I would rather be at home all by myself not in this room with people who don't even care about my well being.
Alessia Cara.
Jungkook menghindarinya, Jimin yakin itu.
Ini sudah seminggu dan Jimin tidak bisa untuk tidak resah karena itu, Jungkook benar-benar tak sedikitpun memberinya kesempatan untuk sekedar menyapa. Jimin mengerti kenapa Jungkook menghindarinya, omongan buruk dari mahasiswa lain terlalu berisik untuk tak Jimin sadari.
Jimin mau menghargai temannya, ia tidak akan memaksa kalau memang Jungkook merasa terganggu karena perhatian yang Jimin sebabkan. Tapi tetap saja dirinya jadi sedih. Walau baru beberapa kali bicara dengan Jungkook tapi Jimin senang, padahal ia harap bisa berteman baik dengan Jungkook.
Dan hari ini Jungkook datang ke kelas, setelah dua hari tidak masuk tanpa kabar. Jimin sudah terus menghubungi Jungkook dua hari itu tapi tidak ada jawaban, ingin bertanya pada Hoseok tapi takut. Maka kali ini dirinya tidak mau peduli pada reaksi Jungkook, ia harus menghampiri dan bertanya.
Jimin perhatikan sepanjang kelas berlangsung, Jungkook tidak banyak bergerak. Hanya duduk diam sambil menjadikan dinding sebelah sebagai tumpuan kepala, padahal biasanya Jungkook tidak pernah santai di kelas. Pasti kelewat fokus dan selalu sibuk dengan catatan. Dan kali ini bahkan sampai kelas berakhir, Jungkook masih tak bergeming.
Jimin menarik kursi agar bisa duduk di dekat Jungkook, memetik tangan beberapa kali di depan wajah temannya saat suara decitan kursi bahkan tak berhasil mengambil perhatian. Terkejutnya Jungkook lumayan berlebihan, seakan memang benar-benar tak menyadari keberadaan Jimin. "Kau melamun?"
"Oh Jimin!" Jungkook langsung dengan cepat meraih tasnya, "Ada apa?"
Jimin melihat bagaimana Jungkook buru-buru merapikan buku tebalnya, juga catatan yang tidak sedikitpun terkena goresan pena. Aneh pikir Jimin, "Dua hari kemarin kau ke mana?" Jimin kan punya tanggung jawab atas ini, jadi ia rasa dirinya berhak marah kalau sampai Jungkook lagi-lagi mau menghindar.
"Aku...sakit, Jimin. Iya aku sakit, maaf lupa memberitahumu." Jungkook segera berdiri. Teman-teman Jimin yang sengaja menunggu di luar kelas menatap penuh tanya padanya, Jungkook jadi gelisah. "Kurasa mereka sudah menunggumu," ucap Jungkook lagi.
Jimin ikut melihat ke arah luar sejenak, sambil kemudian menghembuskan napas jengah. "Kita bisa makan siang bersama!"
Jungkook juga tidak mau menghindari Jimin seperti ini, dirinya bisa melihat Jimin tulus dan ia juga nyaman dengan itu. Tapi sayangnya Jimin terlalu memiliki pengaruh, dan Jungkook menolak keras untuk mengubah lingkungannya. "Tidak perlu, Jim. Aku sendiri saja, dah!"
Jimin sudah kehabisan cara, ia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk meraih Jungkook. Dirinya tidak terlalu peduli dengan omongan orang lain, berbeda dengan Jungkook yang selalu menjadikan hal-hal seperti itu sebagai beban. Jimin bisa saja meninggalkan banyak hal dan memilih berlari ke arah Jungkook, tapi Jimin yakin Jungkook sendiri juga tidak akan menyukai itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAS
Fanfiction[JINKOOK BROTHERSHIP] Seokjin itu sumber kehidupan Jungkook. Jadi kalau dipaksa hidup tanpa Seokjin, mana bisa tetap hidup tanpa sumber kehidupan. Tapi kan Jungkook juga tidak bisa berkehendak atas segala hal yang terjadi dalam hidup. Kata seseorang...