1.1 Permintaan Papa

4K 191 5
                                    

Hatta melangkahkan kakinya memasuki rumah.

Sepi.

Itu yang ada di pikirannya saat ini. Wajar saja, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, para asisten rumah tangga dan sopir sudah pasti berada di paviliun belakang rumah yang disediakan untuk tempat tinggal mereka. Suara samar televisi membuat Hatta mengurungkan niat menuju kamarnya, dia menyempatkan diri berbelok ke ruang tengah, berniat menemui siapapun yang tengah berada di sana.

Wajahnya tidak menampilkan ekspresi apapun setelah mendapati Hamzah -- sang adik -- tengah berbaring di sofa, lelaki yang tujuh tahun lebih muda darinya itu sepertinya tertidur pulas. Tangan Hatta bergerak mengambil remote tv yang sudah terjatuh di karpet dekat sofa, memutuskan untuk mematikan benda persegi itu.

"Mas?"

Hatta menoleh setelah meletakkan remote di meja, tidak menyahut ucapan Hamzah bahkan dengan gumaman sekalipun. Dia hanya menatap Hamzah yang mengerjap. Sedikit tidak menyangka gerakannya akan membangunkan sang adik yang seingatnya sangat menyukai tidur.

"Kapan nyampe?" suara Hamzah masih terdengar serak, dia mendudukkan dirinya, sekedar untuk menyambut kakak lelakinya dengan cara yang lebih sopan.

"Barusan," jawab Hatta datar sebelum melangkahkan kakinya meninggalkan ruang tengah. Meninggalkan sang adik yang bertanya-tanya kenapa kakaknya yang terkenal sibuk itu mendadak pulang.

*

"Aku pergi dulu ya Ta, makasih banyak," ujar seorang wanita cantik yang hanya dibalas gumaman dan senyuman tipis Hatta dengan mata tertutup. Wanita itu mengecup pipi Hatta sebelum benar-benar berlalu dari sana.

Mata Hatta masih tetap terpejam hingga suara pintu kamar yang dia yakini dibuka oleh wanita itu disambut sebuah suara yang mampu membuat rahangnya mengeras.

"Siapa kamu?"

Hatta menunggu, membayangkan bagaimana ekspresi wanita yang menjadi teman tidurnya semalam. Baru kali ini Hamzah memergoki ada yang keluar dari kamar sang kakak, membuat Hatta juga yakin bahwa pasti raut wajah sang adik cukup membuat wanita itu gentar.

"Temennya Hatta."

Sekali lagi senyum tipis tersungging di bibir Hatta.

"Temen..."

"Saya permisi dulu."

Lengang setelahnya.

"Apa?" Hatta sedikit berteriak, memastikan agar Hamzah yang berdiri di depan pintu mendengar suaranya.

"Dicari papa."

"Gue mau tidur."

"Papa mau ngomong sebentar."

"Gue-mau-tidur!"

Bukannya segera pergi, Hamzah justru masuk kedalam kamar Hatta. Mendapati sang kakak yang tertidur telungkup dengan punggung terekspose dan selimut yang menutup bagian tubuh pinggang kebawah dan pakaian yang seingat Hamzah dikenakan Hatta semalam terserak di bawah ranjang, dia sudah memiliki dugaan negatif tentang siapa wanita yang baru dilihatnya keluar kamar dan apa yang telah kakaknya lakukan. Ada rasa tidak nyaman dalam diri Hamzah ketika sekali lagi mendapati sikap kakaknya yang semakin lama semakin berbeda. Hamzah berkedip, kembali fokus pada tujuan awalnya.

"Mas..."

"Keluar," gumam Hatta, dia tahu Hamzah sudah berada di sebelah ranjangnya. Entah kenapa dia merasa sedikit bersyukur bahwa dia sempat mengenakan kembali underwearnya dini hari tadi. Sedikit menguntungkan jika dia dan Hamzah mendadak berkelahi disini, nanti siapapun yang menghentikan mereka tidak akan melihatnya telanjang bulat.

Penyangkalan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang