Kita tidak akan pernah selesai dalam cerita manapun. Karena kita tidak pernah dimulai. Maka dari itu aku akan menyelesaikannya disini. Membuat cerita antara kita usai. Cukup sampai disini. Tanpa ada cerita lain yang mengikuti. Aku dan kamu—kita—mempunyai jalan masing-masing. Dan jalanmu berbeda dengan jalanku. Aku telah memutuskan untuk berhenti. Berhenti membangun harapan tentangmu. Berhenti untuk semua hal tentangmu. Karena aku tahu, seberapa keras aku berusaha, kamu tidak akan pernah menoleh. Bahkan melirik pun tidak. Dan aku cukup tahu diri untuk mundur selagi aku mampu. Aku tahu kamu tahu. Namun kamu memilih untuk diam. Mungkin maksudmu tidak ingin membuatku tersakiti bila kamu tidak bisa membalasku. Namun kamu juga tidak mengiyakan atau pun menolak. Dan sikapmu yang seperti itu membuatku bingung harus bersikap bagaimana terhadapmu. Aku diam, aku cuek, aku dingin, aku acuh. Bukan berarti aku tak peduli. Hanya saja aku tak tahu harus bagaimana berhadapan denganmu. Bukan juga berarti aku marah. Seberapa menyebalkannya kamu dimataku, aku tak pernah bisa marah terhadapmu. Sejujurnya, aku rindu. Rindu kita yang dulu. Namun aku tahu, rinduku ini hanyalah benalu yang mengganggumu. Maka dari itu aku berhenti. Biarlah semua tentang kita menjadi sebuah kenangan yang tak pernah diceritakan. Aku tak pernah menyesal telah mengenalmu. Bahkan aku bahagia pernah mengenalmu. Walaupun kamu tak menganggapnya begitu. Terima kasih untuk semuanya. Kamu akan tetap mempunyai tempat yang spesial dihatiku. Maaf untuk semua yang telah kulakukan padamu. Dan maaf, aku pernah lancang menyayangimu.
Wonogiri, 8 Januari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
In Silent
Short Story[one short-story] Segenggam perasaan yang tak sempat diucapkan oleh kata. Penyesalan. Kekecewaan. Kesedihan. Cerita ini didedikasikan untuk seseorang yang sampai saat ini masih terus mengisi hatiku.