Ini bukan pertama kalinya bagi Rifky melihat Hamzah menahan rasa sakit. Sejak pertemuan mereka hari itu, Rifky beberapa kali menemani Hamzah untuk terapi, tentu saja dengan catatan jika dia memiliki waktu luang.
"Besok jalan kemana?" tanya Hamzah pelan, suaranya sedikit tersendat, dia bahkan tidak membuka mata saat bertanya. Itu membuat Rifky yakin bahwa Hamzah tengah menahan sakit. Jika dia berada di posisi Hamzah, dia akan memilih untuk diam karena dengan begitu dia tidak akan mengeluarkan tenaga ekstra. Ayolah, berbicara saja asti rasanya susah bukan?
"Mau kemana?" Rifky balik bertanya, berusaha menanggapi Hamzah tapi berniat untuk tidak membawa Hamzah ke percakapan yang terlalu jauh.
"Beli oleh-oleh. Mas Hatta katanya mau pulang, aku juga mau pulang."
Hatta lagi.
Padahal Hamzah bilang hubungan keduanya masih belum membaik.
Rifky menyimpan banyak tanya sekarang. Tentang kenapa Hamzah harus pulang ketika Hatta pulang, tentang kenapa dia ingin membelikan oleh-oleh untuk Hatta padahal jika dihitung-hitung Hatta lebih sering bepergian kemana-mana dibanding Hamzah dan Hatta memiliki lebih banyak kesempatan untuk membeli barang yang dia inginkan di negara manapun. Hingga pertanyaan tentang bagaimana terapy Hamzah selanjutnya, apa Hamzah akan kembali ke Singapura setelah dia pulang ke Indonesia?
Namun Rifky memutuskan menyimpan tanyanya, dia mengingatkan diri sendiri untuk tidak mengajak Hamzah berbicara terlalu banyak.
Lenguhan Hamzah membuyarkan lamunan Rifky. Lelaki itu memandang sahabatnya yang tengah menggigit bibir kuat-kuat.
"Za, jangan digigit," sentaknya halus sembari menyentuh lengan Hamzah.
Hamzah menurut, dia masih berada dalam batas sadar yang cukup untuk memahami perintah Rifky. Lelaki itu kemudian terengah, tangannya menggenggam ujung sprei, mencoba mencari pelampiasan lain untuk menyalurkan rasa sakitnya.
"Aku cari tante dulu."
Hamzah bahkan tidak perlu menyahut kalimat itu. Karena dia yakin Rifky sudah pergi dari dekatnya.
Sakit, bisik Hamzah dalam hati.
Bersamaan dengan itu, setetes air mata jatuh dari matanya yang terpejam. Tidak ada yang tahu, tidak ada yang melihatnya. Ini rahasia antara Hamzah dan Tuhan. Untuk kedua kalinya dalam masa pengobatan, Hamzah menangis dalam diam ketika tubuh, sel kanker dan obat kemoterapi itu bersatu memberikan reaksi yang menyakitkan.
Hamzah berkata tanpa suara, menyebut nama Tuhan, mengeluh tentang rasa sakit yang dia rasakan. Kali inipun, tidak ada yang tahu tentang keluhannya selain Tuhan dan dirinya sendiri.
*
"Gak jadi cari oleh-oleh buat mas Hatta?" tanya Rifky sambil menyantap makanannya.
Hari ini Hamzah pergi ke tempat Rifky busking, dan sekarang mereka tengah makan malam. Tapi Hamzah terlihat terlalu santai untuk ukuran seseorang yang berniat akan pergi mencari kado. Itu sebabnya Rifky memutuskan bertanya.
"Gak."
"Oh, kenapa?"
"Gak papa."
Hamzah bersikap seolah tidak terlalu peduli. Meski alasan sebenarnya cukup mengganggu dirinya, yang pertama karena dia tidak menemukan apa benda yang bisa dia berikan untuk sang kakak. Kedua, karena dia tidak yakin akan mendapat momen yang tepat untuk menyerahkan kado itu -- ini akan menjadi pertemuan pertama mereka setelah keributan itu. Ketiga, tentu saja karena dia takut menghadapi kenyataan melihat kado yang dia berikan dibuang langsung di depan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penyangkalan (Complete)
General Fiction(Ada kalanya saat manusia tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan menyakiti orang lain. Bahkan seringkali mereka akan merasa tersakiti, merasa sebagai sosok paling benar yang sering mendapat perlakuan salah) Sejak pertama kali Hatta memahami a...