Delapan

3.5K 165 2
                                        

Aku terbangun pagi ini, dan mendapati Fadil sedang berdiri di depan meja belajarku. Aku bangkit, dan mendekat padanya.

Dia sedang menatap sebuah foto yang tergantung di dinding tepat di belakang meja. Foto yang kami ambil bersama teman satu angkatan lain di semester terakhir di kampus.

"Aku lupa di mana menaruh foto ini." Ucapnya.

Aku maklum bahwa Fadil tidak menaruh perhatian lebih pada foto ini. Ini hanyalah foto biasa, yang tidak ada momen spesial baginya, dan mungkin juga bagi dua puluh lebih teman lainnya. Tapi bagiku itu satu dari sedikit momen yang aku punya tentang kami. Dan tentu saja dia tidak perlu tau alasanku itu.

"Kamu tidak banyak berubah ya." Ucapnya.

Aku menatap foto itu. Di sana aku dengan rambut pendek yang sama, yang aku pertahankan hingga kini. Di sebelahku Fadil dengan potongan rambutnya yang dulu. Masih ada poni yang menutupi dahinya.

Aku masih mengingat betul hari itu. Kami bersama teman kampus lainnya, sehabis mata kuliah sore, bergerak menuju salah satu studio foto. Di sana kami akan mengambil foto Jurusan Manajemen angkatan 2010.

"Yang laki-laki di belakang, yang perempuan di depan ya." Ucap Fotografer.

Teman-teman yang lain segera mengambil posisi, sedangkan aku menahan sedikit langkahku. Aku ingin memastikan berada tepat di sebelah Fadil. Kebetulan tinggi kami tidak jauh berbeda.

Fadil tampak berdiri di posisi nomor dua sebelah kanan. Setelah itu aku segera menyelip masuk ke posisi tiga dari kanan, tepat di sebelahnya. Dan terlahirlah foto ini, foto yang kemudian aku pajang di dalam kamarku.

***

"Hati-hati" Ucapku.

"Makasih ya sudah menampungku semalam." Ucap Fadil.

Aku tersenyum padanya. Motor Fadil bergerak maju meninggalkan rumahku.

Setelah menutup pagar, aku segera kembali ke kamarku.

Di kamar, aku meraih bingkai foto yang tadi kami tatap. Aku lalu membalik bingkai itu, kemudian melepaskan menutup belakangnya. Di balik foto angkatan 2010 itu tersembunyi satu foto lain. Itu foto yang kami ambil dengan kamera Fadil di hari wisuda. Dia merangkulku di dalam foto itu, rangkulan yang bahkan tidak bisa aku lupakan hingga kini.

Aku menaruh kembali foto itu pada tempatnya. Aku lalu bergerak menuju tempat tidurku. Mengingat kembali bahwa semalam dia ada disini, berjarak beberapa centimeter saja dariku. Masih bisa aku dengar suara nafasnya yang meninabobokanku sepanjang malam.

Aku meraih ponselku yang tergeletak di atas kasur. Aku lalu menghubungkan bluetoothnya dengan speaker di sebelah TV. Aku membuka aplikasi music player, dan memilih daftar putar most played yang menampilkan deretan file musik yang paling sering aku putar. Sebuah lagu yang aku cari ada di sana.

Sesaat setelah aku memilih file itu, suara gitar akustik terdengar mengalun bertempo sedang. Selepas intro, terdengar suara merdu seorang pria berpadu harmoni dengan petikan gitarnya. Sejurus kemudian, riuh tepuk tangan penonton sempat untuk beberapa detik mengganggu hasil rekaman itu. Tak lama, penontonpun hening, semua menikmati alunan musik pop akustik itu.

Aku berbaring di kasurku, dan mencondongkan tubuhku ke arah kanan.

Tiba-tiba Fadil muncul kembali di sebelahku. Dia juga mencondongkan tubuhnya ke arahku. Kami saling beradu tatapan. Dia lalu tersenyum, sambil mengedipkan sebelah matanya.

Tempo nafasku meningkat, aku gagal mengatur tarikan dan hembusannya dengan wajar. Dadaku naik turun mengimbangi detak jantung yang semakin tak beraturan.

Aku mendekatkan wajahku pada Fadil. Kini kami hanya berjarak lima centimeter saja satu sama lain.

Sekarang dia sepenuhnya milikku. Aku meraba pipinya, lembut dan perlahan. Kurasakan setiap gesekan kulit tanganku dan pipinya, semakin membuat tempo nafasku berantakan. Aku kalap. Seketika aku rasakan bibir kami bertemu, dan bercakap tentang indahnya dunia.

Aku terdasar dari kegilaanku ketika suara Fadil menghilang, dan digantikan sebuah lagu dari Adel. Suara rekaman penutupan ospek yang penuh teriakan dan tepuk tangan penonton itu, terganti suara rekaman studio kelas dunia. Kurasakan tubuhku menjadi lemas. Lenyap sudah dahaga semalaman yang kutahan.

Tommy & Fadil (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang