Petugas kereta api mengumumkan bahwa sebentar lagi kereta yang kami tumpangi akan memasuki Stasiun Malang. Hampir semua penumpang, masih dengan wajah-wajah mengantuk mereka, bergegas membereskan barang bawaan. Beberapa tampak menurunkan koper mereka dari tempat bagasi di bagian atas. Sebagian lain sepertinya tak terlampau dikejar waktu, hanya memandangi rumah-rumah penduduk yang mulai terlihat ke kiri kanan jalur kereta.
Aku masih melihat jauh ke luar jendela, masih terbayang-bayang dengan apa yang terjadi semalam. Sejak terbangun pukul 6 tadi, Fadil masih bersikap biasa padaku. Tidak ada perubahan dari sikapnya. Harusnya itu cukup membuatku tenang, nyatanya tidak. Mungkin saja dia tidak mau merusak liburan ini, namun setelah kembali ke Jakarta dia akan menjauhiku sejuah-jauhnya. Aku terlampau ngeri membayangkan itu.
"Yuk, siap-siap." Ucap Fadil sambil meletakkan gelas kopinya pada tatakan gelas dekat jendela.
Aku mengangguk sambil mengambil gelas kopiku di sebelah gelas yang baru saja diletakkan Fadil. Sisa satu teguk lagi. Kuhabiskan sampai tetes terakhir, cukup untuk mengusir kantuk yang masih bergelayut di pelupuk mata.
Laju kereta semakin melambat ketika memasuki kawasan Stasiun Malang. Sesaat setelah kereta sepenuhnya berhenti, beberapa porter mulai memasuki gerbong kereta untuk menawarkan jasa. Tentu saja tak ada yang menghampiri kami yang jelas hanya membawa masing-masing satu tas ransel.
Kami bergegas menuju area parkir motor di Stasiun Malang. Kami sudah janjian dengan seorang karyawan penyewaan motor untuk bertemu di sana. Setelah menyerahkan dua dokumen pribadi asli sebagai jaminan, motorpun bebas kami jajal sampai hari senin lusa.
Tidak ada yang lebih penting pagi ini selain mengisi perut yang sudah mulai keroncongan. Fadil bergegas mengendari motor. Aku dibelakangnya bertindak sebagai navigator, menuntunnya ke arah tujuan pertama kami, Sebuah warung nasi pecal. Letaknya tak juah dari Stasiun Malang. Tak sulit menemukan warung dengan dominasi warna hijau dan kuning itu.
Selepas makan, kami bergerak menuju Kota Batu, lokasi sesungguhnya liburan kami. Motor melaju cepat melintasi jalanan yang cukup lengang. Tak sampai satu jam, kami sampai di tujuan. Kami langsung disambut udara nan sejuk di kota yang dikelilingi oleh perbukitan itu.
Cukup sulit kami menemukan homestay yang sudah kami pesan secara daring itu. Letaknya di antara perumahan penduduk yang memang kebanyakan disewakan untuk para wisatawan. Setelah menelpon beberapa kali penjaga homestay untuk memastikan lokasinya, kamipun sampai tepat satu jam sebelum tengah hari.
Kamar yang akan kami tempati tidaklah luas, namun cukup untuk menampung dua buah single bed yang dipisahkan sebuah meja kecil. Pada dinding di seberang tempat tidur, bertengger sebuah TV flat screen. Di bawah TV terdapat sebuah lemari untuk menaruh baju seadanya. Langsung beradapan dengan pintu masuk, terdapat kamar mandi dengan toilet duduk di dalamnya.
Setelah membersihkan badan seadanya, dan mengganti pakaian yang sudah semalaman digunakan, kami bergerak menuju lokasi liburan pertama, Museum Angkut.
Aku sedang berdiri di depan sebuah mobil kuno keluaran pabrikan asal Amerika Serikat, Chevrolet. Bodi hitamnya berkilap dan tampak masih sangat terawat. Ketika sedang fokus memperhatikan mobil berdesain klasik yang dibuat jauh sebelum Indonesia merdeka itu, tiba-tiba terpaan cahaya lampu flash kamera mengagetkanku.
Aku menoleh ke sumber cahaya. Tampak Fadil sedang mengarahkan kamera mirrorless-nya padaku.
"Seperti tadi saja, biar tampak natural." Ucapnya.
Aku memutar kembali tubuhku menghadap ke mobil itu. Kemudian terasa tubuhku diterpa berkali-kali cahaya flash kamera.
Fadil mendekat padaku, lalu memamerkan hasil karyanya.
Aku memperhatikan satu per satu hasil bidikan kamera Fadil. "Bagus" Ucapku.
"Tentu saja, fotografernya jago." Ucap Fadil.
"Modelnya." Timpalku.
Fadil tersenyum, lalu bergerak meninggalkanku. Dia mengarahkan kameranya ke arah mobil lain.
Aku bergerak ke arah berlawanan, menuju sebuah mobil merah yang dulu digunakan untuk balapan. Usia mobil ini tergolong lebih muda dari pada mobil yang sebelumnya aku lihat. Dibuat sekitar tahun 1948.
Fadil lalu memanggilkan dan menyerahkan kameranya padaku. Kali ini giliran aku yang membidik fotonya di depan sebuah mobil. Setelah puas dengan hasil bidikanku kami bergerak ke area lain.
Melihat kendaraan-kendaraan kuno merupakan atraksi utama di tempat ini. Namun selain itu, Museum Angkut dipisahkan atas berbagai macam Zona. Di setiap zona kita bisa melihat bangunan ikonik yang mewakili zona tersebut. Misalnya saat bertandang ke zona Eropa kita bisa melihat replika Menara Eiffel dan istana kerajaan Inggris, Buckingham Palace.
Fadil mengambil fotoku saat berdiri di depan tiruan Istana Buckingham. "Foto di depan tiruannya dulu, nanti foto di depan aslinya ya." Ucap Fadil saat memperlihatkan hasil bidikannya itu.
Aku mengangguk, lalu tersenyum padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tommy & Fadil (Completed)
Romansa(Ceritanya Udah Tamat ya) Tommy menyimpan perasaan pada seorang teman prianya bernama Fadil. Perasaan itu sudah dia jaga sejak pertama kali bertemu di hari pertama ospek. Empat tahun masa kuliah nyatanya tidak pernah mendekatkan mereka. Hingga akhir...