"Kayaknya cuma gue manusia satu-satunya di dunia yang pernah liat Bidadari nangis."
Gilsha menyeka air matanya kemudian mata yang tadi ber-air itu di picingkan. "Bidadari kesleo, hah?"
"Ah, pura-pura kesal. Padahal mah udah terbang kan?" Ledek Grean.
"Yang terbang itu burung!" Ketus Gilsha.
Grean menepuk jidatnya. "Oiya gue lupa! Lo gak mungkin terbang, kan lo Bidadari Tak Bersayap,
lagian kalo-pun lo punya sayap, lo gak bakalan bisa terbang menuju cinta yang lain, karena sayap lo udah gue patahin."
Telapak tangan Gilsha beralih fungsi menjadi kipas. "Kok gue jadi panas dingin gini yah?"
Grean tertawa. "Mau pulang sekarang?" Tawarnya.
"Boleh." Balas Gilsha.
Grean kembali bersuara kepada tanah merah itu sambil tangannya mengelus lembut papan kayu yang bertuliskan Religia Erlin.
"Udah sore aja ya, Ma? Mama tau kan, kalo sore itu waktunya apa?"
Gilsha memiringkan kepala. Merasa heran dengan Grean, kenapa dia menanyakan sesuatu yang tidak penting?
"Iya, Ma. Mama benar, sore adalah waktunya Bidadari kembali ke kayangan. Dan Devan akan mengantar Bidadari itu."
***
"Katanya mau anterin gue pulang, nah ini? Malah mampir kesini." Oceh Gilsha tidak terima ketika Grean membawanya ke sebuah restoran bintang lima di Jakarta.
Grean tersenyum kemudian tangannya terulur, merambah ke pucuk kepala Gilsha dan memporak-porandakan rambut Gilsha disana.
Oke, nampaknya Gilsha mulai menyukai ketika Grean sering melakukan itu padanya.
Tangan kanan Grean terangkat, memberi isyarat kepada Waitters untuk segera mendekat.
"Selamat datang, silahkan mau pesan apa?" Tanya Waitters tersebut sopan sembari memberikan daftar menu.
Grean menerimanya, kemudian mulai membaca tiap lembaran dari daftar menu itu.
"Beef steak dan Avocado juice, kamu apa?"
Hah?
"Gilsha, kamu pesan apa?"
Kamu? Jadi tadi Migrain bilang 'kamu' ke gue?
"Ng.. Samain, aja."
"Oke, berarti Beef steak dua dan Avocado juice-nya juga dua ya, mbak?" Ucap Grean.
"Baik, di tunggu ya?" Kata si Waitters di ikuti dengan kepergiannya.
Gilsha menggigit bibir dalamnya, sedangkan jari telunjuknya sibuk membuat pola abstrak di atas meja kaca di depannya.
"Gilsha?" Grean memanggil.
Pembuatan pola abstraknya terhenti. "Ya?" Sahut Gilsha.
"Sekarang gue pengen membalik pertanyaan, apa yang bikin lo suka sama gue?"
Ini manusia satu minta gue cemplungin ke Empang kali ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Grean&Gilsha
RandomKisah ini bermula ketika dalam sebuah persahabatan terjadi cinta secara ber-bentrokkan. Bukan, bukan cinta segitiga atau semacamnya. Hanya saja dalam kisah ini ada beberapa oknum yang saling membohongi serta mencoba merelakan perasaannya demi oknum...