Belajar dari bianglala. Tak selamanya kamu akan berada diatas dimana kamu hanya hidup bersama keindahan. Ada kalanya kamu akan terpeleset kebawah, dimana hanya ada kamu dan kegelapan.
...
Tak menunggu waktu lama, Venus dapat melihat Mars yang sudah kembali menuju kearahnya. Antrian yang tidak terlalu ramai ternyata membuat cowok itu dengan cepat mendapatkan tiket yang diinginkan oleh Venus. Mars berjalan dengan langkah kaki yang teratur. Perlahan ia mendekat dan kini sudah tepat berada di hadapan Venus.
"Udah?" tanya Venus.
Cowok itu hanya mengangguk menjawab pertanyaan Venus. Dan kemudian melanjutkan langkahnya mendekat kearah bianglala meninggalkan Venus yang sejak tadi menunggunya ditempat ia tengah berdiri.
Dasar gak tau diri, udah ditungguin juga!
"Tungguin ih!" panggil Venus yang kini sudah berada disamping cowok tampan ini. Eh, maksudnya tidak, Venus tidak mau lagi mengakui Mars tampan.
"Lama," cowok itu melirikan bola matanya sebentar kearah gadis yang hiperaktif itu. Tak menyangka jika malam ini ia bisa menghabiskan waktu bersama gadis yang sangat ia keluhkan keberadaannya, dulu.
Venus berjalan menyamai langkah Mars, "Sabar kek, gak sabaran banget lo jadi cowok!" protesnya.
"Nih," Mars memberikan dua tiket yang baru saja ia belinya. Menunjukannya kepada Venus dan bermaksud agar gadis itu yang memegangnya.
Venus menerima dua tiket berbahan kertas tipis itu. Dilihatnya bacaan apa yang tertera diatasnya. Dan Venus dapat membaca nominal harga tiga puluh ribu rupiah untuk sekali menaiki bianglala ini.
"Loh, kok dua?"
Mars menatap bingung kearah gadis itu, "Bukannya lo gak mau naik?" lanjut Venus.
"Trus lo mau gue nungguin lo dibawah sampe lo selesai?" tanya Mars dingin, bahkan wajahnya yang sangat menyebalkan membuat Venus ingin melemparnya dengan sepatu sneakers yang dikenakannya.
"Mending gue pulang, daripada harus nungguin lo." lanjutnya, membuat Venus merasa aneh sendiri. Mengapa sifat Mars yang kelewat menjengkelkan itu kembali muncul? Apakah Mars sudah tidak lagi kesurupan? Padahal baru saja beberapa menit yang lalu memperlakukan Venus lebih hangat dari biasanya.
"Dih, marah. Gue kan cuma nanya,"
Tak ada jawaban lagi dari Mars, ia hanya diam memalingkan pandangannya kearah lain selain Venus. Ia berdiri dengan gaya cool andalan miliknya. Tanpa seorang pun ketahui jika jantungnya sudah berdebar melihat pergerakan bianglala yang kini sudah mulai berhenti berputar dihadapannya.
"Berarti kita naik berdua?" tanya Venus, "Apa mau pisah-pisah?"
Venus menunggu jawaban dari Mars. Ditatapnya wajah pemilik nama Mars itu dengan teliti. Mengamati sudut demi sudut bagian wajah sempurna yang dimiliki Mars. Venus tak bisa berbohong jika ia mengatakan tidak jatuh cinta dengan bola mata cokelat yang dimiliki Mars. Hidung bak perosotan miliknya pun sukses membuat Venus menobatkan Mars menjadi cowok paling tampan seantero Pelti kini.
Eh tunggu, lantas dikemanakan Bintang?
Lupakan, Venus sedang tidak mengingat cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eh, Mars!
Teen FictionVenus membenci Mars tanpa penolakan. Tak ada yang lebih menyebalkan selain melihat sosok cowok dingin, ketus dan angkuh itu di matanya. Baginya, Mars hanyalah cowok yang selalu membuat matanya mendadak perih setiap kali melihatnya. Sampai akhirnya s...