2.11 Menenangkan Diri

434 49 10
                                    

Orang bilang, manusia hanya bisa berusaha dan berdo'a, selebihnya Tuhan yang akan menentukan hasilnya.

Usaha pertama yang dilakukan Hamzah, Rizwar, Hera dan tim medis rasanya bukan usaha asal-asalan jika dilihat dari sudut pandang manusia. Hanya saja jika Tuhan sudah menentukan bahwa hasilnya tidak sesuai harapan mereka, maka mereka bisa apa?

Faktanya, ini sudah terhitung terlambat untuk sekedar melakukan pembedahan dan pengangkatan lesi juga kelenjar getah bening Hamzah yang sudah terserang kanker. Meski pembedahan sudah dilakukan, kanker itu tetap mengendap dalam tubuh Hamzah. Sudah terlanjur, penyebarannya terlalu jauh. Belum lagi kanker kulit termasuk satu yang menyebar dalam waktu singkat.

Berpikir bahwa hal buruk dapat terjadi padanya kapan saja, berpikir bahwa kehidupannya akan berakhir dalam waktu dekat, Hamzah mulai memiliki satu dua hal untuk dilakukan. Dulu, seperti pada sebagian besar manusia, dia juga tidak tahu kapan dirinya akan meninggal. Kini, ketika bayangan kematian itu tampak lebih jelas baginya dia mulai merasa bahwa dia harus lebih memanfaatkan waktu hidupnya yang tersisa untuk membahagiakan dirinya sendiri.

Egois bukan?

Tapi itu memang sifat nyata manusia. Tenang saja, toh Hamzah juga masih memiliki otak untuk tidak terlalu memaksakan kehendaknya kepada orang lain.

Percobaan pertama akan dia lakukan hari ini. Hamzah memiliki keinginan untuk tinggal bersama kakeknya untuk sementara waktu dan dia akan mengajukan izin kepada orang tuanya agar diperbolehkan tinggal di sana. Bukan berarti dia tidak nyaman bersama Rizwar dan Hera, Hamzah hanya ingin menenangkan diri. Karena entah bagaimana tinggal di kota untuk saat ini justru membuatnya merasa tidak nyaman. Ada perasaan samar yang mendorongnya untuk mengingat kondisi fisiknya yang tidak baik saat ini, sesuatu yang rasanya membuatnya marah entah pada siapa. Terlebih ketika dia berada di Rumah Sakit seperti sekarang ini, ada segumpal rasa kecewa karena dokter tidak berhasil menyembuhkannya. Belum lagi Hamzah merasa malu untuk bertemu dengan Rizwar sejak beberapa hari lalu, sebenarnya Rizwar bersikap biasa saja meski belakangan menjadi lebih serius. Hanya saja Hamzah tetap merasa gagal untuk menjadi anak yang membanggakan. Dan dia merasa kini dirinya terlihat benar-benar memalukan karena dia tak lebih dari orang penyakitan.

"Ma, Pa," Hamzah terlebih dulu memanggil Hera sebelum Rizwar. Belakangan, Hera adalah satu orang yang membuatnya nyaman, meski seringkali dia justru merasa bersalah pada ibunya itu. Hhh, perasaan Hamzah memang sangat labil beberapa hari ini.

Hera mengalihkan pandangan dari buah pear yang tengah dia potong, Rizwar juga menatap Hamzah sekarang -- meletakkan tab yang sempat dia mainkan.

"Nanti sepulang dari sini, aku mau ke tempat kakek," lanjut Hamzah.

Rizwar mengerutkan kening kemudian bangkit dari sofa, "Main ke tempat kakek?" tebaknya.

"Hmm, tinggal di sana, liburan."

Rizwar saling berpandangan dengan Hera sekilas, berkomunikasi cepat lewat tatapan mata.

"Ya udah, nanti kita kesana," Hera bergabung dalam obrolan.

"Sendiri...maksudnya."

Pernyataan Hamzah mengundang keheningan selama beberapa saat. Jemari Hamzah bergerak gelisah ketika dia mengucapkan kalimat berikutnya.

"Aku izin cuti kerja dulu ya Pa?"

*

"Za, inget jangan sering-sering kena cahaya matahari, gak baik."

Hamzah tersenyum tipis, miris. Dulu ketika semua tidak tahu masalah kesehatannya yang tidak baik, sinar matahari bukan masalah baginya. Dia kadang sering sengaja membiarkan dirinya terpapar sinar matahari agar kulitnya terlihat sedikit lebih gelap.

Penyangkalan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang