32. Tempur Lagi?

31K 1.7K 137
                                    

Keterbiasaanku tanpa dirimu sukses membuat rasa yang dulu utuh menjadi runtuh.

...

SAAT waktu istirahat telah tiba, Venus langsung bergegas pergi memenuhi janji temunya dengan Bu Rista. Tadi saat jam pelajaran kimia, Bu Rista datang ke kelas, dan meninggalkan pesan kepada Venus untuk menemuinya saat istirahat. Dan kini, Venus sudah berada di dalam ruang guru bersama dengan Bu Rista.

"Semua data kamu sudah dikirim ke panitia acara lomba ya, Ve. Persiapkan diri kamu, ibu yakin kamu pasti bisa membawa nama SMA Pelita Bakti," kata Bu Rista tersenyum penuh kebanggaan pada Venus. Jujur saja, mendengar ucapan Bu Rista barusan sontak membuat hati Venus tidak tenang. Bu Rista telah menaruh harapan besar untuknya, dan Venus, sebisa mungkin ia harus bisa mempertanggung jawabkan itu semua.

Venus mengangguk ragu setelah itu, "Iya Bu, doain saya aja pokoknya semoga saya gak males latihan."

"Hih, kamu tuh, ya. Males mulu, kapan rajinnya?" celetuk Bu Rista yang memang sudah tahu betul dengan semua kebiasaan Venus. Murid perempuannya yang satu ini memang sangat langka, dan hanya bisa ia temukan di sekolah ini. Venus memainkan bibirnya, matanya memutar memikirkan sesuatu. "Gak usah rajin-rajin lah Bu, udah banyak anak pinter di Pelti. Kalo saya rajin, trus saya jadi pinter, nanti pasti guru-guru Pelti pada kaget, ntar pada takjub lagi liat saya," kata Venus penuh percaya diri. Selalu saja begitu, sudah menjadi tradisi dari seorang Venus Fradella.

Bu Rista menggelengkan kepalanya mendengar ucapan anak muridnya itu. "Kamu tuh sekolah otaknya dibawa gak, sih?"

"Kadang-kadang aja, Bu." jawab Venus dengan santainya yang setelah itu sukses menciptakan belakan mata heran dari Bu Rista. Venus terkekeh setelah itu, sebenarnya guru SMA Pelita Bakti mengakui jika Venus itu sangat cantik, namun sayang kelakuannya sangat tidak menggambarkan keapikan wajahnya.

"Hehe, becanda kok, Bu. Masa iya saya sekolah gak bawa otak," ujar Venus cenge-ngesan, tak memikirkan jika Bu Rista sudah tak habis pikir lagi melihat dirinya. "Bawa kok, tapi ya, emang jarang dipake aja, soalnya udah kebanyakan rumus Bu di otak saja, jadi udah bebel banget."

Oke, Bu Rista mengaku kewalahan. Bisa pecah kepalanya jika harus berlama-lama ngobrol dengan Venus. "Yaudah sana kamu kembali ke kelas. jangan lupa pesan saya, tingkatkan terus kemampuan vokal kamu, sama pembelajaran kamu di kelas juga, ya!"

Venus menghela napas, mengapa pesan pada kalimat terakhir Bu Rista terasa sangat membosankan untuknya. Selalu saja pembelajaran, belajar, tugas, ujian, lantas nanti apa lagi?

"Iya, Bu. Kalo gitu saya ijin keluar ya Bu, mau ke kantin beli mie ayam. Ibu mau?" tanya Venus yang sudah beranjak berdiri setelah menyium punggung tangan Bu Rista.

"Gak usah, ibu tau kamu gak punya uang," sahut Bu Rista. Venus melihat Bu Rista setelah itu, "Duh, Bu, siapa juga yang mau beliin. Orang saya cuma nawarin, kalo Ibu mau, Ibu bisa beli sendiri di kantin, hehehhehee,..." tawa Venus lepas disertai dengan kepergiannya yang melesat kencang keluar dari ruang guru. Jangan ditanya lagi seberapa kesalnya Bu Rista setelah itu, namun apa boleh buat ia hanya bisa mencak-mencak seraya memaklumi kelakuan siswinya yang satu itu.

"Duh durhaka amat sih, ya, gue. Bodoamat lah sekali-kali. Gue lagi butuh ketawa," ujar Venus yang sudah berjalan santai di koridor. Ingatannya masih terus mengingat bagaimana raut wajah Bu Rista yang nampak kesal akibat ulahnya barusan. "Maksudnya ketawa lagi butuh gue, secara gue adalah manusia yang paling dibutuhkan di dunia ini."

Eh, Mars! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang