Pernah dicintai begitu tulus sampai akhirnya ditinggalkan demi yang mulus.
Setelah selesai mengganti bajunya dengan pakaian olahraga, Venus segera menuju kebawah dimana Rigel menunggunya. Sebenarnya Venus tidak memakai pakaian olahraga lengkap, ia hanya mengenakan celana training dengan atasan kaos biasa. Serta kakinya yang sudah memakai sepatu olahraga yang biasa ia kenakan untuk lari.
Dengan langkah riang ini menuruni anak tangga rumahnya perlahan. Ia juga sudah melihat Rigel yang sudah siap dengan atasan hitam serta training abu-abu. Entah kebetulan atau memang keduanya memiliki ikatan batin yang kuat, kini keduanya mengenakan sepatu yang sama dan dengan merk yang sama pula. Mungkin hanya berbeda diukuran, karena ukuran kaki Rigel dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kaki Venus yang mungil.
"Ready?" tanya cowok bertubuh tinggi tegap itu. Dengan kaos hitam yang tak begitu tebal membuat Venus dapat melihat otot-otot lengan milik Rigel dengan jelas. Ia tak menyangka jika abangnya ini memiliki proporsi tubuh yang sangat ideal.
"Yoiii lah, gak liat ini udah semangat empat lima?" Venus mengulas senyum dibibirnya. Rigel ikut tersenyum melhat kearah adiknya itu.
"Yaudah yuk." ajak Rigel.
"Eh, papah sama mamah kemana? Gue belum izin." ujar Venus tiba-tiba. Wajahnya juga berubah sedikit khawatir setelah itu.
"Dasar pikun! Otak lo, lo gadein dimana sih? Lo gak inget kalo hari ini ada rapat orang tua disekolah lo? Dasar bedon."
Haduh, Venus bodoh. Mengapa ia bisa lupa akan semua itu? Pantas saja Rigel dengan beraninya mengajak ia pergi keluar. Ternyata kedua orang tuanya itu sudah pergi sejak pagi tadi untuk mendatangi rapat yang diadakan Pelti hari ini. Entah untuk membicarakan apa, Venus juga tak tahu jelas. Bahkan Venus juga tak sama sekali memberitahu mengenai adanya rapat yang diselenggarakan Pelti ke orang tuanya. Sebab Venus tahu jika kedua orang tuanya akan lebih dulu dihubungi oleh guru Pelti mengenai masalah ini. Jadi Venus tak perlu repot untuk membuang tenaganya untuk mengoceh mengenai rapat ini kepada orang tuanya.
"Eh tapi kalo bokap lo itu balik gimana? Lo mau pulang-pulang pala gue dipenggal?" kata Venus tak bisa membayangkan bagaimana jika saat pulang nanti Ahmad telah tiba dirumah. Dan saat itu juga ia melihat Venus yang pergi keluar rumah tanpa sepengetahuannya. Itu hal bodoh, Venus tak mau bunuh diri.
"Selo, gue udah izin sama papah. Lo gak usah khawatir, kan gue bilang selagi sama gue, lo aman. Oke?" Rigel menyakinkan Venus. Setelah itu barulah Venus setuju dan percaya pada Rigel. Ia menaruh harapan besar pada Rigel mengenai hari ini, jadi bila nantinya ia kena semprot Ahmad, Venus bisa menarik Rigel untuk menjadi pembelaannya.
"Iyaudah, oke." jawab Venus.
"Semangat dong, katanya mau ketemu si stars!" kata Rigel yang kini sudah berlari-lari kecil dipinggir jalan. Berbeda dengan Venus yang hanya berjalan santai mengikuti abangnya yang tengah berlari.
"Ih namanya Bintang, Bang!" protes Venus. Rigel terkekeh dan setelah itu menyamai langkahnya dengan Bintang.
"Gue liat-liat dia ganteng ye, sebelas dua belaslah sama abang lo ini." kata Rigel sembari merapihkan rambutnya yang sudah dipoles pomade saat dirumah tadi. Venus terbelak dan menatap Rigel tak setuju.
"Enak aja! Jauh lo mah sama Bintang, Bang. Bagai langit dan bumi, bagai angka nol sama angka seratus. Pokoknya jauuuuuh!" protes Venus tak terima. Walau abangnya ini tampan, bahkan kelewat tampan dibanding cowok seusianya namun tetap saja Venus tak pernah mau mengakui jika abangnya itu tampan. Venus selalu mengelak dan protes jika Rigel membanggakan dirinya sendiri didepan Venus. Sebab Venus sangat geli melihat abangnya yang kepedean setengah mampus itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eh, Mars!
Novela JuvenilVenus membenci Mars tanpa penolakan. Tak ada yang lebih menyebalkan selain melihat sosok cowok dingin, ketus dan angkuh itu di matanya. Baginya, Mars hanyalah cowok yang selalu membuat matanya mendadak perih setiap kali melihatnya. Sampai akhirnya s...