Converse- 27

1K 117 32
                                    


Hyunjin tertawa kecil ketika ia mengingat mimpi semalam yang sempat membuat hatinya berdesir tak karuan. Bukan karena ia merasa bahagia karena mimpi sialan itu yang mengganggu tidurnya, tetapi mimpi itu merupakan mimpi menyeramkan sepanjang sejarah Hyunjin hidup di dunia ini.

Kepulan asap kopi menguar dari sudut ruangan miliknya. Irisnya menelisik istrinya yang masih bergelung dalam selimut tebalnya. Dua hari yang lalu, ketika Hyunjin kelimpungan karena ulah Felix yang kesal kepada dirinya, menyebabkan pria itu mendapatkan perawatan intensif selama satu hari satu malam di rumah sakit. Rasanya Hyunjin sangat lega saat pihak rumah sakit mengatakan jika sayatannya tidak terlalu dalam.

Matahari mulai beranjak naik, jam menunjukkan pukul sepuluh siang. Hyunjin juga tidak mempermasalahkan Felix yang masih memejamkan matanya. Tetapi, Hyunjin ingat jika Felixnya belum memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

Maka, Hyunjin dengan sangat telaten menyiapkan makanan untuk istrinya. Memuntahkan isi kulkas dengan berbagai sayuran layu— karena beberapa hari yang lalu Felix belum menginjakkan kakinya di supermarket. Dan Hyunjin hanya menggeleng kecil ketika ia melihat irisan daging sapi mentah dan beberapa sayuran layak masak.

Kemampuan memasak Hyunjin memang agak diragukan. Beberapa kali ketika ia merasakan hasil saus masakannya, ia harus memuntahkan rasa asin yang meletup dalam mulutnya. Lalu, membuang saus yang berada pada panci dan menggantinya dengan yang baru. Terhitung dalam tiga kali, pria itu baru merasakan masakan buatannya yang bisa dimakan oleh manusia. But, yeah. Tidak buruk.

"Sayang? Kau tidak ingin melihatku pagi ini, hun?" Hyunjin menghujami kecupan kecil di seluruh wajah Felix. Bermaksud agar istrinya itu membuka matanya.

"Eunghh.." lenguhan halus yang keluar dari mulutnya membuat Hyunjin terkekeh kecil.

"Bangun sayang, kau harus makan." usapan lembut kembali mendarat pada surainya. Hyunjin sedikit menyingkap selimut yang melilit tubuhnya.

"Aku tidak lapar."

"Astaga, kau serius ingin tidur sepanjang waktu? Perutmu harus di isi dengan karbohidrat." Felix itu memang bebal, dan Hyunjin yang akan selalu menjadi sosok pria pengingat saat Felixnya hanya bergumam dan mengangguk. Terdengar menyebalkan, bukan?

"Hyung! Pergi dari tempat tidurku! Tanganku masih sakit." alasan! Ada dua kemungkinan saat Hwang Felix mengatakan hal serupa; pertama ketika ia malas beranjak dari tempat tidur, dan kedua ketika ia malas menyuapkan satu sendok makanan ke dalam mulutnya.

"Aku membuatkan daging sapi dengan saus asam pedas kesukaanmu." seketika Felix membuka matanya dengan lebar, terperanjat begitu saja dari tempat tidurnya dan menatap Hyunjin dengan cengiran polosnya. Surainya berantakan, dengan kedua mata yang mengeluarkan air matanya karena harus membiaskan cahaya terlebih dahulu dengan sekitarnya. Hyunjin hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah istrinya seperti itu.

"Mau makan, hyung! Kau bilang memasak daging sapi dengan asam pedas, kan?"

"Lucu sekali astaga." Hyunjin menatap punggung sempit Felix ketika ia melesat begitu saja meninggalkan Hyunjin yang masih berada di kamar istrinya. "Basuh mukamu dulu, sayang. Setelah itu baru makan." Hyunjin duduk di samping istrinya, sedangkan Felix hanya mengangguk patuh. Membasuh mukanya, sebelum Hyunjin mengomelinya dengan sangat panjang.

"Bagaimana dengan tanganmu, sayang?" Hyunjin memberikan semangkuk nasi serta daging sapi untuk istrinya.

"Hum? Lihat saja sendiri, dasar sialan!" Felix selalu mengingat saat ia hampir mati karena ulah Hyunjin yang menyebalkan. Tangannya masih rapat dengan perban yang melilitnya.

Hyunjin terkekeh, ia menyuapkan satu sendok makan ke dalam mulutnya, "maaf, setelah ini aku tidak akan mengulanginya lagi, cantik."

Felix melotot tajam, berdecih saat Hyunjin mengucapkan hal yang lama tidak ia dengar, "penipu! Aku tidak akan termakan dengan omong kosongmu!" suasana pagi itu hampir ribut, meja makan yang awalnya tenang menjadi sedikit panas karena amarah Felix belum mereda saat Hyunjin mencoba berbicara lagi dengan istrinya.

Hyunjin mengambil tangan kiri istrinya, mengecup kecil punggung tangannya dan menatap dalam ke arah manik kelam milik Felix, "Han Jisung hampir membunuhku saat tahu kau belum siuman selama delapan jam di ruang gawat darurat. Dan ya, kau tahu. Aku memang bodoh karena sempat lalai denganmu."

Felix tertawa gemas, ia mencubit pelan pipi Hyunjin. "Ah, manis sekali. Buktikan saja omong kosongmu itu, tuan Hwang."

<Converse>

Bang Chan memijat pelipisnya pelan, ia menatap Seungmin yang hanya duduk termangu di depan jendela. Kedua kelopaknya sembab, tatapannya kosong, dagunya bertumpu pada kedua tangannya. Hampir dua jam ia tidak melakukan pergerakan. Rasanya ia ingin mati saja dan menghilang dari peradaban dunia ini.

Tak ada yang ia lihat, kecuali serangga kecil berterbangan diatasnya.

"Hei," tangan Chan mengusap halus kedua bahu Seungmin. "Ingin keluar?" bisiknya tepat pada telinganya. Seungmin menggeleng samar, sebagai jawaban atas pertanyaan Chan.

"A-aku," Seungmin berkata lirih.

"Ingin bercerita, hum?" Chan mengecup lembut tengkuk Seungmin.

"Bisakah kau membunuhku?" perkataan itu meluncur bebas dari mulutnya. Chan hampir terlonjak karena pertanyaan yang tidak masuk akal dari Seungmin.

Seungmin bahkan bisa mendengar helaian napas dari Bang Chan. Walaupun pria itu tidak menjawab pertanyaan Seungmin. "Berhentilah untuk menyiksa dirimu sendiri, Kim Seungmin."

Jengah sekali rasanya, tatkala Chan hanya dapat melihat Seungmin termangu dengan jasad yang berada disana tetapi seakan ia tidak mempunyai roh dalam jasadnya. "Cinta bukan akhir dari segalanya, Kim." Seungmin menggeleng lagi, ia menundukkan wajahnya.

"Aku tidak bisa," suaranya bahkan hampir teredam hembusan napas yang menguar di sekitarnya, "aku terlalu mencintai pria brengsek sepertinya." kekehan halus terdengar sumbang disana.

"Kau tahu jika pria itu brengsek, tetapi mengapa kau juga tidak ingin melepaskannya?"

"Aku terlalu mencintainya, sangat. Aku tidak bisa melihatnya tertawa dengan orang lain." Seungmin menjeda, "Apa aku semenyedihkan itu?"

"Lihat aku," Chan menghadapkan tubuh Seungmin agar maniknya saling bertatapan. "Aku tidak peduli jika cintamu untuk pria itu. Tetapi, aku akan menjadi peduli ketika cintamu akan membunuhmu, Seungmin. Kau tidak perlu menyiksa dirimu dengan mengharapkan hal yang tidak pasti, terlebih ketika orang itu sudah bahagia dengan orang lain." Chan mengusap sayang surai Seungmin. "Lepaskan, hum?"

Lelehan air mata membasahi pipi tirus milik Seungmin, matanya semakin berkaca-kaca kala Bang Chan mengulurkan ibu jarinya untuk menghapus jejak air mata pada pipi yang membuatnya semakin mencandu. Seungmin terisak, kepingan memorinya kembali pada saat ketika ia berusaha mati-matian untuk menarik perhatian Hyunjin.

"A-aku," Seungmin merasakan dadanya yang semakin sesak. Memang, Hyunjin tidak akan pernah melihatnya sebagai pria yang patut ia cintai. Sampai kapan pun Seungmin akan berjuang sendirian, tertatih dengan segala upaya agar Hyunjin dapat berpaling dari istrinya. "Bagaimana agar, aku bisa melupakannya?" Seungmin menggenggam erat telapak tangan Chan, menumpukan wajahnya pada bahu tegap sahabatnya.

"Aku sakit setiap kali melihatmu menangis seperti itu. Aku hanya tidak ingin kau merasa kesakitan sendirian, karena aku mencintaimu, Seungmin." []

Hawlo! Jadi, nangkep nggak chap sebelumnya? :"v
Aniwais, ada yang doyan short fict skz?

-RION-

[1] Converse {HyunLix}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang