Aku melangkah keluar ruang kelas. Dingin udara awal bulan Desember segera menampar kulit asia tenggaraku, menembus hingga ke tulang. Aku merapatkan resleting jaket musim dinginku.
Bersama tiga orang rekan, aku bergerak menuju kantin kampus. Aku hendak menyantap kebab Turki yang kupesan, ketika ponselku menampilkan notifikasi pesan video dari Fadil. Aku bergegas meninggalkan meja, bersembunyi ke luar area kantin.
Aku tersenyum menatap pada binar matanya di layar ponsel.
"Udah makan siang?" Tanya Fadil.
"Ini lagi di kantin." Ucapku mengarahkan kamera depan ponselku ke arah pintu kantin.
"Kamu udah makan malam?" Tanyaku balik.
Aku kembali diingatkan oleh pertanyaanku sendiri, bahwa begitu jauh jarak antara kami, enam jam zona waktu.
"Tadi bungkus pecal ayam yang dekat kantor." Jawabnya. "Tapi belum aku makan."
"Ah, kangen sambalnya." Ucapku.
Namun tentu saja aku lebih merindukan pria yang selalu bersamaku ke warung pinggir jalan itu.
"Nanti selesai kelas jam berapa?" Tanya Fadil.
"Jam empat sore."
Fadil tampak berpikir sejenak. Aku tau dia sedang menghitung waktu. "Yaudah nanti aku telpon lagi, makan dulu sana." Ucapnya setelah beberapa saat.
Pukul empat petang, aku meninggalkan area kampus. Aku bergerak menuju sebuah taman yang terletak tepat di depan kampus. Regent Park, tempat favoritku untuk menghabiskan petang, dan menyendiri.
Aku duduk berselonjor kaki di padang rumput di depan sebuah danau kecil di area taman itu. Aku melihat ke sekeliling taman. Sejak memasuki musim dingin, pengunjung taman ini semakin berkurang. Tak jauh dariku, dua orang wanita sedang duduk bersebelahan sambil sibuk dengan ponsel masing-masing. Di ujung sana, sepasang sejoli sedang berjalan berdua, tertawa pada satu sama lain. Sementara aku duduk sendiri di sini menunggu telpon dari kekasihku di tenggara benua Asia sana.
Jam tanganku sudah menunjukkan pukul empat lebih tiga puluh menit. Berarti di Jakarta sudah pukul sepuluh lebih tiga puluh menit malam. Sudah hampir setengah jam aku menunggu di sini, namun Fadil belum juga menelponku. Sepertinya dia sudah tertidur. Sebaiknya aku tidak menelponnya lebih dulu, aku tidak mau mengganggu waktu tidurnya. Setelah beberapa menit, aku akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarku.
***
Ketika terbangun di keesokan paginya, aku mendapatkan pesan dari Fadil. Maaf tadi malam aku ketiduran. Nanti aku telpon jam makan siang ya.
Jam di ponselku menunjukan pukul enam kurang sepuluh menit. Berarti sepuluh menit lagi adalah jam makan siang di Jakarta.
Pukul enam lebih lima menit Fadil menepati janjinya untuk menghubungiku.
"Lagi di mana?" Tanyaku saat melihat dinding berwarna krem di belakangnya.
Fadil mengarahkan kameranya pada pintu kayu dengan sebuah karakter pria di tengahnya. Aku langsung bisa menebak di mana itu, di lorong antara ruang kerja dan toilet. Itu pasti di lantai empat, tempat divisi akunting berada. Walau belum pernah ke lantai itu, aku bisa mengira tempatnya karena bentuknya identik dengan tempat dua aku bekerja di lantai 2.
"Nggak ke kantin? Sambil makan." Ucapku. Sedetik setelah menanyakan itu, aku bisa menebak sendiri jawabannya. Obrolan kami akan sangat terbatas di tengah kantin di jam makan siang seperti itu.
Fadil kembali mengarahkan ponselnya ke dinding krem. Dia tampak tersenyum dan mengangguk pada seseorang.
Nggak ke kantin? Samar-samar aku mendengar suara seseorang bertanya pada Fadil. Pertanyaan yang sama yang aku ajukan sebelumnya.
"Iya mas, sebentar lagi mau turun." Ucap Fadil pada orang itu.
Kami kemudian berbincang tentang banyak hal. Tentang kuliahku, tentang teman-teman baruku dari berbagai negara. Serta tentang tempat-tempat yang sudah aku kunjungi di Lonton, terutama sekali tentang Istana Buckingham yang baru saja aku kunjungi minggu lalu.
Setengah jam berlalu, aku kemudian meminta Fadil untuk menyudahi panggilan video kali ini. Waktu makan siangnya sudah terpakai setengah.
"Sabtu ini aku telp lagi ya." Ucap Fadil.
Selain weekend begitu susah menemukan waktu yang tepat untuk kami berdua. Saat aku baru bangun tidur, Fadil hanya punya sedikit waktu istiraat di sana. Ketika dia pulang kerja, aku hanya punya sedikit waktu istiraat siang dan harus kembali melanjutkan kuliahku hingga sore hari. Setelah aku selesai dengan kesibukan di kampus, Fadil sudah memasuki waktu tidurnya. Saat dia terbangun keesokan paginya, aku masih berkutat dengan mimpi indah tentang kami di tidurku.
Sebulan kemudian, di suatu pagi aku terbangun dari tidurku dan mendapati ponselku tidak menampilkan notifikasi apa-apa. Saat itulah aku menyadari sesuatu. Video terakhir kami adalah pada akhir pekan tiga minggu yang lalu. Sejak saat itu aku belum melihat wajah Fadil lagi. Intensitas pesan teks kamipun semakin jarang. Aku membuka aplikasi pesan chat, dan mendapati pesan terakhir yang aku kirimkan padanya tiga hari yang lalu.
Aku hendak menelponnya sebelum menyadari bahwa waktu telah menunjukan pukul tujuh lebih sepuluh menit. Waktu istiraatnya sudah habis. Aku memutuskan untuk mengirim pesan chat saja padanya.
Nanti pas istiraat siang aku telpon ya.
Lima menit kemudian Fadil membalas. Oke, sayang.
Entah dia menyadari atau tidak perubahan yang aku rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tommy & Fadil (Completed)
Romansa(Ceritanya Udah Tamat ya) Tommy menyimpan perasaan pada seorang teman prianya bernama Fadil. Perasaan itu sudah dia jaga sejak pertama kali bertemu di hari pertama ospek. Empat tahun masa kuliah nyatanya tidak pernah mendekatkan mereka. Hingga akhir...