir sebentar di tempat tinggalnya. Yang ternyata bukan rumah, melainkan sebuah apartemen kecil.

Dan Jungkook sendiri yang dengan terang-terangan bilang kalau memang ia hanya tinggal berdua dengan Ibunya. Yoongi tidak punya keberanian untuk bertanya lebih jauh, melihat bagaimana ekspresi Jungkook saat itu.

Tapi kemudian Yoongi terpikirkan tentang Joohyuk, dokter seniornya. Ia pikir mungkin Joohyuk satu-satunya orang yang bisa ia ajak bicara.

Maka Yoongi mengatakan semuanya pada Joohyuk, tentang semua analisanya. Tentang Jungkook yang saat ini mungkin sudah masuk tahap siaga, karena Yoongi tidak bisa memberi suatu kepastian tanpa sebuah tes. Ia hanya mengatakan semua yang ia lihat.

Sejenak Joohyuk menangkup wajah, sambil mengeluarkan hembusan kasar. "Aku juga sudah mengkhawatirkan hal semacam ini."

   "Kami tidak dekat, hanya belum sempat dekat." Joohyuk lumayan bingung harus bagaimana menjelaskannya pada Yoongi, ia tahu ia pasti tidak berhak untuk bicara. "Tapi, iya. Aku tahu lumayan banyak, tentang kenapa semuanya jadi seperti ini."

Yoongi hanya mencoba terus menyimak, mengerti tentang dirinya yang tidak mungkin untuk bertanya lebih dalam. "Tapi maaf, Yoongi-ssi. Ini terlalu rumit,"

Yoongi tersenyum kecil, mencoba tidak mempermasalahkan itu. Walau nyatanya memang ia penasaran setengah gila.

   "Tidak masalah, saya hanya merasa perlu memberitahu orang terdekatnya tentang ini. Sangat berbahaya untuk membiarkannya sering sendirian."

Joohyuk jelas sangat khawatir mendengar setiap penuturan Psikiater dihadapannya. Padahal Joohyuk yakin betul, ia tidak memiliki hubungan khusus apapun dengan Jungkook. Atau bahkan kejadian istimewa lainnya, tidak ada. Mereka hanya sesekali bertemu, tanpa pernah punya percakapan intens.

   "Yoongi-ssi," tapi tetap saja Joohyuk merasa harus melakukan sesuatu. Satu-satunya orang yang sedikit punya hak adalah dirinya, mana mungkin mengatakan ini pada Haeri.

   "Atas namaku, tolong jadikan Jungkook sebagai pasienmu."

      
       

       

       

       

       

       

       

       

        

TBC.

      

       

       

WASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang