I'm trying to realize
It's alright to not be fine.Jeremy Zucker.
Seokjin menepikan mobilnya, tak bisa sedikitpun melepas pandangan pada tabung obat yang kini ia genggam.
Ia kembali ingat pada kejadian semalam. Saat tiba-tiba nomor tak dikenal muncul dari layar ponselnya, juga dengan suara yang tak Seokjin kenal. Tapi berbicara tentang seseorang yang jauh dari kata asing. Seokjin langsung menyambar jaketnya, bahkan saat orang disebrang sana belum sepenuhnya selesai bicara. Hanya dengan kata kunci Jungkook dan mabuk, Seokjin tak pikir dua kali untuk langsung melesat.
Seokjin benar-benar serba salah semalam. Tidak mengerti kenapa Jungkook bisa ada di sebuah Bar kecil, sendirian, dan lagi sebegitu kacau. Yang dirinya lakukan hanya cepat-cepat membawa Jungkook keluar dari sana lalu menuntun adiknya masuk ke mobil. Ya Seokjin panik, hanya langsung melajukan mobilnya tanpa tahu harus membawa Jungkook ke mana.
Dan yang paling Seokjin ingat adalah saat dirinya memilih untuk menepi, mencoba untuk mencari sedikit kesadaran pada Jungkook. Tapi ternyata mustahil. Adiknya masih sadar, tapi sudah tidak mungkin bisa untuk diajak bicara apalagi menanyakan alamat.
Jungkook hanya terus-terusan bergumam, menggumamkan kalimat yang berhasil membuat Seokjin ikutan hilang akal rasanya. Ayah, Seokjin hyung, Ibu. Bagaimana Jungkook merasa sangat rindu, bagaimana Jungkook merasa gila karena tak bisa menggenggam setidaknya hanya satu dari ketiganya, bagaimana Jungkook sudah merasa lelah dengan hidup. Seokjin menangis malam itu.
Seokjin ingin sekali memeluk adiknya, ingin berusaha menenangkan. Tapi Seokjin juga ingat bagaimana Jungkook dengan cukup kasar langsung menepis, sedikit mengerang sambil mulai mencari sesuatu di jaketnya. Seokjin hanya bisa memperhatikan, terlalu terpaku dengan apa yang ia lihat. Adiknya mengeluarkan sebutir obat dari tabung yang baru berhasil ia temukan, mendongakkan kepala berusaha untuk menelannya. Dan Seokjin langsung tersadar dari lamunan sambil mulai mencari air, melihat bagaimana Jungkook sedikit tersedak.
Jungkook langsung tenang setelahnya, dan tak lama terlelap. Jadi tidak sulit bagi Seokjin untuk mengambil tabung itu dari tangan adiknya.
"Obat ini, benar dari rumah sakit ini kan?" Seokjin menyerahkan tabung yang ia putuskan untuk mengambilnya dari Jungkook semalam pada petugas bagian informasi, "Bisa aku membuat janji dengan dokternya?"
Sebisa mungkin Seokjin memohon agar bisa mendapat jadwal hari ini, "Tapi mungkin butuh 3 jam--"
"Aku akan menunggu." hanya 3 jam bukan masalah bagi Seokjin, dirinya tidak mau mengulur lebih lama lagi.
Seokjin bisa saja sekedar menebak-nebak obat apa yang ada di dalam tabung itu, tapi dirinya ingin memastikan. Ingin mengetahui siapa dokternya, orang yang mungkin saja lebih tahu tentang Jungkook ketimbang dirinya selama 3 tahun belakangan ini. Seokjin membiarkan punggungnya bersandar pada kursi tunggu, pikirannya menerawang jauh entah kemana. Bagaimana kalau semua hal yang ia pikir demi kebaikan ternyata salah, bagaimana kalau dirinya sudah kelewat terlambat, bagaimana kalau sudah tidak ada satupun yang bisa ia perbaiki. Bagaimana kalau,
Seokjin langsung menutup mata, tak mau membiarkan otaknya membuat pikiran tentang kemungkinan terburuk. Dan selanjutnya Seokjin mulai termakan kantuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAS
Fanfiction[JINKOOK BROTHERSHIP] Seokjin itu sumber kehidupan Jungkook. Jadi kalau dipaksa hidup tanpa Seokjin, mana bisa tetap hidup tanpa sumber kehidupan. Tapi kan Jungkook juga tidak bisa berkehendak atas segala hal yang terjadi dalam hidup. Kata seseorang...