"Matahari yang hilang"
****
Pukul 7 pagi.
Aku tiba di Bandara Soekarno Hatta masi dengan pakaian tidur dan celana training dengan rambut yang belum tertata rapi.
Jika bukan karna dia mungkin aku masih nyenyak tidur dalam mimpi mimpiku bersama bantal guling kesayangan bergambar minions.
Pagi ini di bandara soekarno hatta suasananya tak terlalu ramai, hanya beberapa orang saja karena memang hanya penerbangan domestik Garuda Indonesia yang dilayani dari terminal
Beberapa petugas bandara sudah stand by untuk memandu penumpang yang membutuhkan informasi atau bantuan.
Lift dan eskalator telah berfungsi dengan baik untuk penumpang naik dan turun dari atas yakni area keberangkatan menuju gate di lantai bawah.
Hampir setengah jam aku berdiri menunggunya dari gaya A sampe Z dia belum juga menunjukan batang hidungnya sedari tadi." Aries, kok lama banget..." batinku.
"Libraaaa." Teriak seseorang yang berada di ambang pintu sambil melambaikan tangan dan tersenyum kearahku.
Refleks aku menoleh dan membentuk sebuah senyum lebar, kulihat seorang gadis dengan pakaian yang selalu tertutup rapat dan sebuah senyuman yang selalu kurindukan
"Hey." Kataku ketika sudah berada dihadapantya.
"Apa kabar?" Tanyanya dengan tersenyum.
"Baik."
"Kamu?"
"Kurang, baik."
"Ada masalah?"
"Tidak ada, cuman ada rindu didalam hati ini." Kataku.
"Rindu, bukan sebuah masalah Libra"
"Tapi sebuah petaka."
"Maksudnya?"
"Yah, Rindu itu sebuah petaka buatku, ibaratkan Awan yang tak selalu putih dan Bulan yang tak selalu bercahaya jika malam tiba, Maka hati ini pun sama halnya yang tak selamanya bisa menanggung rindu."
"Ini, baru satu tahun Libra."
"Satu tahun itu lama Aries, 365 hari sekian sekian aku tidak tahu berapa jam dan berapa detik yang harus kulewatkan tanpamu."
"Sudah, kubilangkan mencintaiku itu rumit."
"Kamu salah, mencintaimu itu tidak rumit hanya saja hatiku yang tidak dapat di ajak untuk berkompromi." Kataku sambil tersenyum
"Jika mencintaimu itu rumit aku tak akan menunggu jawaban selama ini." Lanjutku lagi
"Ijinkan aku tersenyum untukmu."
"Tidak usah."
"Kamu, tidak mau melihatku tersenyum?"
"Tidak usah senyum, wajah datar itu sudah mengagumkan buatku. Jika ditambah sebuah senyuman entah bagaimana jadinya hati ini."
"Mungkin, kamu akan terkena serangan jantung."
"Biarlah.., asalkan kamu yang mengoperasi jantungku."
"Kenapa, harus aku?"
"Biar kau tahu, cinta itu nyata adanya, perasaanku padamu tak selamanya bermula dari kata alay dan gombalan belaka. Tapi betul-betul dari dalam hati."
"Kamu, tetap sama." Katanya dengan tersenyum.
"Tetap, ganteng bukan?"
"Bukan ganteng, tapi terlalu percaya diri wleeeee..." katanya sambil memeletkan lidah.
Tak di rasa Gerimis turun di waktu pagi ini, Dimana Matahari sama sekali belum keluar dari tempat persembunyianya masih tertutupi oleh awang mendung yang berada di hadapanya, sayang sekali. Padahal pagi adalah waktu yang pas menikmati langit dengan keindahanya.
Rintik rintik hujan mulai membasahi permukaan tanah serta bunga bunga yang menunggu matahari seakan kecewa mentari yang ia tunggu di gantikan dengan awan mendung dengan sederet rintik rintik hujan yang ia bawa.
Orang diluar sana mengatakan hujan itu membawa sebuah rindu, sebuah kenangan, dan hujan membawa sebuah ingatan yang berkesan dikepala manusia. Seakan manusia mengatakan ini petaka buat rindu.
Kulihat dijendala mobil, gerimis hujan ini tidak bakalan redah dalam beberapa jam kemudian, bunga-bunga yang terdapat di trotoar tampak menikmati guyuran hujan gerimis dimana mereka tidak khawatir masuk angin atau dimarahi oleh orang tuanya.
Aries, gadis yang tak jauh dari kata cantik itu kini berada di sampingku duduk tenang sambil melihat keluar dari jendela mobil. Entah ia melihat Hujan Atau Bunga.
"Bagaimana, dengan Mataharimu. Kau sudah menemukanya?" Tanyaku ragu, ia pun berkata tanpa menoleh kearahku.
"Matahariku, nampak seperti sekarang ini. Entah ia masih di sembunyikan awang mendung atau penciptanya."
"Kau, masih ingin mencarinya?"
"Masih, karna dia Matahariku. Rasanya tak lengkap jika tak menemukanya. Sama halnya dengan Bumi ini dia sangat butuh Matahari."
Ternyata dia masih sama dengan yang dulu. Padahal waktu sudah berlalu tapi ia tetap setia mencari Mataharinya yang katanya hilang.
Aneh, memang. Tapi bagi dia Matahari itu pelindung sekaligus malaikat yang nyata.
Awalku, bertemu denganya di mulai pada tiga tahun yang lalu. Lalu Aku mengajaknya untuk taruhan hingga dia meminta jika menang taruhan maka Aku harus menemaninya mencari Mataharinya yang entah berada dimana.
Disitu, Aku bingung apa gadis ini sehat atau tidak. Namun, semakin berlalu rasa paham muncul di dalam diriku jika gadis ini butuh pelindung. Dan aku bersedia sampe saat ini.
Andai, saja dia tahu jika Mataharinya tak jauh darinya. Dan ia selalu berada di dekatnya hanya saja Matahari itu tertutupi oleh awang mendung.
Seperti saat ini, dimana Mataharinya disembunyikan oleh dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Libra dan Aries
Teen FictionCatatan, Libra "Awal dan akhir nggak ada bedanya kok dimana artinya selalu sama, saling tak kenal. Hanya beda rasa pahit atau manis? Tapi, Aku ingin awal yang pahit dan akhir yang manis. Bukan sebaliknya." "Aku nggak pernah ngerti, kenapa langit bir...