EITS, COBA PENCET BINTANGNYA DULU SEBELUM BACA. NAH JANGAN LUPA JUGA KASIH KOMENTARNYA, MUAH.
...
Perihal rindu yang sampai saat ini tak kunjung lekas. Bisakah kamu datang untuk menjadi penawarnya?
...
Senja sudah perlahan menghilang termakan waktu. Kini, hari sudah menunjukan pukul 06.30 malam. Sejak sore, cowok yang diketahui namanya adalah Mars ini hanya menghabiskan waktu dengan headphone miliknya. Duduk dengan tenang didepan meja belajar yang biasa ia gunakan untuk mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Dengan kaki yang ia selonjorkan pada kasur yang posisinya tidak jauh dengan kursi yang ia duduki.
Seusai melakukan ibadah wajibnya, yaitu solat Maghrib, Mars kembali memasang headphone hitam miliknya ditelinganya. Kembali duduk tenang dengan kedua tangan dilipat didepan dada bidang miliknya. Beberapa menit ia pejamkan matanya, mendalami makna lagu yang terputar melalui ponselnya. Malam ini, Mars memilih lagu bergenre ballad untuk menemaninya sejak senja tadi sampai saat ini. Rasanya tenang sekali, Mars menyukainya.
Seusai solat, Mars memang memutuskan langsung kembali keatas atau tepatnya lantai dua rumahnya. Dimana letak ruangan yang tak begitu luas menjadi tempat dimana semua barang dan keperluannya tersimpan disana. Tempat dimana ia melepaskan semua penatnya diatas kasur empuk yang berukuran sedang. Bahkan ajakan Mamanya untuk makan malam pun ia tolak secara halus karena memang nyatanya ia belum sama sekali merasa lapar. Dan akhirnya, wanita itu memberikan toleransi waktu kepada Mars untuk makan malam pukul 07.00 malam. Oke, Mars pun menyetujuinya.
"Loh, kenapa gak mau makan?" tanya Erna yang saat tadi tengah sibuk menyiapkan menu makan malam hari ini didapur. Mars yang baru saja keluar dari ruangan dimana tempat keluarga mereka biasa beribadah
langsung memutar arah langkahnya kearah dimana Mamanya berada."Belum laper, Ma. Soalnya pas pulang main tadi makan dulu." jawab Mars, tidak terkesan jutek dan ketus sama sekali.
"Cie, makan sama siapa? Venus ya?" goda Erna yang tersenyum meledek kearah Mars yang tak bereaksi apa-apa setelah mamanya itu menggodanya. Malah yang ada, itu semua hanya membuat Mars kehilangan nafsu makannya seketika saat ia mendengar nama Venus ditelinganya. Kenapa nama cewek itu harus selalu menghantui obrolannya bersama kedua orang tuanya setiap hari?
Mars muak. Sungguh.
Tapi Mars sebisa mungkin untuk bersikap biasa saja saat kedua orang tuanya menyerempetkan nama Venus ketika mereka tengah berkumpul.
Membosankan.
"Bukan, Ma." jawabnya singkat.
"Trus sama siapa dong?"
"Sama siapa lagi kalo bukan sama Kevan, Levan sama Davin." jawab Mars menjelaskan. Benar, saat siang menuju sore tadi, Kevan mengajak ketiga temannya itu makan disebuah cafe yang letaknya tak jauh dari kediaman rumah Davin. Hari ini, mereka berempat memang ada janji untuk bermain play station bersama dirumah Davin. Dimana menjadi tempat favorit mereka bermain bersama, selain rumah Davin yang cukup besar, cowok tampan itu lebih memilih mengajak teman-temannya untuk bermain dirumahnya. Sebab, ia sangat malas untuk keluar dari rumahnya. Dasar.
"Oh, Mama kira sama pacarmu yang lama itu." Erna tersenyum sambil menatap mata Mars. Wajahnya berbinar sesaat ketika menyadari jika putranya ini sudah tumbuh semakin dewasa. Bahkan Erna tak menyangka, jika sebentar lagi anaknya itu akan memulai hidup yang baru dan memilih satu perempuan untuk masuk kedalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eh, Mars!
Teen FictionVenus membenci Mars tanpa penolakan. Tak ada yang lebih menyebalkan selain melihat sosok cowok dingin, ketus dan angkuh itu di matanya. Baginya, Mars hanyalah cowok yang selalu membuat matanya mendadak perih setiap kali melihatnya. Sampai akhirnya s...