Converse- 07

1.2K 247 32
                                        


"Seungmin, dengarkan aku." Felix mencekal pergelangan tangan Seungmin. Matanya berkaca-kaca sejak satu jam yang lalu. Mereka telah menghabiskan waktu di kantin, permintaan Felix. Dan Seungmin hanya menguap malas saat mendengar ucapan Felix. "Sungguh, aku dijodohkan. Aku tidak berbohong, Seungmin." Seungmin tertawa remeh.

"Simpan bualanmu itu, Lee. Aku tidak butuh penjelasanmu!" Seungmin menghempaskan kasar tangan Felix. Berjalan menjauh, dan meninggalkan Felix sendirian. Air matanya mengalir, padahal sebentar lagi club basket akan mengadakan latihan untuk pertandingan. Felix salah satu anggota cadangan.

Pria berambut blonde itu berjalan lunglai mendekati gedung latihan. Ia menuju loker untuk mengganti kaos. Melepasnya asal disana, lantas memasukkan dengan asal juga. Perasaannya tak karuan. Ia sedih, takut juga kalut.

"Hei," tepukan halus pada bahu telanjang Felix membuat dirinya sedikit berjengit. Itu Changbin— Seo Changbin. Kakak tingkat Felix, seumuran dengan Hyunjin, yang katanya diam-diam menyukainya.

Felix tersenyum samar, "s-sunbae." ucapan Felix bahkan terdengar lirih. Changbin membalasnya dengan senyuman cerahnya.

"Kau habis menangis?" Felix menggeleng kencang, ia buru-buru mengusap air matanya dengan kasar.

"Aku tidak! Tentu saja aku tidak menangis. Untuk apa aku menangis, haha." tawanya sungguh menyiratkan sebuah keterpaksaan. Changbin mengusap halus punggung telanjang Felix.

"Segera kenakan pakaianmu, Felix. Kau tak mau kan, jika Hyunjin akan menelanjangimu dengan tatapannya?" Felix terkekeh pelan, ia buru-buru mengenakan kaosnya. Setidaknya, Changbin telah berhasil menghiburnya. Walaupun hanya dengan ucapan polosnya.

Tak berapa lama Hyunjin masuk dengan coach Andrew, pelatih mereka. Peluit berbunyi, mereka berkumpul membentuk barisan seperti biasa.

Hyunjin menatap Felix tajam, matanya memicing. Ada jejak air mata disana, tak bisa Hyunjin pungkiri bahwa kali ini ia sedang khawatir dengan felix. Berbagai macam pertanyaan berkecamuk di benaknya.

Kenapa Felix menangis?
Apakah ada masalah?
Mungkinkah dengan Seungmin lagi?

"Kalian akan melaksanakan pertandingan empat hari lagi. Usahakan kalian tidak jatuh sakit. Jaga kondisi tubuh kalian, dan latihan akan segera di mulai. Bagi pemain inti, silakan untuk memasuki area latihan. Disusul dengan kapten Hyunjin yang akan membina latihan kalian hari ini." Coach Andrew menjeda sebentar. "Saya permisi, ada urusan yang masih harus diselesaikan."

"Siap Coach!" mereka menjawab serentak. Membubarkan diri dari barisan. Hyunjin mengabaikan Felix. Walaupun netranya saling menatap. Ia tetap memprioritaskan klubnya. Nanti saat berada di rumah, Hyunjin akan meminta penjelasan lagi.

Felix hanya tersenyum getir.

Dia tidak peduli, begitu pikirnya.

Langkahnya berjalan mendekati Changbin yang sedang duduk di barisan kursi penonton. Tersenyum hangat kearah Felix, lalu menepuk-nepuk bangku kosong disebelahnya.

"Mau minum?" tawar Changbin. Kebetulan ia memegang sebotol air putih di tangannya. Menyodorkan kecil kepada Felix, jikalau Felix sedang haus.

"Tidak, sunbae." tolaknya halus. Felix kembali menatap pemain inti yang sedang berlatih dengan Hyunjin. Ada teman Felix bernama Jeongin yang sesekali mencari perhatian Hyunjin, walaupun hanya sekedar memintanya untuk mengajari bagaimana agar bolanya tidak meleset dari ring. Felix tak apa, ia tidak mempermasalahkan hal itu.

"Kau menyukai Hyunjin?" Felix tergagap saat mendengar pertanyaan Changbin. Pasalnya, sedari tadi Changbin menatap Felix yang sedang memperhatikan Hyunjin dengan tatapan sendu.

"T-tidak! Aku hanya memperhatikan bagaimana cara mereka bermain." Felix lupa, teman-temannya bahkan tidak ada yang tahu jika Felix sudi menikah dengan kapten basket kesayangan mereka. Felix bisa mati di tangan para secret admirer Hyunjin, mengingat jika Felix sama sekali tidak bertingkah seperti mereka.

Changbin terkekeh, "nikmati permainannya, Felix. Sebentar lagi aku akan masuk menyusul mereka." Felix mengangguk, saat Changbin berpamitan dengannya. Tatapannya tak lepas dari Hyunjin yang masih tersenyum bahagia dengan Jeongin. Rasanya, ia juga ingin di posisi Jeongin, yang selalu membuat Hyunjin tertawa lepas dan tersenyum bahagia.

<Converse>

Saat anggota club basket selesai latihan, Hyunjin berjalan mendekati Felix. Membawakan tas besar Felix yang berisi pakaian basket miliknya.

"Pulang? Aku akan menemanimu." Hyunjin menggenggam tangan Felix. Tersenyum hangat, sembari menyeret kakinya menuju halte depan kampusnya.

"Sunbae? Naik bus? Kita tidak akan menaiki taksi?" Felix sedikit tak terima dengan transportasi yang Hyunjin pilih. Felix tidak pernah menggunakan bus umum. Ia selalu meminta sopir pribadinya untuk menjemputnya, atau menggunakan mobil SUV nya.

Hyunjin tersenyum lagi, "kita harus menghemat, Felix. Kebutuhan kita masih banyak." Felix menghela napas, memang benar. Felix juga membutuhkan banyak baju. Juga paket data. Lantas kipas angin di apartemen kecilnya. Ah, jika di pikir-pikir mereka memang masih membutuhkan banyak barang penting.

Bus datang, mereka berdesakan untuk memasuki kendaraan umum tersebut. Sesak, bau keringat bercampur dengan solar, juga para penumpang yang banyak membawa belanjaannya. Terlebih lagi, kursi di dalam sudah terisi penuh. Mau tak mau, mereka harus berdiri sampai ke rumahnya.

Felix mual, ia ingin memuntahkan isi perutnya. Kepalanya semakin pening, sungguh demi apapun. Felix rasanya ingin sekali menyandarkan tubuhnya pada Hyunjin yang berada di belakangnya. Tapi ia cukup tahu tempat, tidak mungkin jika tiba-tiba Felix menyandarkan tubuhnya begitu saja disana. Hyunjin sudah mati-matian melindunginya dengan mengeratkan cengkeramannya pada lengan Felix. Mencegahnya agar ia tidak terjatuh saat bus mengerem mendadak atau melewati tikungan tajam.

Hyunjin menghentikan langkahnya tepat di depan apartemen miliknya. Memapah Felix yang hampir saja pingsan, ketika bus menghentikan tujuannya. Hyunjin membaringkan istrinya di sofa panjangnya. Meletakkan ponselnya di atas meja, dan bergegas membuatkan teh panas untuk Felix.

Bahkan, Hyunjin dengan telaten membuka sepatu Felix. Memberikan olesan aroma therapy di bawah hidungnya. Memijat pelipisnya dengan pelan.

"Kau tak apa?" Hyunjin menyodorkan segelas teh panas kearah Felix. Ia terduduk saat menerimanya. "Maaf," ia merasa bersalah, Felix belum terbiasa dengan keadaan Hyunjin.

Felix tersenyum kecil, menyeruput teh panasnya. "Aku harus mengikuti aturan sunbae."

"Kau boleh mengeluh, boy. Aku akan menyisihkan setiap uangku untuk membayar taksi saat kita pulang. Agar kau tidak merasa pusing dan mual seperti saat ini." Hyunjin berbicara serius, menatap Felix yang masih termenung mendengar ucapan Hyunjin.

"Tidak, sunbae. Aku tahu kebutuhan kita masih sangat banyak." Felix menghela napas lagi, "belum lagi saat aku ingin membeli beberapa pakaian untuk latihan band." Hyunjin mengangguk paham, ia mengusak gemas surai Felix.

"Terimakasih, telah mempercayakannya kepadaku." Felix mengangguk, sentuhan Hyunjin di kepalanya membuat Felix merasakan perasaan yang meletup-letup. Ia tidak ingat, kapan terakhir kalinya Felix merasakan sentuhan nyaman seperti itu. Rasanya, menyenangkan.

Deringan ponsel milik Hyunjin yang berada di atas meja berdering. Menampilkan nama 'Ryujin' disana. Felix mengerutkan keningnya.

Hyunjin mengambil ponselnya, menolak panggilan dari Ryujin. Lantas mematikan ponselnya.

"Sunbae? Kau tidak mengangkatnya?" Hyunjin menggeleng.

"Semua panggilan masuk saat aku berada di rumah, atau saat aku sedang bersamamu akan langsung aku matikan. Urusan tugas, sudah terencana sejak awal. Ketika di rumah, atensiku akan kualihkan kepadamu, karena kau prioritasku, Felix. Kau paham?" Felix lagi-lagi tersenyum lebar. Perasaannya kembali meledak hanya karena ucapan manis yang dilontarkan oleh Hyunjin []

Masih pantes lanjut nggak sih? :v
Minder aku tuh :(

-RION-

[1] Converse {HyunLix}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang