Aku tahu bukan harapmu, untuk menjadi berbeda. Bukan inginmu, menyusuri jalan keliru. Bukan salahmu pula, jika jalan yang kamu pilih tak dianggap benar.
Di siang yang mendung itu, kamu berdiri. Sama sekali tidak terlihat berbeda. Namun semakin hari, kusadari mata teduhmu terlihat sendu. Senyummu semakin ragu. Manis, tetapi penuh kerutan miris.
Yang tengah membuncah ini terlalu singkat untuk disebut rasa. Terlalu jauh untuk menjadi cinta. Namun terlalu rendah untuk dinilai rasa kasihan semata.
Aku pun, belum sepenuhnya melupa kisahku yang lalu. Rasaku masih sama. Hanya saja, tiba-tiba ada kamu. Datang bersama kekeliruan, berjalan di bawah banyaknya sorot mata merendahkan. Lalu aku, terperangkap secara sadar dalam matamu yang dalam. Yang tak teraih, lebih semu dari harapanku.
Hey. Bisa tidak, izinkan aku memasuki duniamu? Bukan untuk mengubah, namun beri aku kesempatan untuk tunjukkan siapa dirimu sebenarnya. Agar kamu dan mereka tahu, betapa sempurna dan indahnya dirimu yang sesungguhnya.
Aku bukan sedang mengiba, atau mungkin memang menuju rasa itu. Kamu terasa seperti kapas. Lembut, rapuh, dan terombang-ambing oleh angin. Sisi wanitaku ingin ada di sana, meyakinkan bahwa kamu tidak bersalah. Kamu berhak memilih jalan hidup sesuai inginmu, hanya saja jalan itu bukan jalan yang baik untuk dipilih.
Jelas, tak seharusnya aku memandangmu lebih dari ini. Kamu berbeda. Kamu, tak seharusnya menjadi seperti dirimu sekarang.
Kamu perlu kembali menjadi dirimu yang seharusnya. Menjadi manusia utuh yang hidup sesuai garis takdirnya.
ㅡ Shin
KAMU SEDANG MEMBACA
All The Things That Your Heart Never Heard
PoetrySuatu hari, aku harap kamu menemukan apa yang selalu aku tulis di tengah malam, atau pukul dua dini hari, kadang pukul empat sore di bis, seringnya sih saat ingat kamu yang tidak kenal waktu. Jika hari itu tiba maka kamu perlu tahu, sebagian di anta...