Ombak berdesir menyapu pasir. Beda halnya denganmu yang hadir menyapu kesepian.
...
Setelah menghabiskan waktu sekitar dua puluh menit, kini sampailah mobil hitam milik Mars didepan rumah megah berwarna putih. Rumah yang beberapa tahun lalu tak pernah absen untuk ia kunjungi setiap harinya. Rumah yang banyak memberikannya kenangan manis bersama kekasihnya. Dan juga, tempat yang menjadi saksi seberapa besar cinta Mars untuk Alexa.
Sejak dulu, Mars tidak pernah absen untuk mengantar jemput Alexa kemana pun gadis itu pergi. Dulu, Alexa sudah sering sekali menolak tawaran Mars dengan alasan yang sama, yaitu takut merepotkan. Namun tetap saja lelaki itu bersikukuh untuk selalu ada disamping Alexa.
Beda halnya dengan kini. Setelah kepulangannya, Mars memang tak menemukan perubahan sedikit pun dari Alexa. Ia hanya menyayangkan jika waktunya bersama Alexa yang kini cukup terbatas. Tugas yang dulu menjadi rutinitasnya setiap hari sudah digantikan oleh sopir pribadi yang Alexa ceritakan pada Mars setelah hari kepulangannya. Hal itu yang membuat waktu mereka kian hangus tak tersisa untuk saling bertemu.
Ketika dulu bertemu hampir setiap hari, mungkin kini hanya tiga hari sekali. Dan itu hanya disaat Mars mengajak gadis itu pergi dan menghabiskan waktu bersama dengannya. Mars selalu merindukan Alexa, walau pun gadis itu sudah kembali berada disisinya.
Mars memang tidak merasakan perubahan pada Alexa. Namun ia banyak merasakan perubahan waktu yang hampir membuatnya selalu merindukan Alexa setiap harinya.
Kini Mars sudah berdiri didepan rumah bercat putih yang kini sudah mulai terkelupas. Padahal beberapa tahun lalu sebelum Mars meninggalkan banyak kenangan dirumah ini, rumah milik Alexa masih putih bersih karena memang baru saja direnovasi. Dan kini cat itu sudah mulai mengelupas, ada banyak noda hitam disekitar tembok yang menyatu dengan tanah. Sungguh sangat disayangkan, namun tetap saja rumah ini dipandang istana oleh orang disekitarnya.
Beberapa menit Mars menunggu, seorang gadis cantik muncul dari pagar besar yang menutupi istana ini. Alexa telah siap dengan gaun biru dongker selutut yang dipadukan dengan wedgess putih dikakinya. Rambutnya tetap digerai seperti biasanya, mungkin hanya sedikit diatur dengan memberikan gelombang dibagian ujung-ujung rambutnya.
Gadis itu melangkahkan kakinya mendekat kearah Mars. Wedgess putih yang dipakai Alexa membuat kaki panjangnya terlihat begitu bersih dan mulus. Mars lama tak bergeming, menatap gadis yang sukses membius pandangannya sore menjelang malam ini.
"Aku lama, ya?" tanya Alexa, ia menghampiri Mars seraya membawa paper bag yang terselip dijarinya.
"Namanya juga cewek," jawab Mars, gadia itu terkekeh kecil setelah itu. "Yuk, berangkat. Mama udah nungguin,"
Alexa mengangguk setuju. Mars dengan cepat langsung membukakan pintu mobil untuk tuan putrinya ini. Dan Alexa segera menurut dan masuk kedalam mobil.
"Aku bawa ini untuk Mama kamu," ujar Alexa ketika keduanya sudah berada didalam mobil. Alexa menunjukan paper bag yang ia bawa kepada Mars dengan mengangkatnya sedikit keatas.
"Kamu ngapain repot-repot, Mama gak butuh kado. Butuhnya doa aja, supaya tetep sehat, dan bahagia."
"Ih, ini gak ngerepotin. Lagi pula kan jarang-jarang, Mars." protes Alexa yang kemudian meletakan paper bag berwarna pink pastel itu kebagian belakang mobil. Saat gadis itu bergerak, Mars bisa mencium aroma parfum Alexa yang sudah khas sejak dulunya. Gadis ini memang tipe orang yang setia. Alexa akan terus memakai barang apa saja yang menurutnya sangat pas untuknya, dan tak akan pernah menggantinya sampai kapan pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eh, Mars!
Teen FictionVenus membenci Mars tanpa penolakan. Tak ada yang lebih menyebalkan selain melihat sosok cowok dingin, ketus dan angkuh itu di matanya. Baginya, Mars hanyalah cowok yang selalu membuat matanya mendadak perih setiap kali melihatnya. Sampai akhirnya s...