Sabtu itu aku memenuhi janjiku untuk menemani William ke London Eye. Kami berjalan sekitar lima belas menit menuju stasiun terdekat dari Regent's Park, Stasiun Camden Town. Selanjutnya dari sana, kami akan menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit menuju Stasiun Waterloo.
Dalam perjalanan, aku mendapatkan pesan chat dari Fadil. Cukup tiga kata darinya yang membuat aku merasa bersalah. Have fun ya.. kata Fadil. Yang dia maksud bukan perjalananku berdua saja bersama seorang pria Filipina yang baru aku kenal sebulan ini. Melainkan tentang kebohonganku padanya, bahwa hari ini aku ada acara dengan teman-teman satu jurusan.
Aku membalas pesannya dengan sebuah emoticon senyum.
Mengapa juga aku harus berbohongan pada Fadil? Tidak ada apa-apa antara aku dengan pria jangkung itu. Aku hanya sekadar teman baru yang menemaninya mengunjungi suatu tempat yang belum pernah dia kunjungi. Aku takut kalau Fadil akan menganggapnya berbeda. Cara teraman adalah berbohong. Semua orang melakukan itu untuk menjaga perasaan pasangannya.
Sesampai di London Eye kami mengantri sekitar setengah jam sebelum akhirnya bisa memasuki kapsul kaca itu bersama beberapa pengunjung lainnya. Dengan perlahan, kami dibawa menuju puncak untuk melihat keindahan London dari atas ketinggian. Walaupun sebelumnya sudah pernah ke sini, aku tetap dibuat takjub dengan apa yang aku yang saksikan. Sungai Thames yang melintang di depan. Bangunan-bangunan khas London yang terhampar sejauh mata memandang. Big Band yang agung di sebelah sana, serta Buchingham Palace yang mengintip malu-malu. Semua tak pernah gagal membuat aku berbinar. Aku berada di London, tempat impianku.
"Dari semua tempat di dunia, mengapa London?" Tanya William.
Aku tidak menarik pandanganku pada cakrawala di depan sana. "Aku tidak punya alasan khusus, yang aku tau adalah London sudah menjadi mimpiku sejak SMP."
"Kalau aku, Big Band. Bangunan itu yang membawaku ke sini. Di semester pertama, aku bahkan mengunjunginya hampir setiap minggu."
Aku melihat ke arah William, matanya berbinar memandangani Big Band dari atas sini.
"Dan kamu tidak pernah ke London Eye?" Tanyaku keheranan. "It's so close. You even can see it from Big Band."
William tersenyum, namun kemudian raut wajahnya berubah sendu. "Aku pernah berjanji dengan seorang teman untuk mengunjungi London Eye berdua dengannya." Ucap William. "Aku diterima kuliah ke sini, sementara dia gagal. Dia berjanji akan menyusul, sehingga aku menunggunya. Beberapa bulan yang lalu, aku tau bahwa dia tidak akan pernah menepati janjinya itu. Mungkin suatu saat dia bisa ke sini, tapi tentu saja bukan denganku."
"Cukup lama aku terpuruk, hingga akhirnya beberapa minggu yang lalu perlahan mencoba menata perasaanku lagi. Maka disinilah aku, mengunjungi Big Band. Seharusnya aku sudah ke sini sejak lama."
Aku mendekat ke arah teman baruku itu. Sebenarnya aku belum terlalu mengerti dengan apa yang dia ceritakan. Jika seorang teman tidak bisa menepati janjinya, kenapa juga dia harus menunggu sekian lama untuk tidak juga menepati janji itu? Mungkin masih ada hal yang tidak dia ceritakan, tapi siapa aku sehingga harus mengorek lebih lanjut? Yang jelas dia benar-benar tampak bersedih, sebagai teman aku hanya perlu menenangkan. Aku bergerak semakin mendekat, lalu menepuk bahunya.
William menarik pandangannya ke arahku, lalu tersenyum.
***
Aku dan William menjadi semakin akrab sejak dari London Eye. Ketika kebetulan jadwal kuliah kami berdekatan, kami acap kali berangkat ke kampus bersama. Misalnya pagi ini, kami janjian bertemu di depan gerbang apartemen, lalu berjalan bersama menuju kampus. Sesampai di kampus, kami akan berpisah menuju ruangan masing-masing, lalu kadang-kadang akan bersua kembali siang hari di kantin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tommy & Fadil (Completed)
Romance(Ceritanya Udah Tamat ya) Tommy menyimpan perasaan pada seorang teman prianya bernama Fadil. Perasaan itu sudah dia jaga sejak pertama kali bertemu di hari pertama ospek. Empat tahun masa kuliah nyatanya tidak pernah mendekatkan mereka. Hingga akhir...