Empat Belas

3K 144 6
                                    

Tepat sesuai schedule, kereta api Majapahit mulai bergerak meninggalkan Stasiun Pasar senin pukul enam lebih lima belas menit malam. Aku memandang ke luar jendela yang berada tepat di sebelahku. Area stasiun mulai menghilang dari pandangan, terganti oleh rumah-rumah penduduk yang berada di sisi rel. Sesekali terlihat perlintasan kereta api yang berpapasan dengan jalanan, dan barisan kendaraan yang menunggu di belakang palang.

Sekitar setengah jam berlalu, petugas kereta api muncul dari gerbong belakang sambil mendorong troli yang membawa berbagai jenis makanan. Kami membeli nasi goreng, air mineral, dan teh panas untuk menghangatkan tubuh.

Selepas makan, tidak banyak yang bisa kami kerjakan dalam perjalanan panjang yang memakan waktu hampir lima belas jam ini. Kami mulai mematangkan rencana tentang tempat-tempat yang akan kami kunjungi selama di sana. Obrolan kemudian berlanjut tentang tempat-tempat yang Fadil kunjungi selama di Jepang. Aku dengan antusias mendengarkan ceritanya, sambil membayangkan jika aku ada di sana bersamanya, pasti akan sangat menyenangkan.

Tak terasa setelah lelah membahas berbagai macam hal, kantukpun mulai menyerang. Kami memutuskan untuk tidur guna memulihkan tenaga untuk pertualangan esok hari.

Aku mengeluarkan earphone dari saku jaketku.

Fadil berdiri tampak memeriksa tas ranselnya yang diletakan di atas kami. Sesaat kemudian dia duduk kembali. "Earphoneku ketinggalan di kantor." ucapnya.

Aku menyerahkan satu sisi earphone-ku padanya. "Sebelahan aja nih."

Fadil mengangguk, lalu memasang earphone di telinga kanannya.

Aku memasang sisi satu lagi di telinga kiriku, lalu menekan tombol play pada sebuah playlist yang sering aku mainkan.

Aku tidak tau sudah berapa lama tertidur. Ketika terbangun, jantungku seketika berdeguk kencang. Dari earphone di telinga kiriku terdengar suara Fadil sedang melantunkan sebuah lagu pop yang diiringi petikan gitar akustik. Itu rekaman suaranya di hari penutupan ospek tujuh tahun silam.

Aku segera meraih ponselku di saku jaket, dan menekan tombol next. Entah lagu apa itu yang sedang diputar, aku tidak terlampau memedulikan. Aku segera melihat ke arah Fadil yang tampak tertidur pulas dengan kepalanya menyandar pada sandara kursi. Satu sisi earphone masih terpasang di telinga kanannya.

Aku menunggu untuk beberapa saat, menunggu reaksi Fadil. Dia masih tampak tertidur pulas. Tidak tampak marah, tidak tampak takut, atau tidak tampak canggung. Semoga dia benar-benar tidak mendengar rekaman suaranya itu.

Setelah memastikan kondisi masih aman terkendali, aku segera memilih playlist lain. Aku memeriksa berkali-kali untuk memastikan bahwa tidak terdapat rekaman suara Fadil pada daftar putar baru yang aku pilih ini. Kecorobohan yang baru saja aku lakukan itu, tidak boleh terjadi lagi. Aku lalu memejam mata, berusaha keras untuk tertidur.

Aku terbangun kembali, setelah merasa sudah tertidur cukup lama. Namun jam tanganku baru menunjukkan pukul tiga dini hari. Masih enam jam lagi sebelum mencapai kota Malang. Sementara itu Fadil tidak berada di sebelahku, dan kedua sisi earphone sudah terpasang di telingaku.

Aku mematikan musik yang sedang dimainkan, dan menanggalkan earphone dari ponselku. Kemudian menyimpannya di saku Jaket.

Beberapa saat kemudian Fadil kembali dari toilet. Dia melihat ke arah jam tangannya. "Masih lama." Ucapnya padaku.

Aku mengangguk.

Fadil duduk lagi di sebelahku, dan memejam matanya. Sepertinya dia benar-benar tidak mendengar rekaman suaranya itu. Aku selamat.

Tommy & Fadil (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang